Menalar adalah berpikir dengan tepat. Oleh karena hanya manusia saja yang mampu berpikir, maka menalar itu obyeknya juga manusia. Manusia itu didalam kegiatannya berusaha mengolah apa yang dapat diketahui dengan indera untuk sampai pada suatu kebenaran. Dengan demikian sasaran dari penyelidikan penalaran itu adalah manusia.
Untuk sampai pada suatu ketepatan bernalar, terdapat rambu-rambu yang sangat perlu diperhatikan, agar tidak terjadi kesesatan.
Kesesatan penalaran dapat terjadi pada siapa saja, bukan karena kesesatan dalam fakta-fakta, tetapi dari bentuk penarikan kesimpulan yang sesat, karena tidak dari premis-premis yang menjadi acuannya.
KEMUNGKINAN KESESATAN BERPIKIR DEDUKTIF
A. Kesesatan Yang Bersifat Semantik atau Ambiguitas (Ambiguity)
Kesesatan-kesesatn Ambiguitas
2. Kesesatan Ekuivoka
Suatu kesesatan karena anggapan bahwa kata-kata selalu dapat dipakai dalam pengertian yang sama sedangkan sebenarnya terdapat ambiguitas.
Kesesatan seperti ini dapat diatasi dengan cara menyusun definisi secara hati-hati.
3. Kesesatan Amfiboli
Amfiboli itu merupakan kesalahan dalam susunan kalimat atau proposisi. Seluruh argument terkena penafsiran ganda. Penafsiran ganda seperti itu menyebabkan ketidak jelasan karena susunan kalimatnya begitu sulit dipahami. Untuk keraguan, sering kali ditempuh jalan dengan membuat pertanyaan terhadap kalimat yang disusun itu.
4. Kesesatan Komposisi
Kesesatan itu mungkin sekali terjadi, bila kata atu sekumpulan kata yang disebut. Term di dalam satu bagian dipandang "secar distributive", dan pada bagian lain term sebagai akibatnya adalah bahwa uraian penjelas yang disusun itu berangkat dari pola piker "masing-masing" atau particular, dipergunakan secar distributive itu berfungsi sebagai proposisi individual. Proposisi individual adalah suatu proposisi yang menyatakan masing-masing anggota suatu golongan dan secara individual.
Sedangkan term "semua" itu dipergunakan secara kolektif apabila dipergunakan untuk menyatakan seluruh ataupun semua anggota golongan secara bersama-sama.
5. Kesesatan dalam Pembagian
Kesesatan ini berkebalikan dari kesesatan komposisi, yang telah dibicarakan di atas.
Hal ini bisa terjadi karena mempergunakan istilah atau pengertian dalam arti kolektif pada sebuah proposisi, dan tetap saja mempergunakannya secara distributive pada premis lain atau dalam suatu konskuens. Hal itu akan membawa akibat bahwa uraian dari "semua" akan menjadi masing-masing atau dari universal ke individual.
Kesesatan ini karena orang menganggap apa yang benar bagi keseluruhan, juga benar bagi setiap orang secara individual. Suatu kebenaran yang berlaku bagi keseluruhan terjadi juga akan benar bagi bagian-bagiannya. Sebaliknya terjadi pula apa yang tidak benar bagi keseluruhan juga dianggap tidak benar bagi bagian-bagiannya.
6. Kesesatan Aksentuasi
Semula berarti bahwa kata-kata yang ambiguitas yaitu pengertiannya akan berbeda, bila aksen ataupun tekanan dalam bicaranya berbeda pula. Sehingga aksen itu yang menyebabkan ambiguitas.
Anak-anak sering mengalami kesulitan dalam hal seperti ini.
Agar ambiguitas itu dapat dihindari, seharusnya diberikan porsi tekanan yang cukup pada waktu pengucapannya, sehingga tidak ada yang luput dari perhatian. Kesalahan terjadi pada pembicaraan verbal.
B. Kesesatan Yang Bersifat Materiil
1. Kesesatan Aksidensia
Aksidensia adalah hal-hal yang ditambahkan ke dalam hal ang substansial (hakikat). Aristoteles dengan teori 10 kategorialnya, mengajarkan tentang 1 substansi dan 9 aksidensia bagi semua yang "ada".
Kesesatan ini biasa terjadi karena orang mengira bahwa apa yagn dianggap benar dalam substansi itu, juga benar dalam aksidensinya atau sifat-sifastnya, maupun keadaan-keadaan yang eksistensinya secara kebetulan (aksidensi). Sedangkan setiap subyek tertenu itu mempunyai cirri-ciri khusus yang telah menjadi kodratnya sejak adanya eksistensi diri dan yang membedakannya dengan subyek lain.
2. Kesesatan sebaliknya tentang aksidensia
Ksesatan terjadi oleh karena kebenaran yang hanya kebetulan (aksidensia), dianggapnya sebagai hal yang kebenarannya substansial.
3. Kesesatan tentang Hal-hal yang Tidak Relevan
Kesesatan tentang hal-hal yang tidak relevan sering kali disengaja guna membangkitkan emosi atau mengalihkan perhatian seseorang ataupun sekelompok orang dari masalah yang dipersoalkan. Hal seperti ini sering dipergunakan untuk memperdayakan lawan bicara. Cara penyajiannya yang sering meyakinkan, tertapi faktanya justru sangat kabur ataupun bukan yang sedang dibahas. Keterpedayaan seseorang atau sekelompok orang itu karena memang sudah tidak tahu lagi bagaimana akan membantah suatu pernyataan.
Kesesatan itu dapat dibedakan atas :
a. Argumentum Ad Hominem
(ditujukan kepada orangnya)
b. Argumentum Ad Populum
(ditujukan kepada masyarakat, guna mempengaruhi pendapat umum)
c. Argumentum Ad Mesericundiam
(belas kasihan)
d. Argumentum Ad Verecundiam
(menggunakan ketenaran seseorang untuk pembenaran argument)
e. Argumentum Ad Ignorantiam
(pembuktian tanpa dasar, tetapi lawan bicara juga tidak dapat membuktiakan sebaliknya).
f. Argumentum Ad Baculum
(berwujud suatu paksaan)
4. Kesesatan Berdasarkan Anggapan yang Tidak Benar
a. Kesesatan Karena Menganggap Bahwa Kebenarnnya telah terbukti
Sering pula disebut sebagi "petition principii" atau "fallacy of begging the question".
Ksesesatan ini terjadi oleh karena tidak memberi bukti yang seharusnya diterangkan dalam proses penalarannya. Pembicara hanya mengulang-ulangi pernyataannya itu dengan kata-kata lain yang sama artinya. Sangatlah disayangkan bahwa dengan demikian itu, ia yakin telah menciptakan kemajuan-kemajuan dalam penalaran.
b. Kesesatan karena sebab yang salah
Tidak jarang kesesatan ini sulit dibedakan dengan kesesatan dalam induksi, yang menyatakan "post hoc propter ohc". Post hoc propter artinya adalah sesuatu memang terjadi setelahnya, tetapi bukanlah sebagai akibatnya.
Kesesatan ini dapat terjadi, karena adanya anggapan, bahwa lebih dari satu peristiwa yang terjadi secara berturut-turut, lalau dianggap mempunyai hubungan sebab akibat.
c. Kesesatan atas dasar konsekuens ataupun atas dasar nonsequitur
Dalam pengertian yang luas, nonesequitur itu bisa diartikan suatu argumen non-selogisme. Suatu kesimpulan yang ditarik, tidak berdasarkan premis-premis, ataupun seandainya dari premis, namun premisnya tidak relevan. Meskipun tidak tertutup kemungkinan bahwa kesimpulan itu benar.
d. Kesesatan berdasarkan pertanyaan yang kompleks
Pengajuan pertanyaan yang kompleks dan bersifat pancingan, sehingga jawabnnya dapat mengandung salah satu pengakuan, atau juga mungkin dua-duanya sebagai pengakuan, yang sebenarnya hal itu tidak dikehendaki oleh yang ditanyai. Hal semacam itu sering kali dilakukan untuk merugikan dirinya dalam suatu pemeriksaan.
5. kegiatan Sologistik
a. Selogisme mensyaratkan bahwa hanya terdiri atas 3 term
b. Hukum ke-2 selogisme adalah bahwa Mid Term tidak masuk ke dalam konklusi
c. Term S dan P dalam konklusi, tidak boleh lebih luas wilayahnya daripada wilayah dalam premis
d. Term antara (Mid Term) itu sekurang-kurangnya 1 kali berwilayah Universal dalam kedua premis.
e. Dari premis afirmatif, tidak dapat begitu saja ditarik konklusi yang negative
f. Bila premis-premisnya sama-sama negative, maka tidak dapat ditarik konklusinya
g. Premisnya itu tidak dimungkinkan bila wilayahnya particular semua
KEMUNGKINAN KESESATAN PERPIKIR INDUKTIF
A. Kesesatan Dalam Pengamatan
1. Pengamatan yang tidak lengkap
Bahwa pengamatan yang telah dilakukan itu tidak lengkap memang besar sekali peluangnya, hal itu sering kali disebabkan karena terbatasnya waktu dan dana. Atau memang sengaja hanya memperhatikan hal-hal tertentu yang relevan saja.
2. Pengamatan yang tidak teliti
Sering kali para ilmuwan menghadapi jalan buntu dalam membenarkan cara kerja induktif yang akan diterapkan dalam ilmu pengetahuan itu.
Ketatnya logika deduktif dipakai oleh Popper untuk memperlihatkan cara kerja ilmu alam yang bentuk perjalanannya secara induktif. Dasarnya sederhana, yang dapat dicontohkan sebagai berikut :
Ada beberapa sebab mengapa pengamatan itu dapat disebut tidak teliti. Sebab-sebab ketidaktelitian itu diidentifikasi sebagai sebab kejiwaan, sebab indrawi, sebab alamiah sebagai obyek pengamatan, dan ditambah dengan pengotoran lapangan.
B. Kesesatan Dalam Penggolongan
1. Penggolongan yang tidak lengkap
2. Penggolongan yang tumpang tindih
3. Penggolongan yang campur aduk
C. Kesesatan Dalam Penentuan Hipotesis
1. Hipotesis yang meragukan
Sebenarnya ada suatu keinginan bahwa di dalam menyusun hipotesis itu, kita memperoleh kebebasan sebesar-sebesarnya, namun bila tidak memperhatikan pedoman yang telah ditentukan, dapat mengakibatkan kekeliruan.
2. Hipotesis yang bertentangan dengan fakta
Hipotesis disusun sesuai dengan apa yang benar-benar terjadi dan bukan spekulasi
D. Kesesatan-kesesatan Dalam Penentuan Sebab
1. Post Hoc Propter Hoc
Arti kalimat di atas itu adalah bahwa sesuatu itu memang terjadi setelahnya, tetapi tidak disebabkan olehnya. Hal itu menunjukkan bahwa tanpa ada panelitian yang cukup, kemudian dengan tergesa-gesa telah mengambil kesimpulan.
Sekalipun cara demikian itu banyak juga dilakukan, tetapi tetap merupakan kesesatan. Bila ada 2 peristiwa atau lebih terjadi secara berturut-turut maka tidak selamanya merupakan "sebab akibat" dan tidak selamanya mesti "memiliki hubungan".
2. Analisis yang tidak cukup Antedennya
Untuk mendukung suatu analisis agar mudah mendapat pengukuhan, haruslah dilakukan dengan menyebutkan anteseden-anteseden secara lengkap dan mereduksi factor-faktor yang tidak relevan. Bila tidak demikian maka kesimpulan yang diambil tidak akan merupakan akibat atau tidak ditarik dari antesedennya.
3. Analisis tanpa perbedaan-perbedaan
Bila membuat analisis tentan perbedaan-perbedaan tetapi justru tidak mengemukakan perbedaan-perbedaannya maka analisisnya tidak sah. Terutama bila menggunakan metode ataupun perbandingan.
4. Keseiringan untuk sementara yang kebetulan
Hal-hal yang terjadi secara seiring kali menimbulkan kesesatan dalam menafsirkan atau dalam usaha untuk memahaminya. Kesesatan ini oleh karena tergoda oleh metode berpikir sebab akibat.
5. Generalisasi yang tergesa-gesa
Kesesatan ini sebenarnya sederhana. Oleh karena hanya merupakan penyimpulan yang berkelebihan dari yang dapat dijamin oleh bukti yang diajukan. Mungkin catatan peristiwa atau faktanya belum tuntas tetapi telah menyusun kesimpulan secara final.
E. Kesesatan Analogi
Kesesatan dalam analogi itu banyak dilakukan oleh suku-suku primitive pada masa-masa silam. Mereka belum mampu membedakan secara tajam barang-barang yang satu dengan yang lainnya. Menurut logikanya, barang-barang yang serupa itu tidak ada satu sama lain.
Kesesatan itu akan tampak bila diterapkan penyusunan analogi tentang sifat-sifat manusia.
F. Kesesatan Dalam Statistik
1. Sampling yang tidak mewakili populasi
Bentuk generalisasi yang sangat tergesa-gesa dalam statistic adalah bentuk kesesatan utama. Kesesatan ini terjadi karena sampling yang diambil tidak mewakili populasi, sehingga generalisasinya juga tidak benar.
2. Penerapan gejala individual yang tidak bersifat umum
Kesesatan ini berwujud salah tafsir statistic yang lazimnya berlaku bagi oran awam.
3. Kepercayaan kepada statistic
Hasil perhitungan statistic merupakan suatu ketelitian dan kecermatan serta mengikuti metode analisis yang telah terbukti dan pasti. Stastik mempergunakan juga istilah-istilah tertentu seperti : mean, penyimpangan, korelasi yang dapat dipercaya dan pasti. Namun demikian statistic itu tidak dapat melepaskan diri dari probalitas dan kadar sebenarnya menunjukkan suatu derajat kemungkinan tertentu.
4. Kesesatan korelasi secara kebetulan
Kesesatan ini dapat terjadi, karena ada gejala korelasi sementara yang penyebabnya persamaan waktu ataupun persamaan kepentingan namun dipercaya sebagi sesuatu yang dianggap mempunyai korelasi riil.
Untuk sampai pada suatu ketepatan bernalar, terdapat rambu-rambu yang sangat perlu diperhatikan, agar tidak terjadi kesesatan.
Kesesatan penalaran dapat terjadi pada siapa saja, bukan karena kesesatan dalam fakta-fakta, tetapi dari bentuk penarikan kesimpulan yang sesat, karena tidak dari premis-premis yang menjadi acuannya.
KEMUNGKINAN KESESATAN BERPIKIR DEDUKTIF
A. Kesesatan Yang Bersifat Semantik atau Ambiguitas (Ambiguity)
Kesesatan-kesesatn Ambiguitas
2. Kesesatan Ekuivoka
Suatu kesesatan karena anggapan bahwa kata-kata selalu dapat dipakai dalam pengertian yang sama sedangkan sebenarnya terdapat ambiguitas.
Kesesatan seperti ini dapat diatasi dengan cara menyusun definisi secara hati-hati.
3. Kesesatan Amfiboli
Amfiboli itu merupakan kesalahan dalam susunan kalimat atau proposisi. Seluruh argument terkena penafsiran ganda. Penafsiran ganda seperti itu menyebabkan ketidak jelasan karena susunan kalimatnya begitu sulit dipahami. Untuk keraguan, sering kali ditempuh jalan dengan membuat pertanyaan terhadap kalimat yang disusun itu.
4. Kesesatan Komposisi
Kesesatan itu mungkin sekali terjadi, bila kata atu sekumpulan kata yang disebut. Term di dalam satu bagian dipandang "secar distributive", dan pada bagian lain term sebagai akibatnya adalah bahwa uraian penjelas yang disusun itu berangkat dari pola piker "masing-masing" atau particular, dipergunakan secar distributive itu berfungsi sebagai proposisi individual. Proposisi individual adalah suatu proposisi yang menyatakan masing-masing anggota suatu golongan dan secara individual.
Sedangkan term "semua" itu dipergunakan secara kolektif apabila dipergunakan untuk menyatakan seluruh ataupun semua anggota golongan secara bersama-sama.
5. Kesesatan dalam Pembagian
Kesesatan ini berkebalikan dari kesesatan komposisi, yang telah dibicarakan di atas.
Hal ini bisa terjadi karena mempergunakan istilah atau pengertian dalam arti kolektif pada sebuah proposisi, dan tetap saja mempergunakannya secara distributive pada premis lain atau dalam suatu konskuens. Hal itu akan membawa akibat bahwa uraian dari "semua" akan menjadi masing-masing atau dari universal ke individual.
Kesesatan ini karena orang menganggap apa yang benar bagi keseluruhan, juga benar bagi setiap orang secara individual. Suatu kebenaran yang berlaku bagi keseluruhan terjadi juga akan benar bagi bagian-bagiannya. Sebaliknya terjadi pula apa yang tidak benar bagi keseluruhan juga dianggap tidak benar bagi bagian-bagiannya.
6. Kesesatan Aksentuasi
Semula berarti bahwa kata-kata yang ambiguitas yaitu pengertiannya akan berbeda, bila aksen ataupun tekanan dalam bicaranya berbeda pula. Sehingga aksen itu yang menyebabkan ambiguitas.
Anak-anak sering mengalami kesulitan dalam hal seperti ini.
Agar ambiguitas itu dapat dihindari, seharusnya diberikan porsi tekanan yang cukup pada waktu pengucapannya, sehingga tidak ada yang luput dari perhatian. Kesalahan terjadi pada pembicaraan verbal.
B. Kesesatan Yang Bersifat Materiil
1. Kesesatan Aksidensia
Aksidensia adalah hal-hal yang ditambahkan ke dalam hal ang substansial (hakikat). Aristoteles dengan teori 10 kategorialnya, mengajarkan tentang 1 substansi dan 9 aksidensia bagi semua yang "ada".
Kesesatan ini biasa terjadi karena orang mengira bahwa apa yagn dianggap benar dalam substansi itu, juga benar dalam aksidensinya atau sifat-sifastnya, maupun keadaan-keadaan yang eksistensinya secara kebetulan (aksidensi). Sedangkan setiap subyek tertenu itu mempunyai cirri-ciri khusus yang telah menjadi kodratnya sejak adanya eksistensi diri dan yang membedakannya dengan subyek lain.
2. Kesesatan sebaliknya tentang aksidensia
Ksesatan terjadi oleh karena kebenaran yang hanya kebetulan (aksidensia), dianggapnya sebagai hal yang kebenarannya substansial.
3. Kesesatan tentang Hal-hal yang Tidak Relevan
Kesesatan tentang hal-hal yang tidak relevan sering kali disengaja guna membangkitkan emosi atau mengalihkan perhatian seseorang ataupun sekelompok orang dari masalah yang dipersoalkan. Hal seperti ini sering dipergunakan untuk memperdayakan lawan bicara. Cara penyajiannya yang sering meyakinkan, tertapi faktanya justru sangat kabur ataupun bukan yang sedang dibahas. Keterpedayaan seseorang atau sekelompok orang itu karena memang sudah tidak tahu lagi bagaimana akan membantah suatu pernyataan.
Kesesatan itu dapat dibedakan atas :
a. Argumentum Ad Hominem
(ditujukan kepada orangnya)
b. Argumentum Ad Populum
(ditujukan kepada masyarakat, guna mempengaruhi pendapat umum)
c. Argumentum Ad Mesericundiam
(belas kasihan)
d. Argumentum Ad Verecundiam
(menggunakan ketenaran seseorang untuk pembenaran argument)
e. Argumentum Ad Ignorantiam
(pembuktian tanpa dasar, tetapi lawan bicara juga tidak dapat membuktiakan sebaliknya).
f. Argumentum Ad Baculum
(berwujud suatu paksaan)
4. Kesesatan Berdasarkan Anggapan yang Tidak Benar
a. Kesesatan Karena Menganggap Bahwa Kebenarnnya telah terbukti
Sering pula disebut sebagi "petition principii" atau "fallacy of begging the question".
Ksesesatan ini terjadi oleh karena tidak memberi bukti yang seharusnya diterangkan dalam proses penalarannya. Pembicara hanya mengulang-ulangi pernyataannya itu dengan kata-kata lain yang sama artinya. Sangatlah disayangkan bahwa dengan demikian itu, ia yakin telah menciptakan kemajuan-kemajuan dalam penalaran.
b. Kesesatan karena sebab yang salah
Tidak jarang kesesatan ini sulit dibedakan dengan kesesatan dalam induksi, yang menyatakan "post hoc propter ohc". Post hoc propter artinya adalah sesuatu memang terjadi setelahnya, tetapi bukanlah sebagai akibatnya.
Kesesatan ini dapat terjadi, karena adanya anggapan, bahwa lebih dari satu peristiwa yang terjadi secara berturut-turut, lalau dianggap mempunyai hubungan sebab akibat.
c. Kesesatan atas dasar konsekuens ataupun atas dasar nonsequitur
Dalam pengertian yang luas, nonesequitur itu bisa diartikan suatu argumen non-selogisme. Suatu kesimpulan yang ditarik, tidak berdasarkan premis-premis, ataupun seandainya dari premis, namun premisnya tidak relevan. Meskipun tidak tertutup kemungkinan bahwa kesimpulan itu benar.
d. Kesesatan berdasarkan pertanyaan yang kompleks
Pengajuan pertanyaan yang kompleks dan bersifat pancingan, sehingga jawabnnya dapat mengandung salah satu pengakuan, atau juga mungkin dua-duanya sebagai pengakuan, yang sebenarnya hal itu tidak dikehendaki oleh yang ditanyai. Hal semacam itu sering kali dilakukan untuk merugikan dirinya dalam suatu pemeriksaan.
5. kegiatan Sologistik
a. Selogisme mensyaratkan bahwa hanya terdiri atas 3 term
b. Hukum ke-2 selogisme adalah bahwa Mid Term tidak masuk ke dalam konklusi
c. Term S dan P dalam konklusi, tidak boleh lebih luas wilayahnya daripada wilayah dalam premis
d. Term antara (Mid Term) itu sekurang-kurangnya 1 kali berwilayah Universal dalam kedua premis.
e. Dari premis afirmatif, tidak dapat begitu saja ditarik konklusi yang negative
f. Bila premis-premisnya sama-sama negative, maka tidak dapat ditarik konklusinya
g. Premisnya itu tidak dimungkinkan bila wilayahnya particular semua
KEMUNGKINAN KESESATAN PERPIKIR INDUKTIF
A. Kesesatan Dalam Pengamatan
1. Pengamatan yang tidak lengkap
Bahwa pengamatan yang telah dilakukan itu tidak lengkap memang besar sekali peluangnya, hal itu sering kali disebabkan karena terbatasnya waktu dan dana. Atau memang sengaja hanya memperhatikan hal-hal tertentu yang relevan saja.
2. Pengamatan yang tidak teliti
Sering kali para ilmuwan menghadapi jalan buntu dalam membenarkan cara kerja induktif yang akan diterapkan dalam ilmu pengetahuan itu.
Ketatnya logika deduktif dipakai oleh Popper untuk memperlihatkan cara kerja ilmu alam yang bentuk perjalanannya secara induktif. Dasarnya sederhana, yang dapat dicontohkan sebagai berikut :
Ada beberapa sebab mengapa pengamatan itu dapat disebut tidak teliti. Sebab-sebab ketidaktelitian itu diidentifikasi sebagai sebab kejiwaan, sebab indrawi, sebab alamiah sebagai obyek pengamatan, dan ditambah dengan pengotoran lapangan.
B. Kesesatan Dalam Penggolongan
1. Penggolongan yang tidak lengkap
2. Penggolongan yang tumpang tindih
3. Penggolongan yang campur aduk
C. Kesesatan Dalam Penentuan Hipotesis
1. Hipotesis yang meragukan
Sebenarnya ada suatu keinginan bahwa di dalam menyusun hipotesis itu, kita memperoleh kebebasan sebesar-sebesarnya, namun bila tidak memperhatikan pedoman yang telah ditentukan, dapat mengakibatkan kekeliruan.
2. Hipotesis yang bertentangan dengan fakta
Hipotesis disusun sesuai dengan apa yang benar-benar terjadi dan bukan spekulasi
D. Kesesatan-kesesatan Dalam Penentuan Sebab
1. Post Hoc Propter Hoc
Arti kalimat di atas itu adalah bahwa sesuatu itu memang terjadi setelahnya, tetapi tidak disebabkan olehnya. Hal itu menunjukkan bahwa tanpa ada panelitian yang cukup, kemudian dengan tergesa-gesa telah mengambil kesimpulan.
Sekalipun cara demikian itu banyak juga dilakukan, tetapi tetap merupakan kesesatan. Bila ada 2 peristiwa atau lebih terjadi secara berturut-turut maka tidak selamanya merupakan "sebab akibat" dan tidak selamanya mesti "memiliki hubungan".
2. Analisis yang tidak cukup Antedennya
Untuk mendukung suatu analisis agar mudah mendapat pengukuhan, haruslah dilakukan dengan menyebutkan anteseden-anteseden secara lengkap dan mereduksi factor-faktor yang tidak relevan. Bila tidak demikian maka kesimpulan yang diambil tidak akan merupakan akibat atau tidak ditarik dari antesedennya.
3. Analisis tanpa perbedaan-perbedaan
Bila membuat analisis tentan perbedaan-perbedaan tetapi justru tidak mengemukakan perbedaan-perbedaannya maka analisisnya tidak sah. Terutama bila menggunakan metode ataupun perbandingan.
4. Keseiringan untuk sementara yang kebetulan
Hal-hal yang terjadi secara seiring kali menimbulkan kesesatan dalam menafsirkan atau dalam usaha untuk memahaminya. Kesesatan ini oleh karena tergoda oleh metode berpikir sebab akibat.
5. Generalisasi yang tergesa-gesa
Kesesatan ini sebenarnya sederhana. Oleh karena hanya merupakan penyimpulan yang berkelebihan dari yang dapat dijamin oleh bukti yang diajukan. Mungkin catatan peristiwa atau faktanya belum tuntas tetapi telah menyusun kesimpulan secara final.
E. Kesesatan Analogi
Kesesatan dalam analogi itu banyak dilakukan oleh suku-suku primitive pada masa-masa silam. Mereka belum mampu membedakan secara tajam barang-barang yang satu dengan yang lainnya. Menurut logikanya, barang-barang yang serupa itu tidak ada satu sama lain.
Kesesatan itu akan tampak bila diterapkan penyusunan analogi tentang sifat-sifat manusia.
F. Kesesatan Dalam Statistik
1. Sampling yang tidak mewakili populasi
Bentuk generalisasi yang sangat tergesa-gesa dalam statistic adalah bentuk kesesatan utama. Kesesatan ini terjadi karena sampling yang diambil tidak mewakili populasi, sehingga generalisasinya juga tidak benar.
2. Penerapan gejala individual yang tidak bersifat umum
Kesesatan ini berwujud salah tafsir statistic yang lazimnya berlaku bagi oran awam.
3. Kepercayaan kepada statistic
Hasil perhitungan statistic merupakan suatu ketelitian dan kecermatan serta mengikuti metode analisis yang telah terbukti dan pasti. Stastik mempergunakan juga istilah-istilah tertentu seperti : mean, penyimpangan, korelasi yang dapat dipercaya dan pasti. Namun demikian statistic itu tidak dapat melepaskan diri dari probalitas dan kadar sebenarnya menunjukkan suatu derajat kemungkinan tertentu.
4. Kesesatan korelasi secara kebetulan
Kesesatan ini dapat terjadi, karena ada gejala korelasi sementara yang penyebabnya persamaan waktu ataupun persamaan kepentingan namun dipercaya sebagi sesuatu yang dianggap mempunyai korelasi riil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar