BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama, di mana agama ini sangat mengatur segala sesuatu baik dalam kehidupan sehari-hari, kapanpun dan dimanapun kita berada. Islam pun mengajarkan apa yang sebaiknya dilakukan dan apa yang sebaiknya tidak dilakukan ketika makan dan minum.
Itulah makna sekilas tentang islam sebagai rahmatan lil Alamin. Karena Islam tidak saja mengatur dan menata hal-hal yang berhubungan dengan ibadah formal, seperti shalat, zakat, puasa, haji, tetapi juga menaruh perhatian terhadap etika seorang muslim dalam melakukan aktifitas dan kegiatan sehari-hari, yang hal itu dapat kita ikuti dan ambil contoh dari sifat dan perilaku nabi Muhammad saw termasuk didalamnya tentang etika pada saat beliau makan dan minum.
Kemungkinan makan dan minum bagi pandangan mereka hanyalah hal yang biasa, sampai mereka memandang sepele terhadap permasalahan ini. Namun mencontohi segala perbuatan Rasulullah saw adalah suatu perbuatan yang sangat positif dan bahkan bernilai Ibadah.
Al-qur’an membahas secara umum tentang persoalan makan dan minum, dan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Makan dan Minum dengan tidak berlebihan ( Israf ), 2 ) Makan dan Minum dengan barang yang baik lagi halal, 3 ) Makan dan Minum dengan tidak membuat kerusakan di bumi. Namun mengenai masalah yang berhubungan langsung dengan etika makan dan minum, nabi sebagai pengemban uswatun hasanah bagi umatnya memberikan tuntunan yang jelas melalui hadits-haditsnya.
- B. Rumusan Masalah
- Bagaimanakah etika Makan dan Minum menurut tinjauan hadits Nabi?
- Apa saja nilai-nilai pendidikan yang bisa kita ambil dari penjelasan hadits tentang etika makan dan minum?
BAB II
PEMBAHASAN
- Hadits-Hadits yang menjelaskan tentang Etika Makan dan Minum
- Memulai dengan Bismillah
عَنْ عُمَرَ بْنِ أَبِي سَلَمَةَ يَقُوْلُ : كُنْتُ غُلاَمًا فِى حَجْرِ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَ كَانَتْ يَدِي تَطِيْشُ فِى الصَّحْفَةِ فَقَالَ لِي رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ : يَا غُلاَمُ سَمّ اللهِ وَ كُلْ بِيِمِيْنِكَ وَ كُلْ مِمَّا يَلِيْكَ فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِي بَعْدُ ( رواه البخاري )
Penulis dapat mengambil intisari makna tarbiyahnya dari hadits tersebut bahwa: Hendaklah anak-anak diajari sedini mungkin untuk senantiasa berdoa sebelum makan, dengan membaca bismillah, sehingga diharapkan anak akan terbiasa memulai melakukan sesuatu pekerjaan dengan selalu melafalkan nama Allah. Sebagaimana nukilan hadits Nabi:
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَالْيَذْكُرِ اسْمَ اللهِ تَعَالَى, فَإْنْ نَسِيَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللِه تَعَالَى فِى أَوَّلِهِ فَلْبَقُلْ بِسْمِ اللهِ فِى أَوَّلِهِ وَ آخِرِهِ ( رواه أبو داود و الترمذي )
“ Apabila kalian Makan, maka hendaklah menyebut nama Allah, dan apabila ia lupa menybut nama Allah pada awalnya, maka hendaklah ia mengucapkan “Bismillahi awwaluhu wa akhiruhu ( HR. Abu Dawud dan Turmidzi )
Namun tentunya membaca basmalahnya janganlah di dalam hati karna petunjuknya kita disuruh melafadzkannya, jadi ya… minimal didengar oleh telinga kita sendiri, namun ada juga yang menyarankan agar diucapkan lebih keras sebagai pengajaran bagi orang lain yang makan disekitar kita (siapa tau aja mereka lupa mengucapkan basmalah). Atau paling tidak sebagai contoh bagi anak-anak kita untuk pembiasaan mereka.
Selanjutnya anak-anak kita diajari untuk senantiasa makan dengan tangan kanan, karena makan dengan tangan kiri, merupakan kebiasaan syaitan yang harus kita tinggalkan. Namun demikian perintah untuk makan dengan tangan kanan tidaklah mutlak dilakukan, bila keberadaan tangan kanan dalam keadaan darurat, tidak berfungsi sebagaimana mestinya diakibatkan sakit, buntung dan udzur.
Adapun etika selanjutnya yang patut untuk kita ketahui dan amalkan, yakni kita patut untuk mengecilkan suapan mulut kita. Setelah itu kita dianjurkan mengunyah makanan dengan baik, kemudian makan dan minumlah dari makanan yang paling dekat dengan posisi kita dan tidak makan dari tengah piring. Hal ini berdasarkan dari hadits yang juga diriwayatkan oleh Muttafaq ‘Alaih. Dimana Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda kepada Umar bin Salamah, “Hai anak muda, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari makanan yang dekat denganmu (maksudnya dari yang pinggir). (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasululllah tidak memulai makan, atau minum, sedang di ruang pertemuannya terdapat orang yang lebih berhak memulainya, karena usia atau karena kelebihan kedudukannya, karena hal tersebut melanggar etika, dan menyebabkan pelakunya dicap rakus. Salah seorang penyair berkata,
Jika tangan-tangan dijulurkan kepada perbekalan,
Maka aku tidak buru-buru mendahului mereka,
sebab orang yang paling rakus ialah
orang yang paling buru-buru terhadap makanan.
Sehingga beliau meminta izin kepada Ibnu Abbas untuk memberi makanan kepada orang-orang tua di sebelah kiri beliau, sebab Ibnu Abbas berada di sebelah kanan beliau, sedang orang-orang tua berada di sebelah kiri beliau. Permintaan izin Rasulullah saw. kepada Ibnu Abbas untuk memberikan makanan kepada orang-orang tua di sebelah kiri beliau itu menunjukkan bahwa orang yang paling berhak terhadap minuman ialah orang yang duduk di sebelah kanan.
- Mencuci Tangan
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا, أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ وَ هُوَ جُنُبٌ تَوَضَّأَ وَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ غَسْلَ يَدَيْهِ ( رواه النسائي )
Dalam hal ini tidak terdapat hadits shahih yang mengatakan bahwa di wajibkan mencuci tangan sebelum makan, namun hanya berstatus hasan. kita dapat mengambil intisari makna tarbiyahnya, adalah bahwa Nabi mengajarkan kepada kita bahwa diperintahkan kepada kita pada saat sebelum makan, agar mencuci tangan terlebih dahulu. Hal ini dipahami bahwa tangan kita merupakan organ tubuh yang paling aktif melakukan sesuatu, sehingga dimungkin segala macam kotaran menempel di telapak tangan kita, dan mungkin saja ada sisa kotoran yang menempel di tangan kita yang akan menyebabkan penyakit bila masuk ke dalam tubuh kita. Olehnya mencuci tangan sebelum makan, bukan saja dinilai sesuai tuntutan rasul, tetapi berdampak kepada kesehatan makanan dan tubuh.
- Makan dan Minum dengan tangan Kanan
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ قَالَ : إِذَا أَكَلَ أَحُدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيِمِيْنِهِ وَ إِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِيْنِهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانِ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَ يَشْرَبُ بِشِمَالِهِ ( رواه النسائي )
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنّ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ قَالَ : لاَ يَأْكُلَنَّ أَحَدُمِنْكُمْ بِشِمَالِهِ وَلاَ يَشْرَبَنَّ بِهَا فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَ يَشْرَبُ بِهَا ( رواه مسلم )
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَيَأْكُلْ أَحَدُكُمْ بِيَمِيْنِهِ وَ لْيَشْرَبْ بِيَمِيْنِهِ وَ لْيَأخُذْ بِيَمِيْنِهِ وَ لْيُعْطِ بِيَمِيْنِهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَ يَشْرَبُ بِشِمَالِهِ وَ يُعْطِى بِشِمَالِهِ وَ يَأْخُذُ بِشِمَالِهِ ( رواه ابن ماجه ) ketiga hadits ini menjelaskan bahwa tidak di anjurkan seorang muslim makan dengan tangan kiri, karena yang makan dengan menggunakan tangan kiri hanya kebiasaan syetan. Dari Jabir bin Aabdillah radhiyallahu 'anhu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "janganlah kalian makan dengan tangan kiri karena syaitan itu juga makan dengan tangan kiri." (HR Muslim no. 2019) dari Umar radhiyallahu 'anhu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika salah seorang diantara kalian hendak makan maka hendaknya makan dengan menggunakan tangan kanan, dan apabila hendak minum maka hendaknya minum juga dengan tangan kanan. Sesungguhnya syaitan itu makan dengan tangan kiri dan juga minum dengan menggunakan tangan kirinya." (HR Muslim no. 2020)
Meskipun hadits-hadits tentang hal ini sangatlah terkenal dan bisa kita katakan orang awam pun mengetahuinya, akan tetapi sangat disayangkan masih ada sebagian kaum muslimin yang bersih kukuh untuk tetap makan dan minum dengan menggunakan tangan kiri. Apabila ada yang mengingatkan, maka dengan ringannya menjawab karena sudah terlanjur jadi kebiasaan yang sulit untuk dihilangkan. Tidak disangsikan lagi bahwa prinsip seperti ini merupakan tipuan syaitan agar manusia jauh dari mengikuti aturan Allah yang Maha Penyayang. Lebih parah lagi jika makan dan minum dengan tangan kiri ini disebabkan faktor kesombongan.
- Larangan Bernafas dalam Bejana
عَنِ اْلحَارِثِ بْنِ رَبْعِيِّ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ: إِذَا شَرِبَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَتَنَفَّسَ فِى اْلإِنَاءِ وَ إِذَا أَتَى اْلخَلاَءَ فَلاَ يَمَسَّ ذَكَرَهُ بِيَمِيْنِهِ وَ لاَ يَتَمَسَّحَ بِيَمِيْنِهِ ( رواه البخاري )
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ: لاَ تَشْرَبُوْا وَاحِدًا كَشُرْبِ اْلبَعِيْرِ وَ لَكِنِ اشْرَبُوْ مَثْنَي وَ ثُلاَثَ وَسَمُّوْا إِذَا أَنْتُمْ شَرِبْتُمْ وَاحْمَدُوْا إِذَا أَنْتُمْ رَفَعْتُمْ ( رواه الترمذي )
Larangan bernafas di dalam bejana. Karena bisa jadi nafas tersebut akan merubah bau bejana. Dan terkadang dahak, hawa kotor dan ingus keluar bersama nafas sehingga dapat mengeluarkan bau yang tidak enak. Larangan ini khusus ketika minum sebagaimana yang disebutkan pada hadits di atas.
Jika ingin bernafas, maka disunnahkan untuk menjauhkan bejana lalu bernafas dan kembali (meletakankan bejana itu ke mulutnya) jika ingin meminumnya lagi, sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits Abu Hurairah. Lalu kepada makna inilah dibawa hadits Anas yang menyebutkan bahwasanya beliau bernafas dibejana.
Oleh karena itu di dalam kitab Fat-hul Baari, al-Hafizh mengkompromikan hadits ini dan hadits Abu Qatadah dengan mengatakan: “… Sepertinya la ingin mengkompromikan hadits bab ini dengan hadits sebelumnya. Sebab, tampaknya kedua hadits tersebut saling bertentangan.”
Hadits pertama dengan jelas melarang bernafas di dalam bejana sementara hadits kedua menetapkan bolehnya bernafas di dalam bejana. Dengan demikian hadits tersebut dapat difahami dengan dua hal:
Pertama: Larangan bernafas di dalam bejana dan hendaknya bernafas itu dilakukan di luar bejana. Secara eksplisit, yang pertama ini menunjukkan sebuah larangan bernafas dalam bejana.
Kedua: Mungkin yang dimaksud adalah bernafas ketika sedang meneguk air dari bejana.
Hal ini diperkuat dengan Hadits Abu Hurairah yang menunjukkan boleh bernafas satu kali ketika minum. Sebab Nabi tidak mengingkari ketika laki-laki itu berkata: “Dahagaku tidak akan lepas jika bernafas hanya sekali.” Bahkan Beliau bersabda yang artinya: “Jika dengan bernafas sekali dahagamu tidak lepas, maka jauhkan bejana itu darimu…”
Selanjutnya redaksi hadit di atas memberikan makna bahwa : Begitu reflektifnya tangan kita, dianjurkan untuk mempergunakan tangan kiri, dikhususkan pada aktifitas yang berhubungan dengan membersihkan alat kelamin, baik pada saat buang air kecil maupun besar. Artinya bahwa tangan kiri kebanyakan digunakan untuk membersihkan kotaran, najis maupun hadats.
- Larangan Meniup Makanan
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ عَنِ النَّفْخِ فِى الطَّعَامِ وَ الشَّرَابِ ( رواه أحمد )
etika makan dan minum tidak lepas dari kajian para ulama yang semuanya bersumber dari Rasulullah saw, yang di antara lain adalah larangan meniup makanan dan minuman. Dari redaksi di atas, dipahami bahwa nabi melarang meniup makanan dan minuman. Konteks larangan meniup dimaksudkan pada saat makanan dan minuman tersebut dalam keadaan panas. Kemungkinan-kemungkinan dilarangnya meniup tersebut, adalah supaya kita diajarkan untuk tidak terburu-buru dalam melaksanakan makan dan minum. Yang sebaliknya untuk di anjurkan menunggu sampai makanan dan minuman tersebut dingin, hangat dan nyaman untuk dikunyah. Sebuah hadits dari Ibnu Abbas, “sesungguhnya Nabi saw melarang untuk mengambil nafas da meniup makanan dan minuman”. (HR. Tirmidzi dan Abu Daud.
- Larangan Minum dari Mulut Bejana
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنِ الشُّرْب فِى فَمِّ اْلقِرَابَةِ أَوِ السِّقَاءِ وَ أَنْ يَمْنَعَ جَارَهُ أَنْ يَغْرِزَ خَشَبَهُ فِى دَارِهِ, ( رواه البخاري )
Dari Redaksi hadits di atas, dapat penulis maknai bahwa, Dilarang minum langsung dari mulut kantung air dan syariat menyebutkan beberapa sebab:
(a). Khawatir akan merubah bau air dan tempatnya sehingga timbul rasa jijik yang akhirnya air tersebut dibuang. Hal ini sebagaimana yang diisyaratkan dalam hadits ‘Aisyah yang berbunyi: “Karena dapat membuatnya bau.”
(b) .Dikhawatirkan ada hewan yang masuk ke dalam tempat minum tersebut, seperti ular sebagaimana yang ditunjukan dalam hadits Abu Hurairah dengan sanad yang marfu’: “Dilarang minum langsung dari mulut kantung air.” Ayyub berkata: “Diceritakan kepada kami bahwa seseorang minum langsung dari kantung air lantas keluar seekor ular dari kantung tersebut.”
(c). Orang yang minum dengan cara seperti ini menjadikan air yang keluar dari mulut kantung air itu terlalu banyak sehingga tercurah melebihi kebutuhannya dan membuatnya tersedak.
Ibnu Hajar Berkata : “Aku tidak pernah melihat adanya hadits-hadits yang bersanad marfu’ menunjukkan bolehnya (minum langsung dari mulut kantung air) kecuali dari perbuatan Nabi sementara hadits yang melarang semuanya berasal dari ucapan Beliau yang tentunya lebih kuat jika kita lihat dari sebab dilarangnya perbuatan tersebut. Semua yang telah disebutkan oleh para ulama tentang sebab, tentunya Rasulullah terpelihara dari hal itu, karena ia seorang yang maksum, berakhlak mulia dan lebih berhati-hati ketika Beliau menuangkan air dan sifat lain yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Menurut kaidah fikih dari keseluruhan perkara ini berada disekitar hukum makruh dan haram. Dan kaidah lebih merajihkan pendapat yang mengatakan haram.” (Dinukil dengan ringkas). Sehingga larangan ini khusus bagi yang minum langsung ke mulut tempat air. Adapun bagi yang menuangkannya ke gelas lalu ia minum tidak termasuk larangan.
Kosa Kata dan artinya
- Hadits tentang Memulai dengan Bismillah
- غُلاَمُ ( Anak )
- سَمّ اللهِ ( Perintah Mengucapkan Basmalah )
- بِيِمِيْنِكَ ( Tangan kananmu )
- يَلِيْكَ ( Yang ada disekitarmu )
- طِعْمَتِي ( Makanan )
- Hadits Mencuci Tangan
- يَنَامَ ( Tidur )
- جُنُبٌ ( Keluar air maninya/ junub )
- تَوَضَّأَ ( Berwudhu’ )
- يَأْكُلَ ( Makan )
- غَسْلَ ( Mencuci )
- يَدَيْهِ ( Tangannya )
- Makan dan Minum dengan tangan Kanan
- أَكَلَ ( Makan ) – شَرِبَ ( Minum )
- فَلْيَأْكُلْ ( Maka Makanlah ) – فَلْيَشْرَبْ ( Maka Minumlah )
- بِيِمِيْنِهِ ( dengan tangan Kananya ) – بِشِمَالِهِ ( dengan tangan Karinya )
- أَحُدُكُمْ ( Salah seorang di antara kalian )
- لَيَأْكُلْ ( Hendaklah Makan )
- لْيَشْرَبْ (Hendaklah Minum)
- لْيَأخُذْ (Hendaklah Mengambil)
- لْيَأخُذْ (Hendaklah Memberi)
- Hadits Larangan Bernafas dalam Bejana
- يَتَنَفَّسَ ( Bernafas )
- اْلإِنَاءِ (Bejana)
- أَتَى اْلخَلاَءَ ( Pergi Ke Kamar Kecil / Buang Air )
- يَمَسَّ ( Menyentuh )
- يَتَمَسَّحَ ( Mengusap )
- اْلبَعِيْرِ ( Unta )
- Larangan Meniup Makanan
- نَهَى ( Melarang )
- النَّفْخِ (Meniup)
- الطَّعَامِ وَ الشَّرَابِ (Makanan dan Minuman)
- Larangan Minum dari Mulut Bejana
- فَمِّ اْلقِرَابَةِ ( Mulut Bejana/ ceret /Teko )
- السِّقَاءِ ( Mulut Guci )
- يَمْنَعَ ( Melarang )
- يَغْرِزَ ( Menyadarkan )
- خَشَبَهُ ( Kayu )
- دَارِهِ ( Rumahnya )
b. Beberapa Kandungan pendidikan ( Tarbawi ) terhadap Hadits Etika Makan dan Minum
Persoalan makan dan minum, tentu bukanlah masalah yang sepeleh. Karena mengabaikan masalah ini, bisa mengkibatkan tubuh manusia dialiri oleh darah dan daging yang tidak baik. Olehnya baik al-Quran maupun hadits banyak menyentil masalah ini, sampai kepada etika atau adab bagaimana seharusnya makan dan minum sehingga, apa yang dimakannya tidak saja, baik, halal, bergizi, namun juga sesuai dengan tuntunan nabi Muhammad saw.
Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat kita ambil beberapa poin penting yang dapat kita pelajari dan praktekkan dalam kehidupan kita sehari-hari, antara lain:
- seseorang yang melakukan sesuatu yang memulainya dengan ucapan “BASMALLA” senantiasa mendapat berkah dan perlindungan dari Allah swt terhadapnya.
- Seseorang yang memegang makanan dalam keadaan tangan yang bersih, niscaya akan terhindar dari penyakit yang tidak kita inginkan.
- melakukan sesuatu dengan mendahulukan yang kanan, lebih khususnya dalam melakukan kegiatan makan dan minum dengan menggunakan tangan kanan, dapat membedakan tata cara hidup kita sebagai manusia dan tata cara iblis dalam melakukan sesuatu.
BAB III
PENUTUP
kesimpulan
Dari penbahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa kita hidup di dunia ini semata-mata hanya untuk beribadah kepada Allah swt. Dan segala sesuatu dimuka bumi ini di atur oleh Al-qur’an dan Al-hadits. Maka dari itu apa yang telah di perintahkan kepada kita hendaklah kita melakukannya dan apa-apa saja yang dilarang maka jauhila. Hal-hal tersebut dengan tujuan agar kita terhindar dari kesesatan. penjelasan dari redaksi hadits-hadits di atas sangatlah jelas dan dengan penjelasan tersebut kita dapat mengetahui apa yang bisa kita lakukan dan apa yang bisa kita tinggalkan.
Di antara etika lain yang perlu kita contohi dari Rasulullah adalah : Hendaknya kita jangan minum dengan berdiri karna hal ini dilarang, Selanjutnya sebaiknya kita ketika makan dan minum mendahulukan orang yang paling tua, kemudian kepada orang yang disebelah kanan kita dan seterusnya, dan kita menjadi orang yang terakhir kali. Pesan Rasulullah terhadap kaumnya juga, dimana dia berkata “makanlah setelah engkau lapar dan berhentilah makan sebelum kenyang.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hilali, Syaikh Salim bin Ied Ensiklopedi Larangan Menurut al-Quran dan as-Sunnah, Surabaya : Pustaka Imam as-Syafi’I, 2008
Al-Jazairi, Abu Bakr Jabir Etika makan dan Minum, http://alislamu.com/index.php?option=com_content&task=view&id=162&Itemid=5. Diakses, 20 Maret 2010
Departemen Agama R.I, AlQuran Tajwid dan Terjemahannya, (Jakarta: Magfirah Pustaka, 2006 )
Manshurah, Taifah, Etika Makan dan Minum http://puremoslem.blogspot.com/2010/02/etika-makan-dan-minum-2.html. Diakses 20 Maret 2010.
Ulwan, Abdullah Nashih, Tarbiyatul Awlad fi al-Islam ( Jakarta : Pustaka Amani, 1999 )
Q.S : Al-A’raf : 31. يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” Departemen Agama R.I, AlQuran Tajwid dan Terjemahannya, (Jakarta: Magfirah Pustaka, 2006), h. 154
Q.S : Al-Maidah : 88 وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمْ اللَّهُ حَلالاً طَيِّباً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ “….Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya). Ibid., h. 154
Q.S : Al-Baqarah : 60وَاشْرَبُوا مِنْ رِزْقِ اللَّهِ وَلا تَعْثَوْا فِي الأَرْضِ مُفْسِدِينَ ….Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan. Ibid., h. 122.
Abu Bakr Jabir al-Jazairi, Etika makan dan Minum, http://alislamu.com/index.php?option=com_content&task=view&id=162&Itemid=5. Diakses, 20 Maret 2010
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan anak dalam Islam, ( Jakarta : Pustaka Amani, 1999), h. 538
Taifah Manshurah,Etika Makan dan Minum,http://puremoslem.blogspot.com/2010/02/etika-makan-dan-minum-2.html. Diakses 20 Maret 2010.
Syaikh Salim bin Ied al-Hilali, Ensiklopedi Larangan Menurut al-Quran dan as-Sunnah, Surabaya : Pustaka Imam as-Syafi’I, 2008 ) h. 192
Ibid., h. 167
Tidak ada komentar:
Posting Komentar