STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Rabu, 06 Juli 2011

MENDESAIN PEMBELAJARAN BERDASARKAN KOMPETENSI

A. Kemampuan guru dalam mendesain pembelajaran

Kemampuan adalah merujuk pada kinerja seseorang dalam suatu pekerjaan yang bisa dilihat dari pikiran, sikap, dan perilakunya. lebih lanjut Spencer and Spencer membagi lima karakteristik kompetensi sebagai berikut.

1.Motif
Motif adalah sesuatu yang orang pikirkan dan inginkan yang menyebabkan sesuatu. Contohnya, orang yang termotivasi dengan prestasi akan mengatasi segala hambatan untuk mencapai tujuan dan bertanggungjawab melaksanakannya.

2.Sifat
Sifat adalah karakteristik fisik tanggapan konsisten terhadap situasi atau informasi. Contoh penglihatan yang baik adalah kompetensi sifat fisik bagi seorang pilot. Begitu halnya dengan control diri emosional dan inisiatif adalah lebih kompleks dalam merespon situasi secara konsisten.

3.Konsep diri

Konsep diri adalah sikap, nilai dan image diri seseorang. Contoh, kepercayaan diri. Kepercayaan atau keyakinan seseorang agar dia menjadi efektif dalam semua situasi adalah bagian dari konsep diri.

4.Pengetahuan

Pengetahuan adalah informasi yang seseorang miliki bidang tertentu. Contoh, pengetahuan ahli bedah terhadap urat syaraf dalam tubuh manusia.

5.Keterampilan

Keterampilan adalah kemampuan untuk melakukan tugas–tugas yang berkaitan dengan fisik dan mental. Contoh kemampuan fisik adalah keterampilan programmer computer untuk menyusun data secara beraturan.

Kemampuan berpikir secara analitis dan konseptual adalah berkaitan dengan kemampuan mental atau kognitif seseorang. Mereka juga mengkategorikan kompetensi kedalam dua bagian, yaitu Threshold competences dan differentiating competence. Threshold competences adalah karakteristik esensial (biasanya pengetahuan atau kemampuan dasar, seperti kemampuan membaca) yang seseorang butuhkan untuk menjadi efektif dalam suatu pekerjaan, tetapi bukan untuk membedakan pelaku superior dari yang rata-rata.

Perbedaan pokok antara profesi guru dengan profesi lainnya adalah terletak pada tugas dan tanggungjawabnya. Tugas dan tanggung jawab tersebut erat kaitannya dengan kemampuan yang disyaratkan untuk memangku profesi tersebut. Kemampuan dasar tersebut tidak lain adalah kompetensi guru. Kompetensi guru merupakan gambaran hakikat kualitatif dari prilaku guru atau tenaga kependidikan yang tampak sangat berarti. Prilaku disini merujuk bukan hanya pada prilaku nyata, tetapi juga meliputi hal–hal yang tidak tampak. Barlow mengemukakan bahwa kemampuan guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajibannya secara bertanggungjawab dan layak. 

Dengan demikian, kemampuan guru merupakan kapasitas internal yang dimiliki guru dalam melaksanakan tugas profesinya. Tugas professional guru bisa diukur dari seberapa jauh guru mendorong proses pelaksanaan pembelajaran yang efektif dan efisien.

Cooper, dalam Sudjana, mengemukakan empat kompetensi guru yakni (a) mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkahlaku manusia, (b) mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya, (c) mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat, dan bidang studi yang dibinanya, (d) mempunyai keterampilan teknik mengajar.

Ada empat yang harus dikuasai guru, yakni (a) menguasai bahan pelajaran, (b) kemampuan mendiagnosis tingkahlaku siswa, (c) kemampuan melaksanakan proses pengajaran, dan (d) kemampuan mengukur hasil belajar siswa. Sementara Nana Sudjana telah membagi kompetensi guru dalam tiga bagian, yaitu sebagai berikut;
  1. Kompetensi bidang kognitif, artinya kemampuan intelektual seperti penguasaan mata pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan tentang belajar dan tingkahlaku individu, pengetahuan tentang bimbingan penyuluhan, pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar siswa dan pengetahuan tentang bimbingan penyuluhan, pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar siswa dan pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan umum lainnya.
  2. Kompetensi bidang sikap artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal berkenaan dengan tugas dan profesinya. misalnya, sikap menghargai pekerjaannya, mencintai dan memiliki perasaan senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap toleransi terhadap sesama teman profesinya dan memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaannya.
  3. Kompetensi prilaku / performance artinya kemampuan guru dalam berbagai keterampilan / berprilaku seperti keterampilan mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat Bantu pengajaran, bergaul atau berkomunikasi dengan siswa, keterampilan menumbuhkan semangat belajar para siswa, keterampilan menyusun persiapan/perencanaan mengajar, keterampilan melaksanakan administrasi kelas dan lain-lain.
George J. Mouly mengatakan bahwa ketiga bidang tersebut (kognitif, sikap dan perilaku) mempunyai hubungan hierarkis. Artinya, saling mendasari satu sama lain. Kompetensi yang satu mendasari kompetensi lainnya.

Menurut Crow and Crow kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran meliputi:
  1. Penguasaan subjek-matter yang akan diajarkan.
  2. Keadaan fisik dan kesehatannya .
  3. Sifat–sifat pribadi dan control emosinya.
  4. Memahami sifat–sifat dan perkembangan manusia.
  5. Pengetahuan dan kemampuannya untuk menerapkan prinsip–prinsip belajar.
  6. Kepekan dan aspirasinya terhadap perbedaan kebudayaan, agama dan etnis.
  7. Minatnya terhadap perbaikan professional dan pengayaan cultural yang terus–menerus dilakukan.
1. Pentingnya Desain Pembelajaran

Proses pengajaran merupakan suatu proses yang sistematis, yang tiap komponennya sangat menentukan keberhasilan belajar anak didik. Proses belajar itu saling berkaitan dan bekerjasama untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya.

Menurut Mudhafir (1990), system dapat diartikan sebagi satu kesatuan unsure-unsur yang saling berintegrasi dan berinteraksi secara fungsional yang memproses masukan menjadi keluaran. Sedangkan cirri-cirinya antara lain: (a) ada tujuan yang ingin dicapai, (b) ada fungsi-fungsi untuk mencapai tujuan, (c) ada komponen yang melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, (d) ada interaksi antar komponen, (e) ada penggabungan yang menimbulkan jalinan keterpaduan, (f) ada proses transformasi, (g) ada proses balikan untuk perbaikan, dan (h) ada daerah batasan dan lingkungan. Lebih jauh Atwi Suparman (1991) memberikan makna terhadap system yang berarti benda, peristiwa, kejadian atau cara yang terorganisasi yang terdiri dari bagiab-bagian yang lebih kecil dan seluruh bagian secara bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan tertentu.

Sistem pengajaran pada mata pelajaran tertentu, damana tujuan system disina adalah untuk menimbulkan belajar atau learning yang komponen-komponen belajarnnya, yaitu anak didik (siswa), pendidik, instruktur, guru, materi pengajaran, dan lingkungan pengajaran.

Agar proses pengajaran tertentu ini dapat terlaksana dengan baik, maka salah satu yang dibenahi adalah perbaikan kualitas tenaga pengajarnya.

2. Pengertian Desain Pembelajaran

Cunningham misalnya mengemukakan bahwa perencanaan itu ialah menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta, imajinasi, dan asumsi untuk masa yang akan datang dengan tujuan memvisualisasi dan memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan, dan prilaku dalam batas-batas yang diterima yang akan digunakan dalam penyelesaian.

Perencanaan adalah hubungan antara apa yang ada sekarang (what is) dengan bagaimana seharusnya (what should be) yang bertalian dengan kebutuhan, penentuan tujuan, prioritas, program, dan alokasi sumber. Bagai mana seharusnya mengacu pada masa yang akan datang.

Sementara itu definisi yang lain tentang perencanaan dirumuskan sangat pendek, yaitu perencanaan adalah suatu cara untuk mengantisifasi dan menyeimbangkan perubahan. Makna perencanaan disini adalah usaha mengubah organisasi agar sejalan dengan perubahan lingkungannya.

Ketiga definisi yang telah dikemukakan di atas memperlihatkan rumusan dan tekanan yang berbeda. Yang satu mencari wujud yang akan datang serta usaha untuk mencapainya, yang lain menghilangkan kesenjangan antara keadaan sekarang dan keadaan masa mendatang, dan yang satu lagi mengubah keadaan agar sejalan dengan keadaan lingkungan yang juga berubah. Meskipun demikian pada hakikatnya ketiganya adalah bermakna sama, yaitu sama-sama ingin mencari dan mencapai wujud yang akan datang, tetapi yang pertama dan yang kedua tidak dinyatakan secara eksplisit bahwa wujud yang dicari itu akibat terjadinya peubahan, termasuk dalam perubahan cita-cita.

Berdasarkan rumusan diatas, maka dapat dibuat suatu rumusan baru tentang apa itu perencanaan, yakni suatu cara yang memuaskan untuk membuat suatu kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisifatip guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

B. Perencanaan Pembelajaran

Pembelajaran atau pengajaran menurut Degeng adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam pengertian ini secara implicit dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi pembelajaran yang ada. Kegiatan-kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan pembelajaran yang telah disusun sebelumnya (Uno, Hamza: 1998).

Dasar Perlunya Perencanaan Pembelajaran

Perlunya perencanaan pembelajaran sebagaimana disebutkan di atas, dimaksudkan agar dapat dicapai perbaikan pembelajaran. Upaya perbaikan pembelajaran ini dilakukan dengan asumsi sebagai berikut. Untuk memperbaiki kualitas pembelajaran perlu diawali dengan perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan adanya desain pembelajaran.
  1. Parbaikan Kualitas Pembelajaran.
  2. Pembelajaran yang dirancang dengan system.
  3. Desain pembelajaran yang mengacu pada bagimana seseorang belajar.
  4. Desain pembelajaran diacukan pada siswa perorangan.
  5. Desain pembelajaran harus diacuhkan pada tujuan.
  6. Desain pembelajaran diarahkan pada kemudahan belajar.
  7. Desain pembelajaran melibatkan variable pembelajaran.
  8. Desain pembelajaran penetapan metode untuk mencapai tujuan.
C. Langkah-langkah mandesain pembelajaran

Berbagai model dapat dikembangkan dalam mengorganisasi pengajaran. Salah satu diantaranya adalah model Dick and Carey (1985) dengan langkah-lanhkah sebagai berikut: (1) mengindentifikasi tujuan umum pengajaran, (2) melaksanakan analisis pengajaran, (3) mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa, (4) merumuskan tujuan performansi, (5) mengembangkan butir-butir tes acuan patokan, (6) mengembangkan strategi pengajaran, (7) mengembangkan dan memilih material pengajaran, (8) mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif, (9) merevisi bahan pembelajaran, dan (10) mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif.

Peranan Guru

Dimuka telah dikemukakan bahwa ada berbagai bentuk (tipe) diskusi dengan bermacam-macam tujuan. Sehubungan dengan itu maka peranan guru juga tidak sama (dapat bermacam-macam) dalam diskusi yanjg berbeda-beda itu. Beberapa peranan guru dalam diskusi antara lain ialah :

1. Guru sebagai ahli (expert)

Dalam diskusi yang hendak (belajar) memecahkan masalah maka guru dapat bertindak (berperan) sebagai seorang ahli yang mengetahui lebih banyak mengenai baerbagai hal daripada siswanya. Disini guru dapat memberi tahu, menjawab, pertanyaan atau mengkaji (menilai) segala sesuatu yang sedang didiskusikan oleh para siswa. Sesuai dengan tugas “utamanya” disini guru sebagai “agent of instruction”.

2. Guru sebagai “pengawas”

Agar diskusi dari masing-masing kelompok kecil berjalan lancar dan benar dan mencapai tujuannya, disamping sebagai sumber informasi, maka gurupun harus bertindak sebagai pengawas dan penilai di dalam proses belajar mengajar lewat formasi diskusi ini. Dalam fonasi diskusi ini guru menentukan tujuannya dan prosedur untuk mencapainya.

3. Guru sebagai “penghubung kemasyarakatan”

Tujuan yang telah ditetapkan oleh guru untuk didiskusikan para siswa, meski bagaimanapun dicoba dikhususkan, masih juga mempunyai sangkut paut yang luas dengan hal-hal lain dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini guru dapat memperjelasnya dan menunjukan jalan-jalan pemecahannya sesuai dngan criteria yang ada dan hidup dalam masyarakat. Peranan guru disini adalah sebagai “socializing agent”.

4. Guru sebagai “pendorong” (facilitator)

Terutama bagi siswa-siswa yang belum cukup mampu untuk mencerna pengetahuan dan pendapat orang lain mampu merumuskan. Serta mengeluarkan pendapatnya sendiri, maka agar formasi diskusi dapat diselenggarakan dengan baik, guru masih perlu membantu dan mendorong tiap (anggota) kelompok untuk menciptakan dan mengembangkan kreatifitas setiap siswa seoptimal mungkin.

Filosof eksistensialis, Heidegger menggunakan metode fenomenologi bagi analisis dan deskripsi eksistensi manusia. Menurut metode ini,filsafat adalah ontology fenomenal. Subyek kajian filasafat ontology itu ada dan metode yang dijelaskan untuk menerangkan maksud ini disebut metode fenomenologi. Orang yang mencoba menerangkan metode ini dapat mengabaikan semua struktur epistimologi dan logika yang merugikan dan mencoba menggambarkan fenomena sebagaimana adanya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa seorang pendidik akan membebaskan dirinya sendiri dari semua pikiran yang ditetapkan sebelumnya dan menjelaskan serta menggambarkan fenomena terhadap muridnya, hanya sebagai mana hal ini terjadi, dengan maksud mengadili. Dalam suatu cara pendidik tersebut dapat menempatkan fenomena mengatakan pada mereka hanya seungkapan saja.

Seorang pengajar dapat mengajar dengan cermat tetapi kalau tidak bertolak dari tujuan tertentu, pelajaran yang ia berikan pasti tidak akan banyak berguna. Seharusnya sebelum memulai mengajar ia memikirkan lebih dulu apa yang hendak ia capai. Ia harus memperhitungkan taraf kemampuan berfikir murid, apa saja yang dapat diajarkan kepada mereka, dan apa saja yang masuh terlalu sulit bagi mereka. Semuanya itu memegang peranan penting dalam pemilihan bahan pelajaran. Namun kita tidak boleh hanya memperhatikan masalah-masalah itu saja. Harus dipikirkan pula, sejauh mana taraf inteligensi murid banyak memegang peranan.

Peranan (role) guru artinya keseluruhan tingkahlaku yang harus dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru (Surya, 1997:108). Guru mempunyai peranan yang amat luas, baik di sekolah, keluarga, dan di dalam masyarakat. Di dalam sekolah guru sebagai perancang atau perencana, pengelola pengajaran dan pengelola hasil pembelajaran siswa. Peranan guru di sekolah ditentukan kedudukannya sebagai orang dewasa, sebagai pengajar dan pendidik serta sebagai pegawai. Yang paling utama adalah kedudukannya sebagai pengajar atau pendidik, yakni sebagai guru. Berdasakan kedudukannya sebagai guru, ia harus menunjukan prilakunya yang layak (bisa dijadikan teladan oleh siswanya).

Di dalam keluarga, guru berperan sebagai family educator. Sedangkan di tengah-tengah masyarakat, guru berperan sebagai social developer (Pembina masyarakat), social motivator (pendorong masyarakat), social innovator (penemu masyarakat), dan sebagai social agent (agen masyarakat). Guru yang baik dan efektif adalah guru yang dapat memainkan peranan-peranan diatas secara baik (Surya, 1997: 109). Guru harus senantiasa sadar akan kedudukannya selama 24 jam.

Konsep Guru menurut Ibnu Sinna

Konsep guru yang ditawarkan Ibnu Sinna antara lain berkisar tentang guru yang baik. Dalam hubungan ini Ibnu Sinna mengatakan bahwa guru yang baik adalah guru yang berakal cerdas, beragama, mengetahui cara mendidik akhlak, cakap dalam mendidik anak, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok, tidak bermuka masam, sopan santun, bersih, dan suci murni.

Lebih lanjut Ibnu Sinna menambahkan bahwa seorang guru itu sebaiknya dari kaum pria yang terhormat, dan menonjol budi pekertinya, cerdas, teliti, sabar, telaten dalam membimbing anak-anak, dail, hemat dalam penggunaan waktu, gemar bergaul dengan anak-anak, tidak keras hati dan senantiasa menghiasi diri. Selain itu guru juga harus mengutamakan kepentingan umat dari pada kepentingan diri sendiri, menjauhkan diri dari meniru sifat, raja dan orang-orang yang berakhlak rendah, mengetahui etika dalam majelisilmu, sopan dan santun dalam berdebat, berdiskusi dan bergaul.

Jika diamati secara seksama, tampak bahwa potret guru yang dikehendaki Ibnu Sinna adalah yang lebih lengkap dari potret yang dikemukakan para ahli sebelumnya. Dalam pendapatnya itu, Ibnu Sinna selain menekankan unsur kopetensi atau kecakapan dalam mengajar juga berkepribadian yang baik. Dengan kompetensi itu, seorang guru akan dapat mencerdaskan anak didiknya dengan berbagai macam pengetahuan yang diajarkannya, dan dengan akhlak ia akan dapat membina mental dan akhlak anak.

Guru seperti itu, tampaknya diangkat dari sifat dan kepribadian Ibnu Sinna sendiri, yang selain memiliki kompetensi akhlak yang baik, juga memiliki kecerdasan dan keluasan ilmu. Sebagimana telah di uraikan dari riwayat hidup Ibnu Sinna terdahulu.

Para Pengajar (Guru)

Menurut Al-Djahir, guru itu ada dua macam :
  1. Mereka yang diangkat dari pengajar orang awam menjadi pengajar anak-anak khusus.
  2. Mereka yang diangkat dari pengajar anak-anak khusus menjadi pengajar putra-putra raja / khalifa yang di calonkan menjadi khalifah (raja).
Mengenai guru-guru al-kuttab yang di cemooh sebagai orang yang pander, tolol, maka dapat kita katakan bahwa sangkaan yang buruk demikian itu tidaklah semestinya. Bagaimana kita bisa mengatakan bahwa guru-guru yang brilian seperti Ali Bin HamzaAl-Kissai, Mohammad Al-Mostamir (dianggap sebagi orang-orang yang pandir). Begitu pula mereka orang-orang yang baik-baik dapat dikatakan tolol (bodoh), Bengal, olok-olokan, terhadap mereka adalah tidak pantas, juga tidak boleh merendahkan golongnan dibawah mereka. Jika dikatakan bahwa para guru yang mengajar anak-anaknya hidup dalam kondisi ekonomi yang pahit dan berada dalam status yang hina dina, maka anggapan demikian secara logis tidak dapat di benarkan, bertentangan dengan logika yang sehat, karena pekerjaan guru yang mengajar anak-anak merupakan pekerjaan yang paling dimuliakan.

Al-Ghazali dalam bukunya Fatihatul Ulum dan Ihyaa’ Ulumudin. Beliau telah menghususkan guru dengan sifat-sifat kesucian dan kehormatan dan menempatkan guru langsung sesudah kedudukan para nabi. Rsulullah S.A.W. bersabda:

Artinya:
“Tinta para ulama lebih baik dari pada darah para syuhada”

Guru adalah spiritual father seorang (bapak rohani) bagi murid. Dialah yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu pendidikan akhlak dan membenarkannya. Menghormati guru berarti penghormatan terhadap anak-anak kita. Dengan guru itulah, mereka hidup dan berkembang jika setiap guru menunaikan tugasnya dengan sebaiknya. Abu Darda melukiskan pula mengenai guru dan murid bahwa keduanya adalah berteman dalam kebaikan, dan tanpa keduanya tidak akan ada kebaikan.

1. Sifat yang harus dimiliki oleh guru dalam pendidikan islam
  1. Zuhud tidak mengutamakan materi dan mengajar dikarenakan mencari keindahan Allah semata.
  2. Kebersihan guru.
  3. Seorang guru harus bersih tubuhnya, jauh dari dosa dan kesalahan, bersih jiwa, terhindar dari dosa besar, sifat riya, dengki, permusuhan, perselisihan dan lain-lain sifat tercela.
  4. Ikhlas dalam pekerjaan.
  5. Pemaaf.
  6. Seorang guru merupakan seorang bapak sebelum ia seoarang guru.
  7. Harus mengetahuui tabiat murid.
  8. Harus menguasai mata pelajaran.
2. Guru khusus atau muadib

Muadib atau guru khusus ialah seorang yang memberikan pelajaran khusus kepada seorang atau lebih seorang anak pembesar, pemimpin Negara atau khalifah. Wasiat khalifah Abdul Malik Bin Marwan kepada guru-guru anak-anaknya agar kita dapat mengetahui tujuan yang hendak dicapainya dengan mendidik anaknya, yaitu “ajarlah mereka berkata benar, sebagai mana mereka diajarkan oleh Al-qur’an. Hindarilah anak-anak itu dari hubungan dengan orang-orang yang tak baik karena mereka adalah orang-orang yang kurang sekali taqwanya dan kurang sopan santunnya. Hindarkan mereka dari pembantu dan para pelayan karena hal itu akan merusak mereka. Berilah mereka makan daging karena dapat menguatkan fisik. Ajarilah mereka sajak-sajak agar mereka menjadi orang yang mulia dan suka memberi pertolongan. Surulah mereka bersuci dan ajaril;ah mereka menghiruyp air ketika mereka minum dan jangan mencoroknya. Apabila hendak memberikan teguran kepada mereka, tegurlah secara sembunyi dan tidak di ketahui orang lain yang suka menyebarkan hal-hal yang kurang baik karena si anak ini akan merasa terhina.

Abdul Malik menasehatkan kepada guru tersebut supaya membiasakan anaknya berkata benar, memperhatikan segi-segi akhlak, seperti menghafal dan mengerti isi Al-Qur’an, menghindarkan anaknya dari orang-orang yang bejat moral sehingga si anak tiidak bercerita dengan perkataan kotordan perkataan tercela, dan jangan meniru orang-orang yang kurang saleh dan bertinhkah laku kurang baik.

Ummar Bin Utbah barkata kepada guru anaknya sebagi berikut:
"Hendaklah perbaikan pertama-tama yang engkau lakukan kepada anak saya dilakukan dengan perbaikan dirimu, mata mereka akan tertuju kepadamu yang mereka anggap jelek ialah yang engkau tinggalkan, ajarilah mereka kitab Allah dan jangan mereka dibuat bosan sebab kalau bosan mereka akan meninggalkannya. Jangan pula mereka dibiarkan tidak mempelajari qur’an sebab mereka tidak akan suka lagi mempelajarinya. Riwayatkanlah kepada mereka hadist-hadist yang terbaik dan syair yang bagus. Janganlah mengajarkan pengetahuan yang terlalu tertumpuh karena akan menyukarkan pengertian. Ajarkanlah kepada mereka pendapat para hukuma dan hindarkanlah mereka dari berbicara dengan wanita. Janganlah engkau mengharap maaf dariku kalau gagal karena aku percaya penuh atas kesanggupanmu."
Menurut riwayat lain “ ajarkanlah kepada mereka para hukma, orang-orang pintar, akhlak orang-orang yang memiliki sopan santun, hendaklah engkau dihadapan anak-anak itu sebagai seorang dokter yang tidak akan cepat-cepat memberikan obat, kecuali setelah tahu penyakitnya”.

Dengan demikian Umar Bin Utbah telah menasehatkan kepada guru anaknya supaya sang guru itu memperbaiki dirinya terlebihdahulu supaya dapat menjadi contoh yang baik bagi mereka. Guru dalam pandangan mereka adalah contoh terbaik yang menjadi tumppuan mata. Mereka akan saling menceritakan apa yang di ucapkan guru, dan begitu pula sebaliknya.

Dari analisa tentang apa yang di buat agar supaya berjaya memelihara kebolehan kreatif murud, torance (1966), Drewes (1963), dan Smith (1966) bersetuju kepada sekurang-kurangnya tiga prinsip atau cara yang dapat digunakan oleh guru yang ingin mengajar kanak-kanak agar supaya lebir bersifat kreatif:
  • Mengakui dan mengingkrit potensi-potensi kreatif
  • Menghormati pertanyaan dan ide-ide mereka
  • Mempersoalkan mereka dengan permasalahan-permasalahan yang bebrsifat protokreatif untuk menimbulkan sifat ingin tahu (curiosity)dan khayal (imagination).
Dalam kegiatan belajar mengajar yang berlangsung telah terjadi interaksiyang bertujuan guru dan anak didik yang menggerakannya. Interaksi yang bertujuan itu disebabkan gurunya yang memarainya dengan menentukan dengan lingkungan yang edukatif demi kepentingan anak didik dalam belajar.

Ketika kegiatan belajar mengajar itu berproses guru harus dengan ikhlas dalam bersikap dan berbuat, serta harus mau memahami anak didiknya dengan segala konsekwensinya. Semua kendala yang terjadi dan dapat menjadi penghambat jalannya proses belajar mengajar, baik baik dari yang berpangkal dari prilaku anak didik maupun yang bersumber dari luardiri anak didik, harus guru hilangkan dan sukar membiarkannya. Dalam mengajar guru harus pandai menggunakan pendekatan secara aktiif dan bijaksana.

a. Pendekatan individu

Pendekatan individu anak didik tersebut memberikan kawasan kepada guru bahwa strategi pengajaran harus memperhatikan perbedaan anak didikpada aspek individual, guru harus melakukan pendekatan individu dalam strategi belajar mengajarnya.

b. Pendekatan kelompok

Pendekatan kelompok memang sewaktu-waktu diperlukan dan dipergunakan untuk membina dan mengembangkan sikap sosial anak didik. Dengan pendekatan kelompok diharapkan dapat ditumbuh kembangkan rasa sosial yang tinggi pada diri setiap anak didik. Mereka dibina untuk mengendalikan rasa egois diri masing-masing anak didik, sehingga terbina sikap kesetia kawanan sosial di kelas. Anak didik dibiasakan bekerja sama dalam kelmpok yang menyadari bahwa dirinya ada kekurangan dan kelebihan.

c. Pendekatan berfariasi

Pendidikan berfariasi bertolak dari konsepsi bahwa permasalahan yang dihadapi oleh setiap anak didik dalam belajar bermacam-macam kasus yang sering muncul dalam pengajaran dengan berbagai motif, sehingga diperlukan fariasi teknik permasalahan untuk setiap kasus.

d. Pendekatan pembiasaan

Pembiasan adalah alat pendidikan, bagi anak yang msih kecilpembiasaan ini sangat penting karena dengan pembiasaan itulah akhirnya suatu aktivitas akan menjadi milik anak setiap hari. Pembiasaan yang baik akan membentuk sosok manusia yang berkepribadian yang baik pula, sebaliknya pembiasaan yang buruk akan membentuk sosok manusia yang berkepribadian yang buruk pula.

Mendidik / Mengajar

Mengajar adalah menyerahkan / meyampaikan ilmu pengetahuan atau pun keterampilan dll. Dengan menggunakan cara – cara tertentu sehingga ilmu pengetahuan tersebut dapat diterima oleh anak didik. Mendidik adalah berusaha untuk membawa anak kepada tujuan tertentu.

Jadi seorang pendidk harus senantiasa membawa anak kepada nilai – nilai luhur kepada norma – norma susila. Pendidik berusaha menanamkannya pada jiwa anak dan memiliki sikap dan bertindak sesuai dengan norma–norma yang sesuai. Pendidik tidak hanya memberikan pengetahuan nasional saja melainkan berusaha menanamkan sifat–sifat kepahlawanan dan keadilan.

Dapat disimpulkan :
  1. Mendidik adalah lebih luas dari mengajar.
  2. Mengajar hanya lah merupakan alat atau sarana didalam mendidik.
  3. Mendidik harus mempunyai tujuan nilai yang tinggi.
Metode Yang Dipergunakan Dalam Mengajar Anak–Anak

Metode yang digunakan dalam mengajar anak berlainan dengan apa yang dipakai untuk mengajar orang–orang yang lebih besar. Metode ini telah dipakai oleh Al-Ghazali. Ia menyarankan dipakainya metode ini oleh karena antara anak kecil dan yang besar terdapat perbedaan tanggapan. Al-Ghazali juga berkata : “kewajiban utama dari seorang juru didik adalah mengajarkan kepada anak apa –apa yang gama pang dan mudah dipahaminya. Oleh karena masalah–masalah yang pelik akan mengakibatkan kekacauan pikiran dan menyebabkan ia lari dari ilmu”.
Al-ghazali dan ibnu khaldun serta filosof pendidikan islam sependapat bahwa cara pemikiran anak–anak berbeda dari cara pemikiran dalam mengajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar