Islam merupakan agama yang sempurna dan diridhai Allah, yang mampu membebaskan manusia dari berbagai belenggu kehidupan, dan mengantarkan manusia untuk hidup penuh kedamaian dan kebahagiaan. Allah.
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya:“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang“.(Q.S.Al-Maidah:3)
Islam yang berasal dari kata aslama, yang berarti menyerahakan diri kepada Allah secara penuh, akan mampu membebaskan manusia dari berbagai macam belenggu kehidupan yang “memasung” dan merenggut kebebasannya. Dengan berserah diri kepada Allah saja (aslama), maka manusia terbebaskan dari belenggu syirik. Manusia menjadi terbebas dari ketergantungan kepada batu-batu, pohon-pohon besar, roh-roh halus, adat-istiadat yang buruk, benda-benda (materialistik) dan lain-lain yang mengukung kebebasan manusia. Tanpa berserah diri kepada Allah, manusia akan selalu terikat pada hal-hal tersebut di atas, sehingga hidupnya tidak bebas.
Karena itu dengan berserah diri kepada Allah, harkat manusia menjadi terangkat. Manusia lalu mempunyai kedudukan yang tinggi, bahkan tertinggi di antara makhluk-makhluk yang ada di alam semesta ini, dan karenanya pantas diberi kedudukan sebagai khalifah Allah.
Bukti tentang validitas Islam sebagai ‘pembebas’ di atas dapat dilihat dalam sejarah Nabi Muhammad SAW. Dari kejadian manusia dari belenggu syirik, kesukuan, adat-istiadat yang tidak manusiawi, kejahilan, kedhaliman, ketidakadilan, kebendaan (materialistik).
Dengan terbebasnya masyarakat Arab dari sifat-sifat buruk itu, Nabi berhasil membentuk pribadi-pribadi muslim yang istiqamah, keluarga-keluarga muslim yang sakinah dan masyarakat Islam Madinah yangmarhamah.Iman,Islam,TaqwadanIhsan.
Istilah al-muslimun adalah arti kolektif pemeluk Islam, yang menurut kesaksian Al-Qur'an diberikan oleh Nabi Ibrahim (QS. Al-Hajj: 78) yang sebagai Bapak spiritual dari semua agama tauhid.
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِير
Dan berjihadlah kamu padaartinya:” jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baikPenolong.(QS.Al-Hajj:78)
Dengan kata lain, pengikut para Nabi sesudah Nabi Ibrahim disebut al-muslimun yang makna intinya adalah mereka yang berserah diri kepada Allah, tidak kepada yang lain. Al-Qur'an sebagai wahyu terakhir membimbing fikiran dan hati manusia agar tunduk kepada kebenaran yang datang dari Allah, atau mambangkang sama sekali segala akibatnya.
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. (QS. Al-Kahfi: 29)
وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولًا
Dan mereka berkata: "Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi". (Al-Isra:108)
Menurut Al-Qur'an, pilihan itu tidak terletak pada sikap setengah tunduk dan setengah membangkang, tapi pada sikap tunduk sepenuhnya atau membangkang sepenuhnya. Sikap tunduk yang ikhlas disebut Islam, sedang kufar adalah sikap pembangkang, baik terhadap Allah maupun terhadap kebenaran.
Salah satu upaya untuk memahami hakekat Islam, antara lain dapat dilakukan dengan melihat hubungan makna antara konsep-konsep iman, taqwa, dan ihsan. Keempat konsep dasar inilah yang merupakan pilar moralitas Islam. Dengan konsep dasar ini pulalah yang memungkinkan orang dapat memahami hakekat Islam yang sebenarnya (secara objektif), dan menjadi pemeluk Islam yang sejati (secara subjektif).
Iman, Islam, dan ihsan adalah merupakan empat kesatuan konsep yang terpadu, saling tergantung, dan tidak terpisahkan. Sebagai ilustrasi misalnya, iman adalah merupakan fondasi bagi Iman, Islam, dan ihsan. Iman yang lemah secara otomatis akan termanifestasikan pada kelemahan ketiga aspek yang lain. Sebaliknya, tidak mungkin seseorang mempunyai ketaqwaan yang sebenarnya tanpa dilandasi iman yang benar, tanpa manifestasi Islam, dan tanpa membuahkan perbuatan ihsan.
Misi Islam
Muhammad Shalallahu alaihi Wasallam adalah penutup para nabi dan rasul. Sebagai konsekwensinya adalah bahwa wahyu yang dibawanya harus bersifat universal dan abadi utnuk seluruh manusia hingga ke akhir zaman. Allah Ta’ala menggariskan tujuan risalah beliau dalam Al-Qur’an:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِي
“Tiada Kamu mengutusmu melainkan sebagai rakhmat bagi sekalian alam “(QS. Al-Anbiya: 107)
Tugas Nabi Muhammad ialah membawa rahmat bagi sekalian alam. Lawan dari rakhmat ialah bencana dan malapetaka. Mak jika dirumuskan dalam bentuk kalimat yang menggunakan kata penafian (peniadaan), kita akan mendapat pengertian baru tapi lebih tegas bahwa Islam itu ‘bukan bencana alam’. Melainkan membawa keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan manusia lahir dan batin, baik secara perorangan maupun bersama-sama dalam masyarakat.
Islam ibarat Ratu Adil yang menjadi tumpuan harapan mansuia. Ia harus mengangkat manusia dari kehinaan menjadi mulia, menunjuki manusia yang tersesat, membebaskan mansuia dari kezaliman, melepaskan mansuia dari perbudakan, memerdekan mansuia dari kemiskinan rohani dan materi, dan sebagainya. Manusia akan merasakan kenikmatan dan kebahagiaan karena Islam.
Sejarah hidup dan perjuangan Nabi Muhammad Shalallahu alaihi Wasallam adalah contoh dimana waktu itu Islam ibarat Ratu Adil, membawa nikmat, kebahagiaan dan kebanggan manusia. Rasulullah mewujudkan Islam menjadi rahmat alam dan kebahagiaan manusia. Kesempurnaan tujuan risalah Islam barulah terlaksana kalau pemeluknya dan manusia lainnya yang bertetangga dengan Islam merasakan nikmatnya Islam.
Bagaimana merasakan kenikmatan Islam? Seperti seorang fakir yang saleh mendapat sebuah rumah yang komplit isinya dari pelbagai macam perabot, lengkap dengan makanan danminuman yang dibutuhkan, dihalaman dengan taman-taman yang indah permai, dan sekitarnya adalah tetanga yang ramah tamah lagi baik-baik. Semua kebutuhan rohani dan jasmani terpenuhi. Sehingga orang itu laksana masuk ke dalam surga dunia. Merealisasikan Islam, kita akan mewujudkan Islam menjadi surga bagi manusia di dunia.
Sebab itulah Islam tidak hanya mengajarkan segi-segi rohaniah dan pemujaan semata, tidak juga menyuruh manusia uzlah dari masyarakat dan dunia materi. Tetapi Islam mengajarkan keharusan terciptanya keseimbangan hidup duniawi yang material dan kehidupan rohani yang sempurna. Kehidupan material yang baik dalam rangka peningkatan rohaniah yang kudus, sebaliknya pula pemenuhan hidup rohaniah yang tinggi dan kudus untuk mencapai kehidupan duniawi material yang legal dan halal serta dalam ridla Alla Ta’ala. Karenanya Islam adalah kekuatan yang hidup, dinamis, suatu kode yang cocok dan berdampingan dengan tabiat alam, atau kode yang meliputi segala aspek kehidupan insani.
Keistimewaan Islam
1. Islam adalah agama yang syamil
Islam adalah agama yang kamil dan syamil. Islam lengkap dan sempurna, sebagaimana Firman Allah Ta’ala:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama kamu dan Aku sempurnakan atas nikmat Ku dan Aku ridlo Islam sebagai dien kalian” (QS.Al-Maidah:3)
Kesempurnaan Islam ini merupakan sifat asli dan asas dalam Islam. Islam mengatur semua sudut kehidupan dan perbuatan manusia. Sifat ini menjadi cirri khusus sehingga menjadi berbeda dengan sistem-sistem yang lainnya. Tidak sesuatupun yang diabaikan olrh islam dalam peraturan dan syari’atnya.
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ
Artinya:“Tidaklah Kami abaikan sesuatupun di dalam Al-Kitab” (QS.Al-An’am:38)
Islam adalah risalah yang panjangnya meliputi semua zaman, lebarnya mengatur segenap kehidupan manusia dan di adalamnya merangkum setiap persoalan dunia dan akhirat. Dan perlu difahami bahwa makna semuanya sudah disebutkan dalam Al-Qur’an itu bukan hanya dengan tekstual saja akan tetapi terlebih utama dengan substansi hukum dan aturan kehidupan dan segala bidang telah di sebutkan dalam Al-Qur’an. Sehingga semua permasalahan kehidupan manusia baik rohani atau jasmani, materi atau non-materi, kedokteran, social, budaya, politik ekonomi dan lainnya dijelaskan dalam Al-Qur’an baik secara nash (tekstual) atau secara implisit substansi.
Kesyumulan Islam juga merangkum empat bidang utama:
a. Kesyumulan dalam aqidah
b. Kesyumulan dalam ibadah
c. Kesyumulan dalam syariat
d. Kesyumulan dalam akhlak
2. Islam adalah agama yang universal
Islam diturunkan untuk semua manusia, suku bangsa dan untuk segala zaman. Sebagaimana dalam firman-Nya:
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآَمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُون
“katakanlah: Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semuanya”(QS.Al-a’raf: 158)
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”(QS. Saba: 28)
Dan Islam berbeda dengan agama lainnya yang khusus bagi kaum dari para nabi dan rasul. Sebagaimana kata Isa as:
“Tidak aku di utus selain kepada domba-domba bani Israel” (Matius: 25)
Semua persoalan kehidupan manusia dari berbagai macam suku bangsa dan bahasa bisa dijelaskan dengan Al-Qur’an. Islam memberikan solusi bagi semua persoalan anatar bangsa. Islam tidak terbatas dengan teritorial serta parsial belaka. Akan tetapi sifat Islam yang membedakan dengan yang lain adalah universal dan internasionalisme.
3. Islam adalah agama yang mudah tidak memberatkan
Syariat Islam tidak membebankan seseorang di luar kemmpuannya. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala:
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
“Allah tidak membebani sessorang kecuali menurut kemampuannya”(QS. Al-Baqarah:286)
Dasar syariat adalah dengan tujuan untuk memudahkan manusia menjalani kehidupan mereka, bukan untuk memberatkan mereka.
مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Allah tidak ingin menjadikan kamu menanggung kesusahan”(QS. Al-Maidah:6)
ْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Dan ia tidak menjadikan kamu menanggung sesuatu keberatan dan susah payah dalam perkara agama”(QS. Al-Hajj: 78)
Rasulullah berkata: “permudahlah urusan jangan mempersulit, gembirakanlah dan jangan menakut-nakuti, berbnuat baiklah dan saling menolong” (HR. Bukhari Muslim)
Dan dengan prisnsip inilah islam mmberikan solusi bagi semua problem kehidupan ini. Terutama dalam kehidupan dunia modern ini yang banyak sekali persoalan yang tidak dijumpai pada masa kenabian.
4. Syariat Islam dibangun untuk kemashlahatan manusia di dunia dan akhirat
Islam sangat perhatian terhadap kemashlahatan manusia du dunia dan akhirat. Kemashlahatan yang ingin dituju dan diciptakan dalam syariat Islam tersebut meliputi pemeliharaan lima hal yang paling urgen (Al-kulliyyat al-khams), yaitu agama, jiwa, keturunan (kehormatan), harta dan akal. Tiga diantaranya secara langsung berhubungan dengan kesehatan manusia (kedokteran), yaitu jiwa, keturunan dan akal, Seorang mukallaf akan memperoleh kemashlahatan amankala ia dapat memelihara kelima aspek pokok tersebut, sebaiknya ia akan merasakan mafsadat manakal ia tidak adapat memelihara kelima unsure pokok tersebut secara baik.
Cara untuk memelihara lima kepentingan di atas dikenal ada 3 peringkat, yaitu: dharuriyyat, hajjiyyat dan tahsiniyyat. Pengelompokan ini didasrkan pada tingkat kebutuhan dan skal prioritas. Urutan peringkat ini akan terlihat kepentingannya manakal kemashlahatan yang ada pada masing-masing peringkat satu sama lain bertentangan. Peringkat dharuriyyat menempati urutan pertama, disusul hajjiyat, kemudian tahsiniyyat. Ketiga peringkat tersebut saling berhubungan,kait-mengkait, dan saling melengkapi, peringkat ketiga melengkapi peringkat kedua, dan peringkat kedua melengkapi peringkat pertama.
Ad-dharuriyyat (kebutuhan primer) adalah segala sesuatu yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan keagamaan dan keduniaan manusia, dalam arti, jika ia tidak ada maka kehidupan dunia menjadi rusak, hilang kenikmatan, dan akan menghadapi siksaan di akhirat. Kebutuhan esensial itu adalah memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta tersebut dalam batas jangan sampai esensi kelima pokok itu hilang. Tidak terpenuhinya kelima pokok itu akan berakibat terancamnya eksistensinya.
Hajjiyyat (sekunder) yaitu sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia dalam menghindari kesempitan dan menolak kesulitan. Tidak terpeliharanya kelompok hajjiyyat ini akan mengancam eksistensi kelima pokok di atas, tetapi hanya akan menimbulkan kesulitan bagi mukallaf. Kelompok ini berkaiatan erat dengan rukhsah(keringanan) dalam Islam.
Sedangkan kebutuhan tahsiniyyat (tersier) adalah kebutuhan yang menunjang penigkatan martabat seseorang dalam masyarakat dan dihadapan Tuhannya, sesuai dengan kepatutan.
a. Memelihara Agama (hifzuddin)
Memelihara agama berdasarkan peringkatnya dibedakan menjadi :
1. Memelihara agama peringkat dharuriyyat seperti melaksanakan kewajiban agama yang termasuk primer seperti sholat lima waktu, jika diabaikan terancam eksistensi agamanya, dan diancam siksa di akhirat. Realisasi dari menjalankan kewajiban agama disamping mengamalkan nya juga membela orang yang bermaksud mengganggunya.
2. Memelihara agama peringkat hajjiyyat, yaitu melaksanakan ketentuan agama dengan maksud menghindarkan diri dari kesulitan seperti shalat jamak dan qashar bagi orang yang bepergian. Jika ketentuan tersebut tidak dilaksanakan tidak merusak eksistensi agamanya, ahnaya akan mempersulit bagi orang yang melakukannya.
3. Memelihara agama peringkat tahsiniyyat yaitu mengikuti petunjuk agama guna mempertingi martabat manusia sekaligus melengkapi pelaksanaan kewajiban kepada Tuhan, misalnya menutup aurat, baik di dalam maupun di luar shalat, membersihkan najis dari badan, pakaian dan tempat. Kalau hal-hal itu tidak mungkin dilakukan, hal itu tidak mengancam eksistensi agama dan tidak pula mempersulit bagi orang yang melakukannya.
b. Memelihara Jiwa (hifzunnafs)
Berdasarkan peringkat kepentingan dan prioritasnya, memelihara jiwa dapat dibedakan :
1. Memelihara jiwa dalam peringkat dharuriyyat seperti memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan untuk mempertahankan hidup. Kalau kebutuhan itu diabaikan akan terancam eksistensi jiwa manusia
2. Memelihara jiwa dalam peringkat hajjiyyat, yaitu seperti diperbolehkannya berburu binatang untuk menikmati makanan yang lezat dan halal. Jika kegiatan itu diabaikan, maka tidak akan mengancam eksistensi jiwa mansuia, melainkan hanya mempersulit hidupnya.
3. Memelihara jiwa dalam peringkat tahsiniyyat seperti ditetapkan cara makan dan minum. Batasan itu hanya berhubungan dengan soal kesopanan dan etika, sama sekali tidak akan mengancam eksistensi manusia.
c. Memelihara Akal (hifzul aql)
Memelihara akal berdasarkan peringkatnya dibedakan menjadi :
1. Memelihara akal peringkat dharuriyyat seperti diharamkannya meminum minuman memabukkan.Jika ketentuan ini dilanggar, maka akan berakibat terancamnya eksistensi akal dan diancam siksa di akhirat.
2. Memelihara akal peringkat hajjiyyat, yaitu seperti dianjurkannya menuntut ilmu pengetahuan, jika tidak dilakukan tidak akan merusak akal tetapi akan mempersulit diri seseorang dalam kaitannya dengan pengembangan ilmu pengetahuan..
3. Memelihara akal peringkat tahsiniyyat seperti menghindarkan diri dari mengkhayal atau mendengarkan sesuatu yang tidak berfaedah, yang secara etika tidak akan mengancam eksistensi akal secara langsung.
d. Memelihara Keturunan (hifzunnasl)
Memelihara keturunan, ditinjau dari segi peringkat tingkat kebutuhannya dibedakan menjadi :
1. Memelihara keturunan peringkat dharuriyyat seperti disyariatkannya menikah dan dilarang zina, jika dilanggar maka eksistensi keturunan menjadi terancam dan diancam azab bagi pezina di akhirat.
2. Memelihara keturunan peringkat hajjiyyat, seperti ketentuan mahar dalam akad nikah, jiak dilanggar maka suami harus membayar mahar pengganti. Juga diberikan hal talak bagi suami, jika kesulitan ia dapat menggunakannnya.
3. Memelihara keturunan peringkat tahsiniyyat seperti disyariatkan meminang dan pesta pernikahan, jika dilanggar tidak akan mengancam eksistensi keturunan dan tidak pula mmepersulit orang yang melakukan perkawinan.
e. Memelihara harta (hifzulmaal)
Memelihara harta berdasarkan peringkatnya dibedakan menjadi :
1. Memelihara harta peringkat dharuriyyat seperti syariat tentang cara kepemilikan harta dengan cara yang dibenarkan danlarangan mengambil harta orang lain tanpa hak, jika dilanggar akan mengancam eksistensi harta dan diancam siksa di akhirat.
2. Memelihara harta peringkat hajjiyyat, seperti berjual beli system sallam , apabila dilanggar tidak akan mengancam eksistensi harta tetapi akan mempersulit orang yang memerlukan modal.
3. Memelihara harta peringkat tahsiniyyat seperti menghindarkan diri pengecohan atau penipuan dalam etika berbisnis yang berpengaruh pada sah tidaknya akad bisnis.
Kelima prinsip syariat inilah yang tidak dimiliki oleh system-sistem yang lain, baik agama atau system ideologi selain Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar