A. Pendahuluan
Dalam
abad ke 20 ini, di satu pihak orang mengamati kemajuan teknologi dan
ilmu pengetahuan yang sangat pesat dan mendalam, namun bersamaan dengan
itu dipihak lain orang mengamati dekadensi kehidupan beragama dikalangan
umat manusia. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tampak
jelas memberikan buah yang sangat menyenangkan bagi kehidupan lahiriyah
umat manusia secara luas. Dan manusia merasa telah mampu mengeksploitasi
kekayaan-kekayaan dunia secara besar-besaran.[1]
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan kecanggihan teknologi kurun ini, secara bertahap
tapi pasti membuktikan bahwa ayat-ayat al-Qur'an itu benar dan
mengagumkan. Sejak bentuk tulisan yang paling primitif dengan bahan
kertas yang amat sederhana manusia memulai abad-abad yang gemerlapan
oleh sinar ilmu pengetahuan itu, manusia telah menulis berjuta-juta
buku, dan dapat menyelesaikan penulisan beribu-ribu kata dalam waktu
yang amat singkat. Dna yang paling aktual serta masih mengagumkan di
kalangan manusia adalah penemuan alat “komputer” yang begitu besar
manfaatnya.[2]
B. Pembahasan
1. Pandangan Islam terhadap Ilmu
Sepanjang
yang kita ketahui, rasanya belum ada sesuatu agamapun yang melampaui
dalamnya pandangan terhadap ilmu pengetahuan sebagaimana pandangan yang
diberikan Islam. Islam sangat gigih dalam mendorong umat manusia untuk
mencari ilmu dan mendudukkannya, sebagai sesuatu yang utama dan mulia.
Sejak
awal turunnya wahyu kepada Muhammad Saw (al-Qur'an), masalah ilmu
pengetahuan merupakan pangkal perintah Allah kepada manusia. Perintah
membaca merupakan kunci mencari dan mengulas ilmu pengetahuan itu,
“membaca” apakah yang hendak dibaca tanpa ada sesuatu yang tersurat? Dan
ini merangsang manusia untuk giat menulis, meneliti, mengobservasi,
menganalisis, dan kemudian merumuskannya sebagai teori ilmu, membacapun
tak dapat jalan tanpa memiliki pengetahuan membaca dan ketrampilan
bahasa dan pandai menulis adalah rangkaian dari sarana dalam rangka
menimba ilmu pengetahuan itu.
Dari
sini kita dapat mengambil pengertian bahwa Allah benar-benar menyatakan
betapa tingginya nilai ilmu itu. Karena itu Allah meninggikan kedudukan
orang-orang yang berilmu, baik disisi Allah maupun disisi manusia.
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan”. (QS. 58 : 11).[3]
2. Ilmu Pengetahuan di Tengah Umat Islam
Banyak
sekali ilmuwan Islam dengan karya-karya mereka dengan besar, yang
pengaruh hasil karya ilmiahnya masih dirasakan hingga berabad-abad
kemudian di dalam perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa. Para
cendekiawan barat mengakui bahwa Jabir ibn Hayyam (721-815) adalah
orang pertama yang menggunakan metode ilmiah dalam kegiatan
penelitiannya dalam alkemi yang kemudian oleh ilmuwan barat diambil alih
serta dikembangkan menjadi apa yang kita kenal sekarang sebagai ilmu
kimia.
Di
dalam sejarah ilmu pengetahuan yang ditulis oleh sarjana Eropa
disebutkan bahwa Muhammad ibn Zakaria ar-Rozi (865-925) telah
menggunakan alat-alat khusus untuk melakukan proses-proses yang lazim
dilakukan ahli kimia seperti distalasi, kristalisasi, kalsinasi dan
sebagainya.
Sekitar
tahun 1231 ketika Henrick Harpestraeng, orang yang kemudian menjadi
dokter istana raja Eric II Walder Marsson, berusaha menulis risalah
kedokteran dalam ilmu bedah di Salerno ia meminta bantuan Michael the
Schott bekas mahasiswa dari Universitas Islam di Toledo, untuk dapat
menggunakan buku-buku standar ar-Rozi dan Ibn Sina yang berbahasa Arab
tersebut sebagai sumber.
Profesor
Fuad Sezgin guru besar sejarah Universitas Frankfurt, telah menulis dua
puluh jilid buku tentang karya-karya Ilmuwan muslim zaman lalu yang
diberi judul “Geschichte des Arabis Chen Schriftums”, dan memberikan
komentar tentang pengaruhnya pada ilmuwan Eropa kemudian, serta
pembajakan-pembajakan naskah yang disalin dari bahasa arab kemudian
diakui sebagai karya ilmiah penyalin.[4]
3. Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sebagai
makhluk yang diberi kelebihan-kelebihan, manusia dijadikan penguasa di
bumi dengan tugas, kewajiban serta tanggung jawabnya, dia harus
melalukan pengelolaan yang baik untuk itu ia harus mengetahui dan
memahami benar-benar sifat dan kelakuan alam sekitarnya yang harus
dikelolanya itu, baik yang tak bernyawa maupun yang hidup beserta
masyarakatnya, pengetahuan dan pemahaman ini dapat diperolehnya karena
manusia hidup di dalam, dan dapat menginderakan alam fisis di
sekelilingnya. Dan diharapkan orang dapat memperoleh pengetahuan yang
berguna baginya dalam menjalankan peranannya sebagai khalifah di bumi.
Pemeriksaan dengan perhatian yang besar
untuk mengetahui sesuatu memerlukan observasi yang berulang-ulang
secara teliti serta pengumpulan data secara sistematis yang kemudian
dianalisis untuk memperoleh suatu kesimpulan tentang apa yang diperiksa
itu untuk dihimpun sebagai pengetahuan, tetapi analisis terhadap suatu
himpunan data untuk mencapai kesimpulan itu memerlukan kemampuan
berfikir secara kritis. Namun untuk sampai pada kesimpulan-kesimpulan
yang dapat dihimpun menjadi suatu sistem yang logis atau kesatuan yang
rasional yang kita sebut ilmu pengetahuan perlu digunakan pertimbangan
yang melibatkan akal. Dan hal inipun diungkapkan dalam ayat lanjutannya
yaitu ayat 12 surat an-Nahl yang artinya:
“Dan
Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan
bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (nya)”
Dalam
abad-abad yang lalu umat Islam hanya dapat meraba serta menerka saja
jawabannya, maka kita yang hidup dalam abad ke-20 ini telah melihat
dengan mata kepala sendiri bagaimana teknologi propulsi roket dan
pengendalian elektronik yang canggih telah berhasil melontarkan manusia
sampai ke permukaan bulan dan mengembalikannya ke bumi serta mengirimkan
pesawat antariksa yang masing-masing mempunyai misi tertentu ke planet
dalam tata surya kita.[5]
4. Jenis-Jenis Pengetahuan
Di
kalangan masyarakat awam, kita akan menemukan bermacam-macam
pengetahuan dan kepercayaan. Burung hantu yang berteriak di malam hari
ada yang mempercayai sebagai pertanda munculnya malapetaka, pelangi
dianggap tangga bidadari yang sedang turun mandi. Orang yang mempunyai
ilmu, sehingga tidak mempan di tembak dengan peluru / pedang dan masih
banyak lagi penjelasan kepercayaan yang kita temukan dalam masyarakat.
Berdasarkan pada hal-hal yang kita sebutkan di atas maka pengetahuan manusia dapat digolongkan atas 4 jenis pengetahuan.
a. Pengetahuan takhayul / mitos
Mitos adalah suatu penjelasan atas fakta yang tidak ada kebenarannya, hanya didengar dan dipercaya begitu saja. Ada juga yang disebut legenda yaitu ceritera rakyat yang berdasarkan mitos.
Contohnya:
pada zaman dahulu orang percaya bahwa pelangi dianggap tangga bidadari
yang sedang turun mandi, bunyi burung hantu dianggap pertanda munculnya
bencana, kaisar Jepang adalah keturunan dewa matahari.
b. Pengetahuan ilmiah
Pengetahuan
ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah
(penelitian) dengan pengamatan panca indra dan penalaran akal budi yang
disusun secara sistematika untuk menjelaskan fakta yang sedang dihadapi,
yang merangsang panca indra dan pikiran manusia.
Pengetahuan ilmiah dapat dibagi lagi seperti berikut:
Pengetahuan ilmiah :
Fakta objektif benar
Tafsiran fakta ---> Benar, objektif
---> Salah, objektif
Manusia
berhadapan dengan fakta alam semesta, makhluk hidup atau benda mati,
kemudian manusia menjelaskan fakta itu / memberi tafsiran pada fakta
objektif yang tidak dapat dibantah lagi. Misalnya hukum Archimedes, yang
menyatakan bahwa benda padat yang tercelup dalam fluida, berkurang
beratnya sebesar zat fluida yang dipindahkannya.
c. Pengetahuan supernatural
Pengetahuan
supernatural adalah pengetahuan yang tidak termasuk pada takhayul dan
pengetahuan ilmiah, namun mempunyai fakta pengetahuan supernatural tidak
dapat dijangkau dengan panca indra maupun akal budi, sifatnya
transrasional (di luar jangkauan akal budi). Karena itu pengetahuan ini
tidak ditanggapi dengan akal budi dan bukan objek pengetahuan ilmiah dan
IPA, tetapi masalah percaya, ditanggapi dengan iman, believe it or not yang sifatnya sangat pribadi dan menyangkut hak-hak azasi manusia.
d. Pengetahuan ilmiah semu (pseudo science)
Pengetahuan
ilmiah semu adalah pengetahuan yang berdasarkan fakta ilmiah tetapi
dicampur dengan kepercayaan dan hal-hal yang bersifat supernatural.
Bangsa Babilonia kira-kira 2500 SM, dalam menyembuhkan penyakit
disamping obat juga menggunakan mantra. Bangsa babilonia juga ahli dalam
ilmu perbintangan dan memberikan nama pada rasi bintang menurut
nama-nama binatang seperti Leo, Scorpio, Pisces, dan sebagainya. Ilmu
perbintangan yang dihubungkan dengan kepercayaan ramalan ramalan nasib
disebut astrologi. Astrologi bukan pengetahuan ilmiah melainkan pseudo science.[6]
C. Kesimpulan
Dari
rangkaian kegiatan mulai dari observasi dan pengukuran yang dilakukan
dalam pemeriksaan yang diperintahkan Allah Swt itu, dan penggunaan akal
serta pikiran untuk menganalisa data untuk sampai pada kesimpulan yang
rasional itulah kegiatan utama dari pengembangan ilmu pengetahuan pada
umumnya. Ia bersifat empiris / eksperimental.
Dan
dengan semakin majunya turut pemikiran dan kebudayaan, ada manusia yang
tidak percaya lagi kepada hal-hal yang bersifat supernatural, tidak
percaya kepada ajaran agama, mereka hanya mengandalkan solusi dari IPTEK
untuk mengatasi masalah kehidupan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Ir. R. H. A. Sahirul Alim, M.Sc. Menguak Keterpaduan Sains, Teknologi dan Islam, Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 1999.
Drs. Kaelany HD, MA., Islam, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, PT. Bumi Aksara, Jakrta, 2000.
Prof. Achmad Baiquni, M.Sc., Al-Qur'an dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, PT. Dana Bakti Primayasa, Yogyakarta, 1994.
Drs. Amin Suyitno, M.Pd., Ilmu Alamiah Dasar, Semarang, 2002.
[1] Ir. R. H. A. Sahirul Alim, M.Sc. Menguak Keterpaduan Sains, Teknologi dan Islam, Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 1999, hal. 67.
[2] Drs. Kaelany HD, MA., Islam, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, PT. Bumi Aksara, Jakrta, 2000, hal. 225.
[3] Ibid., hlm. 224.
[4] Prof. Achmad Baiquni, M.Sc., Al-Qur'an dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, PT. Dana Bakti Primayasa, Yogyakarta, 1994, hal. 120.
[5] Ibid., hlm. 68.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar