STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Selasa, 02 Oktober 2012

ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN

A. Pendahuluan
Dalam abad ke 20 ini, di satu pihak orang mengamati kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang sangat pesat dan mendalam, namun bersamaan dengan itu dipihak lain orang mengamati dekadensi kehidupan beragama dikalangan umat manusia. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tampak jelas memberikan buah yang sangat menyenangkan bagi kehidupan lahiriyah umat manusia secara luas. Dan manusia merasa telah mampu mengeksploitasi kekayaan-kekayaan dunia secara besar-besaran.[1]
Kemajuan ilmu pengetahuan dan kecanggihan teknologi kurun ini, secara bertahap tapi pasti membuktikan bahwa ayat-ayat al-Qur'an itu benar dan mengagumkan. Sejak bentuk tulisan yang paling primitif dengan bahan kertas yang amat sederhana manusia memulai abad-abad yang gemerlapan oleh sinar ilmu pengetahuan itu, manusia telah menulis berjuta-juta buku, dan dapat menyelesaikan penulisan beribu-ribu kata dalam waktu yang amat singkat. Dna yang paling aktual serta masih mengagumkan di kalangan manusia adalah penemuan alat “komputer” yang begitu besar manfaatnya.[2]
B. Pembahasan
1. Pandangan Islam terhadap Ilmu
Sepanjang yang kita ketahui, rasanya belum ada sesuatu agamapun yang melampaui dalamnya pandangan terhadap ilmu pengetahuan sebagaimana pandangan yang diberikan Islam. Islam sangat gigih dalam mendorong umat manusia untuk mencari ilmu dan mendudukkannya, sebagai sesuatu yang utama dan mulia.

Sejak awal turunnya wahyu kepada Muhammad Saw (al-Qur'an), masalah ilmu pengetahuan merupakan pangkal perintah Allah kepada manusia. Perintah membaca merupakan kunci mencari dan mengulas ilmu pengetahuan itu, “membaca” apakah yang hendak dibaca tanpa ada sesuatu yang tersurat? Dan ini merangsang manusia untuk giat menulis, meneliti, mengobservasi, menganalisis, dan kemudian merumuskannya sebagai teori ilmu, membacapun tak dapat jalan tanpa memiliki pengetahuan membaca dan ketrampilan bahasa dan pandai menulis adalah rangkaian dari sarana dalam rangka menimba ilmu pengetahuan itu.
Dari sini kita dapat mengambil pengertian bahwa Allah benar-benar menyatakan betapa tingginya nilai ilmu itu. Karena itu Allah meninggikan kedudukan orang-orang yang berilmu, baik disisi Allah maupun disisi manusia.
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan”. (QS. 58 : 11).[3]
2. Ilmu Pengetahuan di Tengah Umat Islam
Banyak sekali ilmuwan Islam dengan karya-karya mereka dengan besar, yang pengaruh hasil karya ilmiahnya masih dirasakan hingga berabad-abad kemudian di dalam perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa. Para cendekiawan barat mengakui bahwa Jabir ibn Hayyam (721-815) adalah orang pertama yang menggunakan metode ilmiah dalam kegiatan penelitiannya dalam alkemi yang kemudian oleh ilmuwan barat diambil alih serta dikembangkan menjadi apa yang kita kenal sekarang sebagai ilmu kimia.
Di dalam sejarah ilmu pengetahuan yang ditulis oleh sarjana Eropa disebutkan bahwa Muhammad ibn Zakaria ar-Rozi (865-925) telah menggunakan alat-alat khusus untuk melakukan proses-proses yang lazim dilakukan ahli kimia seperti distalasi, kristalisasi, kalsinasi dan sebagainya.
Sekitar tahun 1231 ketika Henrick Harpestraeng, orang yang kemudian menjadi dokter istana raja Eric II Walder Marsson, berusaha menulis risalah kedokteran dalam ilmu bedah di Salerno ia meminta bantuan Michael the Schott bekas mahasiswa dari Universitas Islam di Toledo, untuk dapat menggunakan buku-buku standar ar-Rozi dan Ibn Sina yang berbahasa Arab tersebut sebagai sumber.
Profesor Fuad Sezgin guru besar sejarah Universitas Frankfurt, telah menulis dua puluh jilid buku tentang karya-karya Ilmuwan muslim zaman lalu yang diberi judul “Geschichte des Arabis Chen Schriftums”, dan memberikan komentar tentang pengaruhnya pada ilmuwan Eropa kemudian, serta pembajakan-pembajakan naskah yang disalin dari bahasa arab kemudian diakui sebagai karya ilmiah penyalin.[4]
3. Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sebagai makhluk yang diberi kelebihan-kelebihan, manusia dijadikan penguasa di bumi dengan tugas, kewajiban serta tanggung jawabnya, dia harus melalukan pengelolaan yang baik untuk itu ia harus mengetahui dan memahami benar-benar sifat dan kelakuan alam sekitarnya yang harus dikelolanya itu, baik yang tak bernyawa maupun yang hidup beserta masyarakatnya, pengetahuan dan pemahaman ini dapat diperolehnya karena manusia hidup di dalam, dan dapat menginderakan alam fisis di sekelilingnya. Dan diharapkan orang dapat memperoleh pengetahuan yang berguna baginya dalam menjalankan peranannya sebagai khalifah di bumi.
Pemeriksaan dengan perhatian yang besar untuk mengetahui sesuatu memerlukan observasi yang berulang-ulang secara teliti serta pengumpulan data secara sistematis yang kemudian dianalisis untuk memperoleh suatu kesimpulan tentang apa yang diperiksa itu untuk dihimpun sebagai pengetahuan, tetapi analisis terhadap suatu himpunan data untuk mencapai kesimpulan itu memerlukan kemampuan berfikir secara kritis. Namun untuk sampai pada kesimpulan-kesimpulan yang dapat dihimpun menjadi suatu sistem yang logis atau kesatuan yang rasional yang kita sebut ilmu pengetahuan perlu digunakan pertimbangan yang melibatkan akal. Dan hal inipun diungkapkan dalam ayat lanjutannya yaitu ayat 12 surat an-Nahl yang artinya:
Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (nya)
Dalam abad-abad yang lalu umat Islam hanya dapat meraba serta menerka saja jawabannya, maka kita yang hidup dalam abad ke-20 ini telah melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana teknologi propulsi roket dan pengendalian elektronik yang canggih telah berhasil melontarkan manusia sampai ke permukaan bulan dan mengembalikannya ke bumi serta mengirimkan pesawat antariksa yang masing-masing mempunyai misi tertentu ke planet dalam tata surya kita.[5]
4. Jenis-Jenis Pengetahuan
Di kalangan masyarakat awam, kita akan menemukan bermacam-macam pengetahuan dan kepercayaan. Burung hantu yang berteriak di malam hari ada yang mempercayai sebagai pertanda munculnya malapetaka, pelangi dianggap tangga bidadari yang sedang turun mandi. Orang yang mempunyai ilmu, sehingga tidak mempan di tembak dengan peluru / pedang dan masih banyak lagi penjelasan kepercayaan yang kita temukan dalam masyarakat.
Berdasarkan pada hal-hal yang kita sebutkan di atas maka pengetahuan manusia dapat digolongkan atas 4 jenis pengetahuan.
a. Pengetahuan takhayul / mitos
Mitos adalah suatu penjelasan atas fakta yang tidak ada kebenarannya, hanya didengar dan dipercaya begitu saja. Ada juga yang disebut legenda yaitu ceritera rakyat yang berdasarkan mitos.
Contohnya: pada zaman dahulu orang percaya bahwa pelangi dianggap tangga bidadari yang sedang turun mandi, bunyi burung hantu dianggap pertanda munculnya bencana, kaisar Jepang adalah keturunan dewa matahari.
b. Pengetahuan ilmiah
Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah (penelitian) dengan pengamatan panca indra dan penalaran akal budi yang disusun secara sistematika untuk menjelaskan fakta yang sedang dihadapi, yang merangsang panca indra dan pikiran manusia.
Pengetahuan ilmiah dapat dibagi lagi seperti berikut:
Pengetahuan ilmiah :
Fakta objektif benar
Tafsiran fakta ---> Benar, objektif
---> Salah, objektif
Manusia berhadapan dengan fakta alam semesta, makhluk hidup atau benda mati, kemudian manusia menjelaskan fakta itu / memberi tafsiran pada fakta objektif yang tidak dapat dibantah lagi. Misalnya hukum Archimedes, yang menyatakan bahwa benda padat yang tercelup dalam fluida, berkurang beratnya sebesar zat fluida yang dipindahkannya.
c. Pengetahuan supernatural
Pengetahuan supernatural adalah pengetahuan yang tidak termasuk pada takhayul dan pengetahuan ilmiah, namun mempunyai fakta pengetahuan supernatural tidak dapat dijangkau dengan panca indra maupun akal budi, sifatnya transrasional (di luar jangkauan akal budi). Karena itu pengetahuan ini tidak ditanggapi dengan akal budi dan bukan objek pengetahuan ilmiah dan IPA, tetapi masalah percaya, ditanggapi dengan iman, believe it or not yang sifatnya sangat pribadi dan menyangkut hak-hak azasi manusia.
d. Pengetahuan ilmiah semu (pseudo science)
Pengetahuan ilmiah semu adalah pengetahuan yang berdasarkan fakta ilmiah tetapi dicampur dengan kepercayaan dan hal-hal yang bersifat supernatural. Bangsa Babilonia kira-kira 2500 SM, dalam menyembuhkan penyakit disamping obat juga menggunakan mantra. Bangsa babilonia juga ahli dalam ilmu perbintangan dan memberikan nama pada rasi bintang menurut nama-nama binatang seperti Leo, Scorpio, Pisces, dan sebagainya. Ilmu perbintangan yang dihubungkan dengan kepercayaan ramalan ramalan nasib disebut astrologi. Astrologi bukan pengetahuan ilmiah melainkan pseudo science.[6]
C. Kesimpulan
Dari rangkaian kegiatan mulai dari observasi dan pengukuran yang dilakukan dalam pemeriksaan yang diperintahkan Allah Swt itu, dan penggunaan akal serta pikiran untuk menganalisa data untuk sampai pada kesimpulan yang rasional itulah kegiatan utama dari pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya. Ia bersifat empiris / eksperimental.
Dan dengan semakin majunya turut pemikiran dan kebudayaan, ada manusia yang tidak percaya lagi kepada hal-hal yang bersifat supernatural, tidak percaya kepada ajaran agama, mereka hanya mengandalkan solusi dari IPTEK untuk mengatasi masalah kehidupan manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Ir. R. H. A. Sahirul Alim, M.Sc. Menguak Keterpaduan Sains, Teknologi dan Islam, Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 1999.
Drs. Kaelany HD, MA., Islam, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, PT. Bumi Aksara, Jakrta, 2000.
Prof. Achmad Baiquni, M.Sc., Al-Qur'an dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, PT. Dana Bakti Primayasa, Yogyakarta, 1994.
Drs. Amin Suyitno, M.Pd., Ilmu Alamiah Dasar, Semarang, 2002.


[1] Ir. R. H. A. Sahirul Alim, M.Sc. Menguak Keterpaduan Sains, Teknologi dan Islam, Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 1999, hal. 67.
[2] Drs. Kaelany HD, MA., Islam, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, PT. Bumi Aksara, Jakrta, 2000, hal. 225.
[3] Ibid., hlm. 224.
[4] Prof. Achmad Baiquni, M.Sc., Al-Qur'an dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, PT. Dana Bakti Primayasa, Yogyakarta, 1994, hal. 120.
[5] Ibid., hlm. 68.
[6] Drs. Amin Suyitno, M.Pd., Ilmu Alamiah Dasar, Semarang, 2002, hal. 3-7.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar