A. Pengertian Kemandirian Belajar PAI
Pada
dasarnya pengertian mandiri itu dapat ditinjau dari dua segi, yaitu
pengertian secara etimologi (bahasa) dan pengertian secara terminologi
(istilah).
Dalam
kamus Besar Bahasa Indonesia kata "mandiri" mempunyai arti keadaan
dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain.
Sedangkan
pengertian mandiri secara istilah diartikan oleh beberapa ahli antara
lain : J.L.G.M. Drost S.J, menyatakan bahwa kemandirian adalah keadaan
kesempurnaan dan keutuhan kedua unsur (budi dan badan) dalam kesatuan
pribadi. Dengan kata lain, manusia mandiri adalah pribadi dewasa yang
sempurna.[1]
Enung
Fatimah mendefinisikan mandiri (berdiri diatas kaki sendiri dengan
kemampuan seseorang untuk tidak bergantung dengan orang lain serta
bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.[2]
Menurut
Zakiyah Daradjat, mandiri adalah : Kecenderungan anak untuk melakukan
sesuatu yang diinginkannya tanpa minta tolong kepada orang lain. Juga
mengukur kemampuannya untuk mengarahkan kelakukannya tanpa tunduk kepada
orang lain. Biasanya anak yang berdiri sendiri lebih mampu memikul
tanggung jawab, dan pada umumnya mempunyai emosi yang stabil.[3]
Belajar secara umum diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku akibat interaksi individu dengan lingkungannya.[4]
Menurut Shaleh Abdul Aziz dan Abdul Aziz Abdul Majid :
التعليم: هو تغيير فى ذهن المتعلم يطرأ على خبره سابقة فيحدث فيها تغييرا جديدا
"Belajar
adalah proses perubahan dalam pemikiran siswa yang dihasilkan atas
pengalaman terdahulu kemudian terjadi perubahan baru”.[5]
Sedangkan menurut Clifford T. Morgon berpendapat bahwa "Learning defined as any relatively permanent change in behaviour which occurs as a result of experience or practice".[6] Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relative tetap sebagai akibat dari latihan dan pengalaman.
Kemandirian
belajar seseorang menurut Samana dikutip oleh Syarifudin Huda adalah
bagaimana ia mengatur serta mengendalikan kegiatan belajarnya atas dasar
pertimbangan, keputusan dan tanggung jawab sendiri. Kemandirian belajar
merupakan keadaan kesiapan belajar siswa yang berasal dari dalam diri
siswa untuk bertindak dan mereaksi terhadap obyek-obyek yang berhubungan
dengan bagaimana seseorang mengatur serta mengendalikan kegiatan
belajarnya atas. Pertimbangan, keputusan dan tanggung jawab sendiri.[7]
Sedangkan
arti dari pendidikan agama Islam itu sendiri berangkat dari pengertian
pendidikan secara umum. Dalam UU Sisdiknasno.20 tahun 2003, pengertian
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi pada dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, mastarkat, bangsa dan
negara.[8]
Adapun pengertian pendidikan menurut F. J. MC. Donald dalam bukunya Educational Psychology dijelaskan bahwa “Education is process or an activity which is directed at producing desirable change in the behavior of human beings”[9]
“Pendidikan
adalah sebuah proses atau aktivitas yang dijelaskan pada usaha untuk
menghasilkan perubahan-perubahan yang diinginkan dalam tingkah laku
manusia.”
Dalam
istilah pendidikan agama Islam, banyak para ahli pendidik Islam yang
mendefinisikannya dengan penjabaran yang berbeda-beda, antara lain:
Achmadi,
mengartikan pendidikan agama Islam sebagai usaha yang lebih khusus
ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagamaan (religiositas) subyek
didik agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan
ajaran-ajaran Islam.[10]
H.
M. Arifin mendefinisikan pendidikan agama Islam sebagai proses yang
mengarahkan manusia kepada kehidupan yang lebih baik dan mengangkat
derajat kemasyarakatan sesuai dengan kemampuan ajarannya.[11]
Dari
berbagai definisi tersebut secara garis besrnya dapat disimpulkan bahwa
pendidikan agama islam adalah usaha sadar yang dilakukan pendidik
terhadap peserta didik dalam rangka menyiapkan peserta didik untuk
meyakini dan mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari
sesuai tujuan yang ditetapkan.
Dengan
demikian maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar PAI adalah
suatu bentuk belajar yang berpusat pada kreasi siswa dari kesempatan dan
pengalaman penting bagi siswa sehingga ia mampu, percaya diri,
memotivasi diri dan sanggup belajar setiap waktu dalam materi pelajaran
PAI.
B. Ciri-ciri Kemandirian Belajar
Ciri-ciri
kemandirian anak pada dasarnya sangat luas dan tingkat kemandiriannya
pun sangat beragam pada tingkatan usia. Dalam hal ini banyak ahli yang
menjabarkan ciri-ciri tersebut.
Ciri-ciri kemandirian menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1. Menurut Beller dikutip Dra. Muntholi’ah, M.Pd, ciri-ciri kemandirian meliputi:
1) Mampu mengambil inisiatif
2) Mencoba mengatasi kesulitan yang datang dari lingkungan
3) Mencoba melakukan aktifitas untuk mencari kesempurnaan
4) Mendapatkan kepuasan dari hasil kerjanya
2. Menurut Gilmore dikutip dari Chabib Toha merumuskan ciri-ciri kemandirian meliputi:
1) Ada rasa tanggung jawab
2) Memiliki pertimbangan dalam menilai problema yang dihadapi secara intelijen
3) Adanya perasaan aman bila berbeda pendapat dengan orang lain
3. Menurut Dra. Muntholi’ah, M.Pd. ciri-ciri mandiri sebagai berikut:
1) Mampu berfikir kritis, kreatif, dan Inovatif
2) Tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain
3) Tidak lari atau menghindar dari masalah
4) Memecahkan masalah dengan berfikir yang mendalam
5) Apabila menjumpai masalah diselesaikan sendiri tanpa bantuan orang lain
6) Tidak merasa rendah diri bila berbeda pendapat dengan orang lain
7) Berusaha bekerja dengan penuh ketekunan dan disiplin
Dalam
kaitannya dengan belajar dan berdasarkan uraian diatas, Kemandirian
belajar ini diwujudkan dengan adanya inisiatif pada kegiatan belajar,
kebebasan bertindak dan bersikap sesuai dengan nilai yang diajarkan,
kemantapan diri atau keyakinan dalam setiap kegiatan belajar dan
bertanggung jawab dalam setiap aktivitas belajarnya.
Sedangkan
untuk memperjelas suatu hal atau keadaan yang terkait dengan
kemandirian belajar maka penulis dapat menarik kesimpulan dari uraian
diatas bahwa ciri-ciri yang dapat dilihat pada siswa yang mempunyai
kemandirian belajar adalah sebagai berikut :
1. Inisiatif Pada Kegiatan Belajar
Komponen
ini meliputi kemampuan berfikir dan bertindak yang original, kreatif,
penuh inisiatif dan tidak mengharap penghargaan dari orang lain.
Menurut
Mihaly Csikszetmihalyi (1996) bahwa orang kreatif adalah orang yang
berfikir atau bertindak mengubah suatu ranah atau menetapkan suatu ranah
baru. (a created person is someone whose thoughts or action change a dominan, or establish a new domain).
Kretivitas
siswa dimungkinkan tumbuh dan berkembang dengan baik apabila lingkungan
keluarga, masyarakat dan sekolah turut menunjang mereka dalam
mengekspresikan inisiatifnya.
2. Kemantapan atau Percaya Diri dalam setiap Kegiatan Belajar
Kepercayaan
diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya
untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun
terhadap lingkungannya. Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut
mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri alias ”sakti”.
Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya
beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut diman ia merasa memiliki
kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa karena didukung
oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik
terhadap diri sendiri.
3. Tanggung Jawab dalam Setiap Aktivitas Belajarnya
Manusia
memiliki kemampuan untuk mengambil inisiatif untuk menunjukkan tanggung
jawab terhadap setiap gagasan, kata dan tindakan kita, apapun
konsekuensi yang ditimbulkannya. Kemampuan bertanggung jawab yang sangat
penting adalah rasa tanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Seseoran
bertanggung jawab untuk meguasai, mengontrol dan mengendalikannya
sendiri. Kemandirian seseorang ditandai dengan adanya kecenderungan
untuk mengambil sikap penuh tanggung jawab.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar
Adapun faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar ini dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Faktor Internal
Yaitu faktor dalam diri anak itu sendiri antara lain faktor kemantangan usia dan jenis kelamin serta inteligensinya.[15]
Faktor iman dan taqwa merupakan faktor penguat terbentuknya sifat
mandiri. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa ayat Al-Qur'an sebagai
berikut :
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى (فاطر: 18)
"Seseorang tidak akan memikul dosa orang lain". (Al-Fatir : 18).[16]
كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ (المدثر: 38)
"Tiap-tiap orang bertanggung jawab terhadap segala yang diperbuatnya". (Al-Mudatsir : 38).
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (ال عمران: 139)
"Janganlah
kamu merasa lemah, dan jangan pula merasa sedih, kamu adalah
orang-orang yang paling baik apabila kamu beriman". (Ali-Imran : 139).[17]
Prof.
Dr. Zakiah Daradjat mengutip pendapat Binet mengenai faktor internal
ini : "Bahwasannya kemampuan untuk mengerti masalah-masalah yang abstrak
tidak sempurna perkembangannya sebelum mencapai 12 tahun, dan kemampuan
mengambil kesimpulan yang abstrak dari fakta yang ada baru tampak pada
usia 14 tahun. Untuk itu maka pada usia 14 tahun, anak-anak telah dapat
menolak saran-saran yang tidak dapat dimengertinya dan mereka sudah
dapat mengkritik pendapat-pendapat berlawanan dengan kesimpulan yang
diambilnya".[18]
2. Faktor Eksternal
Yaitu faktor yang berasal dari luar diri anak tersebut yang meliputi:
1) Pembinaan
Setiap
anak ingin mandiri, akan tetapi tidak berarti bahwa orang tua/ pendidik
melepas begitu saja dan membiarkan tumbuh dan berkembang dengan
sendirinya. Namun harus dibina sesuai dengan perkembangan psikis dan
pertumbuhan fisiknya.
"Apabila
pembinaan pribadi anak terlaksana dengan baik, maka si anak memasuki
masa remaja yang mudah dan pembinaan pribadi di masa remaja itu tidak
akan mengalami kekurangan".[19]
Dengan demikian anak mempunyai pribadi yang luhur sehingga mudah untuk mandiri.
2) Pembiasaan dan Pemberian Kesempatan
Pendidikan
hendaknya menyadari bahwa dalam membina pribadi anak sangat diperlukan
pembiasan dan latihan secara serius dan terus menerus yang cocok dengan
perkembangan psikisnya, karena dengan pembiasaan dan latihan tersebut
lambat laun anak akan terbiasa dan akhirnya melekat menjadi bagian dari
pribadinya. Dalam pembiasaan itu dapat dilakukan dengan :
a) Teladan
Dengan teladan maka akan timbul gejala identifikasi positif, yaitu penyamaan diri dengan orang yang ditiru.[20]
Identifikasi positif penting sekali dalam pembentukan kepribadian.
b) Anjuran, Suruhan dan Perintah
Kalau
dalam teladan anak dapat melihat, maka dalam anjuran, suruhan dan
perintah adalah alat pembentukan disiplin secara positif.
c) Latihan
Tujuannya untuk menanamkan sifat-sifat yang utama dan untuk menguasai gerakan-gerakan serta menghafalkan pengetahuan.[21] Latihan dapat membawa anak kea rah berdiri sendiri (tidak selalu dibantu orang lain).
d) Pujian
Berperan dalam menguatkan dan mengukuhkan suatu tingkah laku yang baik.[22] Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang
positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik. Dengan pujian yang
tepat, akan memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi gairah
belajar serta sekaligus akan membangkitkan harga diri.[23]
e) Hukuman
Hukuman bertujuan untuk menekan atau membuang tingkah laku yang tidak pantas.[24] Hukuman sebagai reinforcement yang negative teapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bias menjadi alat motivasi.[25]
Dalam
prakteknya pendidik dalam menanamkan pembiasaan dan latihan serta
memberikan kesempatan harus memperhatikan usia, kematangan psikis dan
kekuatan fisik anak didik sehingga tidak terjadi kesalahan yang
berakibat fatal.
[1] J.L.G.M. Drost S, J. Sekolah : Mengajar atau Mendidik?, (Jakarta: Konislun, 1998), hlm. 39.
[2] Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan: Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hlm. 141.
[3] Zakiyah Daradjat, Perawatan Jiwa Untuk Anak, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm. 130.
[4] Winarno Surahmad, Pengantar Interaksi Belajar dan Mengajar, (Bandung: Tarsito, 1986), hlm. 65 – 66.
[5] Shaleh Abdul Aziz dan Abdul Aziz Abdul Majid, At-Tarbiyah wa Thuruqut Tadrir, Juz, I, (Mesir : Radul Ma'arif t,th), hlm. 169.
[6] Clifford T. Morgon dan Richard A King, Introduction to Psychology, (Tokyo : Crow Hill, 1971), hlm. 63.
[7] Dikutip Syarifudin Huda (03111145), Hubungan Konsep Diri dengan Kemandirian Belajar Siswa Kelas VIII SMP N 3 Weru, (Semarang: IKIP PGRI, Fakultas Ilmu Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling, 2007), Skripsi, hlm. 15.
[10] Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm.29
[11] M. Arifin, Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hlm. 14-15
[12] Muntoli’ah, Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI, (Semarang: Gunung Jati Offset, 2002), hlm. 54
[13] Chabib Toha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1996), hlm. 123
[15] H.M. Chabib Thoha, op. cit., hlm., 124.
[16] Ibid., hlm., 124.
[17] Ibid., hlm. 124-125
[18] Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm. 38.
[20] Ahmad Marimba, Pengantar Filsafat Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Al-Ma’rif, 1980), hlm. 85
[22] Singgih D. Gunarsa, Psikologi Untuk Membimbing, (Jakarta: Gunung Mulia, 2007), cet. 11, hlm. 137.
[23] Sardiman AM., op. cit., hlm 94.
[24] Singgih D. Gunarsa, op. cit., hlm 137.
[25] Sardiman AM., loc. cit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar