Perbaruilah kehidupanmu dengan mempelajari sejarah.
Keniscayaan Kebangkitan
Semenjak runtuhnya Khilafah
Utsmaniyah enam abad silam, ummat islam merasakan ketidak jelasan status.
Mereka kehilangan cahayanya kecuali hanya sedikit saja yang tersisa, itu pun
sangat redup. Yang masih jelas dalam pandangan mereka bahwa islam hanyalah
sederet tata cara rukuk dan sujud, zakat dan puasa, haji serta ritual-ritual
lainnya. Krisis identitas keislaman melanda timur hingga barat tanah kaum
muslimin seiring menuanya dunia. Sudah
menjadi tabiat sejarah bahwa ketika sebuah peradaban melemah, maka peranannya
di dunia ini akan digantikan oleh peradaban yang kala itu dianggap kuat dari
segi ketercakupannya dalam menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi
manusia. Maka ketika islam sudah mulai tertatih, peradaban baratlah yang memegang
peranan penting di panggung sejarah manusia.
Namun
demikian peradaban islam adalah peradaban yang tidak akan pernah hilang.
Kendati ia semakin lemah tapi tidak akan sampai mati. Hal itulah yang
disampaikan oleh Dr.Raghib As-Sirjani dalam bukunya yang berjudul Ummatun Lan
Tamut (judul terjemahannya: Islam Is Never Die). Ummat islam akan tetap
eksis walau dalam selemah-lemah keadaannya, dan akhirnya akan bangkit lagi.
Islam akan kembali tegak, dengan perkasa memimpin kembali kehidupan manusia
menuju keemasannya.
Bukti
riil tentang datangnya kebangkitan islam kini semakin jelas terlihat. Ummat
islam semakin bergairah mengkaji islam, semakin banyak shaf-shaf di masjid dan
isinya tidak hanya orang-orang tua tapi juga para pemuda bahkan anak-anak.
Wanita-wanita muslimah semakin banyak yang menggunakan jilbab, bahkan
sekolah-sekolah umum sekarang banyak yang mewajibkan siswi-siswi mereka yang
mulim untuk menutup aurat. Kampus-kampus mulai mengembangkan kajian terhadap
sistem islam, mulai dari ekonomi islam sampai politik islam, mahasiswa dengan
semangat mereka yang khas telah mendongkrak perkembangan yang pesat terhadap
perkembangan pemikiran islam. Semakin terlihat upaya kaum muslimin untuk
menegakkan agama mereka. Berbagai organisasi bermunculan, mulai dari organisasi
islam yang memfokuskan diri dalam pelayanan sosial masyarakat sampai
partai-partai politik islam, tidak ketinggalan pula peran para pemuda muslim
yang semakin menyadari akan pentingnya peran mereka untuk menegakkan kembali
agama ini. Bahkan tidak hanya kaum muslimin saja yang mulai tertarik dengan
islam tapi mereka yang nashrani, hindu, budha bahkan atheis juga mulai
memperbincangkannya. Islam telah menjadi agama yang mengalami pertumbuhan
tercepat akhir-akhir ini. Ada yang menyebutkan bahwa situs-situs islam di
internet dikunjungi oleh sekitar 2 juta pengunjung setiap harinya. Bukankah
semuanya itu sebagai bukti bahwa islam sedang merangkak naik menu
kegemilangannya untuk kali yang kedua.
Mengapa Kembali
kepada Shiroh (Sejarah)?
Sebagai
agama yang sempurna, islam tidak melupakan tentang pentingnya analisa sejarah.
Anjuran untuk analisa sejarah ini
sendiri merupakan hal yang disebut ketika menyebutkan tentang pertarungan
peradaban. Ketika terjadi pengusiran terhadap Yahudi Bani Nadhir yang
diceritakan dalam Al-Qur’an pada Surat Al-Hasyr ayat 2, Allah mmerintahkan
kepada meraka untuk mengambil ‘ibroh dari peristiwa itu.
هُوَ الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنْ
دِيَارِهِمْ لِأَوَّلِ الْحَشْرِ مَا ظَنَنْتُمْ أَنْ يَخْرُجُوا وَظَنُّوا أَنَّهُمْ
مَانِعَتُهُمْ حُصُونُهُمْ مِنَ اللَّهِ فَأَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا
وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُمْ بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِي
الْمُؤْمِنِينَ فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ (2)
Artinya: Dia-lah yang
mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung mereka
pada saat pengusiran kali yang pertama. Kamu tiada menyangka, bahwa mereka akan
keluar dan mereka pun yakin, bahwa benteng-benteng mereka akan dapat
mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah; maka Allah mendatangkan kepada
mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah
mencampakkan ketakutan ke dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah
mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka
ambillah (kejadian itu) untuk menjadi ‘ibroh (pelajaran), hai orang-orang yang
mempunyai pandangan (Q.S.Al-Hasyr:2)
Dalam
Tafsir ibnu katsir dijelaskan bahwa perintah mengambil ‘ibroh itu adalah
perintah untuk memikirkan (menganalisa) sebab kejadian tersebut dan akibat bagi
pelaku. Analisa shiroh yang dilakukan ummat islam sebagaian besarnya hanya
dilakukan seputar hukum-hukum fiqih terkait kewajiban syar’i yang merupakan
ritual ibadah seperti sholat, wudlu, tayammum, puasa, haji saja. Padahal
analisa terhadap sejarah ini sangat penting untuk strategi sosial yang masuk
dalam unsur penegakan dien. Sangat sedikit buku-buku shiroh yang menjelaskan
secara detail tentang ‘ibroh yang terkandung dalam perjalanan keemasan islam.
Perhatian
kepada sejarah sangat berpengaruh kepada tindakan perencanaan masa depan,
pengalaman-pengalaman sebelumnya akan memberikan data yang cukup sebagai bahan
untuk perancangan tindakan sampai tahap eksekusi tindakan. Sebenarnya hal ini
sudah dipahami oleh setiap orang secara tidak langsung, bisa kita lihat dari
ejekan terhadap orang yang terjatuh di tempat yang sama dua kali, ini berarti
dia tidak berhasil menganalisis sejarah kejatuhan sebelumnya. Sehingga katika
menginginkan kebangkitan itu menjadi nyata maka deperlukan percontohan dari
kebangkitan sebelumnya. Oleh karena itu peran sejarah masa lalu adalah sebuah
keharusan yang mengisi pemikiran-pemikiran para aktivis pergerakan islam
sehingga kemenangan yang sudah pasti itu bisa semakin cepat jadi nyata.
Dalam
Kitab Ar-Rahiqu Al-Makhtum, Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury
menjelaskan dua peranan Shirah Nabawiyah bagi ummat islam yaitu:
1.
Memahami
peribadi Rasulullah ShallaLlahu 'alaihi wasallam, menelusuri kehidupan
dan suasana hidup beliau.
Hal
ini akan memberikan bukti nyata bahwa Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam
menjalani kehidupan beliau atas wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala sehingga manusia dapat meneladani kehidupan
beliau yang begitu unggul dan luar biasa, dan menjadikannya sebagai dasar
hidupnya. Jika manusia ingin mencari suatu contoh terbaik yang bersifat
universal, mereka akan mendapatkan semuanya dalam kehidupan Rasulullah Muhammad
Sallallahu 'alaihi wasallam, maka jelaslah mengapa Allah menjadikan Muhammad
Sallallahu 'alaihi wasallam sebagai contoh (uswah) bagi umat
manusia. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ
اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
Artinya: Sesungguhnya pada (diri) Rasulullah itu menjadi contoh
yang paling baik untuk (menjadi ikutan) kamu". (Al-Ahzab [33] :21)
Perjalanan
hidup Rasulullah Muhammad salla lahu 'alaihi wasallam akan membantu
dalam memahami isi kandungan Al-Qur'an, karena banyak sekali ayat-ayat
Al-Qur'an yang diuraikan dan ditafsirkan oleh kejadian dan peristiwa-peristiwa
dalam sejarah hidup Rasulullah Muhammad sallallahu 'alaihi wasallam.
Sehingga setiap Muslim dapat mengumpulkan berbagai hal tentang pengetahuan
keislaman, baik yang bersangkutan dengan 'aqidah, hokum Islam maupun
aturan-aturan lainnya. Lebih tegas lagi bahwa
kehidupan Rasulullah Sallallahu 'alaihi Wasallam merupakan satu
gambaran dengan dimensinya yang jelas bagi prinsip-prinsip dan hukum-hukum
Islam.
2.
Memberikan
kepada para pendidik/pendakwah Islam meneladani dan mengajar dengan mengikuti
sistem pendidikan dan pengajaran yang baik karena Rasulullah Muhammad SallaLlahu
'alaihi Wasallam sendiri adalah sebagai pendidik, penasihat, guru dan
pertunjuk yang utama.
Bagi
para aktifis pergerakan, pembaharu yang ingin mewujudkan kembali kejayaan islam
maka mungkin menghilangkan begitu saja sistem dan mekanisme yang baik itu, tapi
akan senantiasa mempelajari sistem-sistem pengajaran (tarbiyah) yang terbaik
semasa Rasulullah SallaLlahu 'alaihi wasallam.
Faktor yang menjadikan sejarah hidup
Rasulullah SallaLlahu 'alaihi wasallam mewujudkan kedua hal tersebut
adalah kerana sejarahnya lengkap meliputi seluruh aspek kehidupan, baik segi kemanusiaan
maupun kemasyarakatan, baik sebagai individu yang baik dengan karakternya
tersendiri maupun sebagai seorang anggota masyarakat yang bergelut dengan
nilai-nilai pada masyarakatnya.
Shirah
Nabawiyah menghidangkan kepada kita contoh utama bagi seorang pemuda yang baik;
yang kepribadiannya terpercaya di kalangan keluarga dan sahabatnya; seorang
manusia yang menyeru ummat manusia ke jalan Allah secara lemah-lembut dan
bersopan-santun; seorang pejuang yang mengorbankan seluruh usaha dan tenaga
demi menyampaikan seruan Allah, seorang kepala negara yang menjalankan pemerintahan
dengan cakap dan pintar, seorang suami yang halus pergaulannya, seorang ayah yang
teliti dan bijak menyempurnakan kewajibannya terhadap anak dan isteri, seorang panglima
perang yang cerdas, penuh dengan strategi-strategi jitu, dan seorang muslim yang
lurus lagi bijak memberikan dedikasinya kepada Allah, keluarga dan sahabatnya (Radiyallahu
'anhum ajma'in). Tidak diragukan lagi bahawa mempelajari sejarah hidup
Rasulullah Muhammad Sallallahu 'alaihi Wasallam ialah memahami semua
sudut kemanusiaan.
Semuanya itu sangat dibutuhkan untuk
mengembalikan kondisi ummat islam seperti masa lalunya, ketika ia berjaya.
Kondisi
Kaum Muslimin Saat Ini
Ketika berbicara tentang ahwal (keadaan) kaum muslimin saat
ini maka yang tergambar jelas adalah adanya beberapa kelemahan yang kemudian
dalam beberapa masa menjadi semakin memprihatinkan. Kaum muslimin dipenuhi oleh
kelemahan-kelemahan yang menyesakkan, hingga sulit mengangkat kepala, ummat tidak
bangga dengan dengan gelar kemuslimannya. Mulai dari kekacauan konsep aqidah
akibat tercampurnya dengan paham-paham aqidah jadi-jadian dan rekayasa musuh,
hingga permasalahan sosial dan ekonomi yang sangat pelik.
Ketika kita menelusuri berbagai kejadian dalam kehidupan kaum
muslimin dapat dilihat bahwa seluruhnya merupakan kekalahan yang bertubi-tubi
yang diawali dari runtuhnya Dinasti Turki Utsmani dan jatuhnya palestina dan
diproklamirkannya palestina pada tahun 1948. Kemudian terjadi serangan
besar-besaran terhadap Mesir dan Suriah
yang melumpuhkan transportasi udara mesir dan dimenangkan oleh Israel
pada Oktober 1967.
Bukan hanya kekalahan dalam politik
dan militer, tapi juga kekalahan dalam mempertahankan identitas ajaran islam
dari gebrakan bertubi-tubi pemikiran barat telah melemahkan kualitas internal
ummat islam, kaum muslimin jauh dari pola pikir islami. Kebobrokan pola pikir
ini kemudian merealita dalam praktek-praktek keji dan kebiadaban moral. Hal ini
tidak hanya merasuki taraf masyarakat muslim awam namun juga sampai pada pemimpin-pemimpin
mereka yang merampas hak-hak kaum
muslimin dan meninggalkan kemiskinan dan hutang yang melimpah. Bahkan para
cendekiawan juga tidak sedikit yang telah dilumuri oleh pikiran-pikiran
nyeleneh tentang agama mereka sendiri hingga tidak ada yang diwariskan kepada
ummat kecuali kebodohan dan kepincangan wawasan dan kesesatan yang nyata.
Kenyataan lainnya yang merupakan
pokok yang harus diperhatikan adalah terkotak-kotaknya kaum muslimin oleh
batasan territorial dan nasionalisme yang telah diselewengkan dari makna
sebenarnya, sehingga terlihat seorang muslim tidak lagi tertarik membahas
keadaan saudaranya hanya karena mereka berada di Negara yang berbeda.
Optimisme
Akan Kebangkitan
Melihat realita yang ada maka seolah
tidak aka nada harapan lagi bagi islam untuk sekedar berdiri apalagi berlari
meraih tampuk kepemimpinan dunia. Namun dari sisi lainnya kaum muslimin
terlihat mulai bangkit sedikit-demi sedikit. Dan optimism tentang kebangkitan
itu harus semakin dihujamkan. Ummat Islam adalah ummat yang akan terus ada
selama-lamanya. Dia akan selalu ada hingga dunia ini tutup usia. Bahkan ketika
beberapa peradaban yang mati itu lenyap hingga hanya meninggalkan kisah, maka
islam tidak akan lenyep seperti mereka. Beberapa nash Al-Qur’an menjelaskan hal
ini dengan jelas. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 143:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى
النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي
كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ
عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ
Artinya: Dan demikian (pula) Kami
telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu
menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi
atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu
(sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti
Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat
berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan
Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang kepada manusia. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 143)
Ummat islam telah dijadikan sebagai
ummat yang menjadi saksi sejarah pergulatan kekuatan yang ingin menguasai
dunia. Merupakan sunnatullah bahwa setiap kekuasaan itu dipergilirkan,
peradaban yang satu diganti dengan peradaban yang lain lalu hilang hingga
diganti oleh peradaban baru yang memimpin pentas sejarah kemudian lenyap hingga
akhirnya siklus itu ditutup oleh kebangkitan islam.
Ketika Khilafah Islam runtuh, ia
tidak hilang tapi tetap ada walau tertatih. Dia hanya turun dari panggung untuk
kemudian menunggu giliran mengguncangkan panggung kembali. Itulah bedanya islam
dengan Romawi yang kini hanya puing-puing bangunan, juga Persia yang sekarang
hanya cerita. Begitulah keistimewaan ummat ini.Ummat yang tampil di panggung
sejarah dua kali. Dia hanya turun panggung sebentar untuk menyaksikan
pementasan dari ummat yang lain, dan itu menjadi referensi yang bagus untuk
tampilnya yang ke dua.
Rasulullah juga telah mengabarkan
tentang kemampuan bertahan yang luarbiasa dari ummatnya dalam banyak hadits
beliau. Tidak kurang dari Sembilan belas (19) shahabat yang meriwayatkan kabar
tentang survivenya kaum muslimin hingga kebangkitan itu datang. Bahkan kabar
ini menurut penelitian sejumlah ulama hadits telah mencapai derajat hadits
mutawatir, seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah dalam Iqtidha’
As-Shirah Al-Mustaqim Mukhalafatu Ashabil Jahim, Imam As-Syuyuti dalam Qatful
Azhar Al-Mutanashirah, Imam Kattani dalam Nazhmul Al- Mutanashir fi
Hadits Al-Mutawatir. Diantara riwayat tersebut adalah riwayat dari Mughirah
Bin Syu’bah bahwa Rasulullah bersabda:
لَنْ يَزَالَ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى النَّاسِ حَتَّى
يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ ظَاهِرُونَ
Artinya: Akan senantiasa ada satu
kelompok dari ummatku yang meraih kemenangan sampai datang kepada mereka
perkara Allah sementara mereka tetap dalam keadaan meraih kemenangan. (HR.
Bukhary, Kitabul I’tisham, hadits no.6767, dan Muslim Kitabul Imarah, hadits
no. 3545)
Sudah jelaslah bahwa ummat islam
akan tetap survive dalam setiap keadaan hingga tamatnya pementasan di panggung
sejarah, dan ementasan itu ditutup dengan tampilnya islam dengan gemilang. Tapi
perjalanan menuju semuanya itu tidak akan pernah mudah, bagaimana perjalanannya
itulah yang akan kita pelajari dari sejarah.
Penegakan Agama Perspektif Shiroh
Sejarah adalah sesuatu yang selalu
berulang. Sejak dahulu kala dongeng selalu memberitakan bahwa kebaikan akan
selalu menang. Kebaikan secara luas adalah apa yang dirasakan pada masa itu
relevan menjawab berbagai masalah yang ada. Dalam istilah Al-Qur’an, kebaikan
sering disebutkan dengan kata ma’ruf. Ma’ruf sendiri secara bahasa berarti
sesuatu yang dikenal. Jika diterjemahkan secara bebas dengan mengaitkan
terhadap situasi dan keadaan, maka ma’ruf adalah situasi dan kondisi penyelesaian
yang memiliki kesesuaian dengan problematika dan tantangan yang ada. Sehingga perintah
amar ma’ruf sebenarnya adalah perintah untuk menyelesaikan realita persoalan
ummat dengan berbagai cara yang efktif dan efisien mewujudkan maslahat.
Jika melihat fenomena terakhir dari
kondisi kehidupan manusia yang semakin rumit, maka mulai muncul keraguan dengan
sistem yang diciptakan oleh peradaban barat. Sistem ekonomi libera ternyata
tidak terlalu efektif bagi beberapa kalangan, sistem politik yang ada sekarang
ini juga tidak terlalu efisien untuk menyelesaikan masalah yang menimpa rakyat,
yang ada malah menambah pembahasan yang menunjukkan semakin banyaknya masalah.
Sehingga masyarakat mulai mecari-cari alternatif penyelesaian masalah yang
lebih ma’ruf, lebih sesuai untuk masalah yang ada. Ini memberikan kesempatan
bagi kaum muslimin untuk menawarkan konsep solusi yang lebih tepat menjawab
berbagai masalah. Pamor sistem islam mulai naik, agama islam semakin terasa
menuju proses penegakannya.
Kembali kepada tabiat sejarah yang selalu
berulang, kebangkitan ke dua ini adalah proses copy-paste konsep dari
proses kebangkitan awalnya.
Analisis
Shiroh Nabawiyah
Melihat shirah nabawiyah maka ada
dua fase umum yang dilalui Rasulullah beserta para shahabat beliau yaitu:
1.
Fase
Makkiyah
Fase Makkiyah adalah masa awal
pengenalan islam kepada manusia, yang telah lama melupakan konsep yang sebelumnya
dibawa oleh Ibrahim a.s. Secara garis besar ada tiga tahapan yang lebih rinci
pada fase makiyah ini, yaitu:
a.
Tahap
dakwah secara rahsia tiga tahun.
b.
Tahap
syi’ar dan keterbukaan dakwah kepada penduduk Makkah. Berawal dari tahun
keempat Kerasulan pada akhir tahun ke sepuluh.
c.
Tahap
ketiga keluar ke sekitar Makkah dan penyebaran di kalangan mereka, bermula dari
penghujung tahun kesepuluh hingga ke hijrah Rasulullah.
Adapun strategi dakwah yang dilakukan
dalam fase ini yaitu:
a.
Memulai
penyebaran prinsip ajaran islam
Setelah turunnya wahyu maka sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan
adalah menyampaikan risalah islam kepada manusia. Tugas ini merupakan tugas
yang sangat berat, namun yang diserahi tugas ini adalah seorang pria pilihan
yang dikondisikan hati, pikiran, fisik, dan perilakunya sebelumnya. Muhammad shallallahu
alaihi wa sallam yang saat itu berusia 40 tahun, seorang pemuda terpercaya
dan dihormati oleh masyarakatnya dan tersohor akan kebaikannya. Seorang pemuda
yang pernah menjadi pemberi solusi yang luarbiasa atas masalah besar yang
menimpa masyarakat makkah saat itu, peletakan hajar aswad batu hitam yang
sacral bagi masyarakat. Masalah yang hampir menimbulkan perang suku itu selesai
dengan damai dan memuaskan.
Perintah penyampaian ini bukan tanpa arahan dan rancangan strategi.
Ketika melihat urutan turunnya ayat-ayat pada awal kenabian maka akan terlihat
disana sebuah rancangan strategi dan konsep pelaksanaan yang jelas.
Ayat yang pertama kali diturunkan (menurut pendapat yang masyhur) adalah
Surat Al-Alaq ayat 1-5.
اقْرَأْ بِاسْمِ
رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ
الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
(5)
Artinya: [1] Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. [2] Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. [3] Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. [4] Yang
mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. [5] Dia mengajarkan kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya. (Q.S.Al-Alaq:1-5)
Kelompok ayat yang kedua diturunkan dengan
selang beberapa hari (atau 2,5 tahun menurut pendapat yang lainnya) tahun
setelah itu yaitu Surat Al-Muddatsir ayat 1-7 :
يَا أَيُّهَا
الْمُدَّثِّرُ (1) قُمْ فَأَنْذِرْ (2) وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ (3) وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
(4) وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ (5) وَلَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ (6) وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ
(7)
Artinya: [1] Hai orang yang
berkemul (berselimut), [2] bangunlah, lalu berilah peringatan! [3] dan Tuhanmu agungkanlah, [4] dan
pakaianmu bersihkanlah, [5] dan perbuatan dosa (menyembah berhala)
tinggalkanlah, [6] dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh
(balasan) yang lebih banyak. [7] Dan
untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah. (Q.S.Al-Muddatsir:1-7)
Beberapa hal yang
bisa dilihat di sini adalah pada urutan penurunan kelompok ayat tersebut,
perintah awalnya adalah membaca kemudian perintah untuk menyampaikan. Perintah
membaca diberikan sejak awal padahal Muhammad shallalahu alaihi wa sallam
adalah seorang yang ummiy (Buta aksara) dan itu bukannya tanpa hikmah.
Hikmah pertama adalah untuk menunjukkan bahwa Al-Qur’an bukan ciptaan Muhammad,
karena tidak mungkin seorang yang buta aksara bisa menyusun kalimat seindah itu
tanpa belajar tentang kesastraan dan berbagai macam hal yang bisa dipelajari
dengan membaca. Hikmah ke dua dari perintah membaca di awal kenabian ini sering
tidak diperhatikan oleh para aktivis pergerakan kebangkitan, yaitu bahwa
sebelum melaksanakan gerakan maka diperlukan proses pembacaan terhadap segala
hal yang terkait dengan gerakan apa yang akan dilaksanakan, kalau dalam istilah
modernnya adalah bahwa proses membaca di awal aktifitas ini adalah analisis
SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Treat).
Dari proses awal ini
terdapat setidaknya dua konsep pergerakan yang bisa menjadi acuan penegakan
kembali agama islam pada masa sekarang ini yaitu:
-
Para
penggagas kebangkitan itu adalah mereka yang memiliki kompetensi yang
dibutuhkan oleh ummat sehingga mereka mendapatkan kedudukan di hadapan
masyarakat sebagai seseorang yang dianggap mampu memberikan solusi dalam permasalahan
mereka. Yang mampu menempati posisi ini adalah para intelektual yang merupakan
hasil dari perguruan-perguruan tinggi.
-
Pewujudan
kebangkitan hendaknya diawali dengan analisis kondisi dan situasi dunia islam
maupun keadaan kaum non muslim, mengetahui potensi kaum muslimin dan
musuh-musuh mereka serta serta siapa yang bisa diajak untuk berserikat. Dengan
kemampuan analisis ini maka akan memunculkan rancangan gerakan yang tepat dan
efektif.
-
Kebangkitan
ini dapat diwujudkan dengan penyesuaian antara perintah Langit dengan keadaan
riil di bumi. Sehingga tidak hanya pegang teguh terhadap hukum peraturan Qur’ani
secara buta namun bagaimana menyetarakannya dengan realita kondisi yang tengah
berlangsung. Kesesuaian inilah yang merupakan akar berbagai gerakan yang
dilakukan sehingga tidak terkesan jumud (beku) atau juga tidak terlalu
cair, tapi moderat (wasath).
b.
Membentuk
tim penyebaran jaringan
Dakwah sirriyah dimulai dari keluarga dan sahabat terdekat
Rasulullah. Dari Khadijah binti Khuwailid isteri beliau sendiri, kemudian Abu
Bakr bin Abu Kuhafah. Ada hal yang sangat penting yang dilakukan pada tahapan
ini, yaitu perekrutan Abu Bakr sebagai satu dari simpul jejaring sosial yang
memperluas jangkauan untuk meningkatkan kuantitas. Sehingga bergabunglah Abdurrahman
bin Auf, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidaillah, Sa'd bin Abi Waqqash dan
Zubair bin Al-'Awwam.
Di antara yang terawal juga ialah, Bilal bin Rabah al-Habsyi,
kemudian Abu Ubaidah 'Amir bin al-Jarah dari Bani al-Harith bin Fihr, Abu
Salamah bin Abdul al-Asad al-Makhzumi, al-Arqam bin Abu al-Arqam al-Makhuzmi, Utsman
bin Maz'un dan dua saudaranya Qudamah dan Abdullah, Ubaidah bin al-Harith bin
al-Mutalib bin Abdul Manaf, Said bin Zaid al-Adawi al-Urus dan isterinya
Fatimah bin al-Khattab al-Adwiah adik perempuan Umar Ibni al-Khatab, Khabbab
bin al-Arat, Abdullah bin Mas'ud al-Huzali dan banyak lagi yang lainnya, mereka
adalah orang-orang yang pertama masuk islam (al-Sabiqun al-Awwalun).
Mereka seluruhnya adalah keturunan Quraisy, Ibnu Hisham telah menghitung mereka
sebanyak empat puloh orang.
c.
Penguatan
Struktur secara Rahasia
Setelah mendapatkan pengikut yang cukup banyak, dimulailah
pengorganisasian rahasia. Diadakan pertemuan di rumah Arqam bin Abil Arqam.
Dimulailah pembinaan secara intens terhadap jamaah kecil itu yang terdiri dari
tidak lebih dari 40 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Penanaman aqidah
dilakukan secara mantap sampai terbentuknya karakter yang kuat dalam diri para assabiqunal
awwalun. Aktifitas penguatan kualitas individu kader dan soliditas jamaah
dilakukan melalui pertemuan tersebut. Hal itu terus berlangsung bahkan hingga dakwah
mulai dilakukan secara terang-terangan.
Benih dari sebuah pergerakan memiliki sifat yang lemah dan rentan
terhadap berbagai keadaan yang sulit dan ancaman dari luar. Diperlukan
penguatan-penguatan dan penataan di berbagai segi untuk bisa tetap bertahan.
Maka sebisa mungkin haruslah menghindari hal-hal yang akan menghancurkan benih
kecil yang masih rapuh tersebut. Yang bisa dilakukan adalah memberikan kekuatan
yang dibutuhkan yaitu suplemen-suplemen yang akan menguatkan individu setiap
anggota jamaah dan suplemen penguat jamaah itu sendiri.
Ini dilakukan dengan rahasia dan dalam konteks individu. Apa yang menjadi
tujuan adalah tegaknya sebuah jamaah golongan mukmin yang bersatu dalam persaudaraan
dan sanggup tolong menolong, bekerja menyampaikan risalah Muhammad dan membela perjuangannya.
d.
Menjauhi
Bentrokan dan Medan Perang.
Pembentukan kualitas internal tidak
akan berjalan maksimal jika dalam pelaksanaannya bayak hantaman dari luar. Maka
sebisa mungkin pergesekan dengan elemen internal harus dihindari.
e.
Membangun
Militansi
Militansi yang dimaksudkan di sini
adalah bagian dari kualitas individu setiap anggota jamaah. Karakter militan
yang dibentuk adalah:
-
Loyalitas
(al-wala’) terhadap peraturan-peraturan Ilahiah yang merujuk kepada
Ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan serta arahan, instruksi, dan keputusan
Rasulullah.
-
Pengingkaran
(al-Bara’) terhadap segala hal yang dilarang oleh Allah dan rasulnya.
Dalam mewujudkan militansi ini
dilakukan penanaman keimanan yang kuat dalam hati kaum muslimin. Rasulullah
terus membuat pertemuan dengan mereka, memberikan pertunjuk kepada mereka.
Wahyu turun tanpa terputus-putus lagi, yaitu setelah terturunnya awal surah
Al-Muddatsir. Ayat-ayat urah yang turun pada fase mekkah ini merupakan
ayat-ayat yang pendek-pendek, struktur ayatnya indah dan sederhana,
rentak-rentaknya adalah lembut, seni susunannya sesuai dengan tuntutan suasana
yang damai, bertemakan pembersihan jiwa dan mengecam kerja-kerja pencemaran
diri dengan noda-noda dunia. Mengambarkan keindahan syurga dan keburukan neraka
bagaikan tertera di hadapan mata kepala, membimbing manusia mukmin dalam satu
suasana yang berbeda dari suasana masyarakat saat itu.
Dengan keimanan yang kuat itulah
muncul pribadi-pribadi yang setia, walaupun terjadi berbagai intimidasi
terhadap mereka, bahkan sampai pada pembunuhan.
f.
Menggali
Potensi Kader
Dalam penguatan struktur yang masih
dirahasiakan tersebut, tidak hanya proses takwin (pembentukan) yang
dilakukan, tapi juga menilik potensi yang sudah ada dalam diri jamaah untuk
dimanfaatkan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Karena yang akan dibentuk
adalah manusia yang sebelumnya memang memiliki potensi pribadi masing-masing
maka itu merupakan kekuatan yang tidak boleh disia-siakan. Ada berbagai
pembagian tugas terhadap shahabat beliau. Zait bin Tsabit sebagai tim penulis
Al-Qur’an, Mus’ab bin Umair sebagai tenaga pengajar yang diutus ke madinah, Abu
Bakr dan beberapa pebisnis lainnya menjadi donatur tetap dalam setiap agenda
dakwah, dan banyak tugas-tugas yang lainnya dibagikan kepada masing-masing
shahabat sesuai dengan potensinya. Dengan langkah ini maka kualitas individu
semakin terasah dan potensi jamaah juga semaikn meningkat.
g.
Menggali
Basis Sumber daya Alam
Ketika internal jamaah sudah mulai
menguat, dilakukan juga pendekatan-pendekatan untuk memanfaatkan berbagai
sumber daya yang ada, termasuk di dalamnya adalah kondisi sosial politik
masyarakat arab pada waktu itu. Semuanya digunakan untuk mempertahankan posisi
sosial kaum muslimin di makkah.
2.
Fase
Madaniyah
Seiring dengan pertahanan sosial di
makkah, dilakukan juga persiapan awal untuk basis masyarakat dan basis
territorial di luar makkah. Ini dilakukan dengan perencanaan yang sangat baik
dengan pembagian peran serta pembagian konsentrasi massa yang tepat. Dalam fase
madaniyah ini juga terjadi beberapa proses yang menentukan dalam penegakan
dienul islam, yaitu:
a.
Proses
pembentukan basis masyarakat pendukung
Sebelum terjadinya hijrah, Madinah yang
pada saat itu masih bernama Yatsrib memang telah dipersiapkan sebagai basis
masyarakat yang kuat. Ini dimulai dari masuk islamnya penduduk madinah yang
sedang menjalankan ibadah haji di makkah. Sehingga setelah kembali ke madinah
berita tentang agama islam tersebar, dan semakin banyak yang berbaiat.
Momen inilah yang digunakan untuk
pembentukan basis sosial di lokasi yang relative aman, dan memang kondusif
untuk melakukan hal itu. Mulailah pembinaan basis masyarakat ini dengan
pengiriman para pengajar ke Madinah, salah satunya adalah Mush’ab bin ‘Umair.
Basis ini sangat dibutuhkan untuk memberikan dukungan yang lebih besar kepada
pertumbuhan islam.
b.
Pembentukan
basis territorial
Selain basis masyarakat,
dipersiapkan pula madinah sebagai daerah territorial baru sebagai tempat
tegaknya agama islam. Dengan adanya wilayah kekuasaan maka posisi islam akan
semakin kuat.
c.
Pemanfaatan
potensi pendukung
Tidak hanya kaum muslimin madinah
yang dipersiapkan, tapi juga konsep kerjasama dengan kaum non muslim yang didup
di madinah juga dilakukan. Kemapanan masyarakat dan wilayah serta hubungan
kerjasama dengan kelompok non muslim dimulai dengan disepakatinya piagam
madinah. Proses merangkul pihak di luar kaum muslimin ini perlu dilakukan untuk
menjaga stabilitas masyarakat baru dan wilayah baru tersebut.
d.
Penataan
Negara
Dengan masyarakat dan wilayah maka
lengkaplah elemen pembentuk sebuah Negara. Itulah Negara Madinah. Tunas
peradaban baru pemimpin dunia. Mengapa harus ada Negara madinah? Karena dengan keberadaannya
sebagai sebuah Negara akan menguatkan posisi di hadapan pihak-pihak
internasional termasuk makkah, Romawi, Persia, dan yang lainnya.
e.
Pelaksanaan
dakwah secara utuh dan menyeluruh.
Salah satu imbas positif yang
merupakan titik tolak dari perubahan wajah dunia adalah diterapkannya islam
secara menyeluruh di madinah. Islam telah tegak, berdiri dengan kokoh.
Posisi kaum Muslimin Saat ini dalam Refleksi Masa Lalu
Sebuah kalimat yang sangat indah
dari seorang tokoh pembaharu pemikiran ummat, Imam Malik mengatakan: Ummat
ini tidak akan berjaya kembali kecuali dengan apa yang dimiliki generasi awal
mereka. Sekali lagi ada kesadaran akan pengulangan sejarah. Kejadian 14
abad yang lalu itu akan kembali terjadi dan itu harus jika kita ingin kembali
menegakkan agama ini seperti pada generasi awalnya.
Untuk merefleksi sejarah itu ke
dalam kehidupan nyata masa kini maka harus diketahui dahulu posisi ummat saat
ini dalam perspektif shiroh. Apakah pada masa makkiyah atau madaniyah. Apakah
dalam proses pembentukan basis sosial atau dalam pembentukan Negara?
Untuk menentukan posisi tersebut, maka
kita haru mengetahui kondisi riil kaum muslimin saat ini dan kondisi masyarakat
di luar ummat islam. Semuanya itu dilihat dari segi aqidah, intelektual,
kekuatan ekonomi, strata sosial, kemantapan posisi politik, yang semuanya itu
menggambarkan sejauh mana penerapan syariat itu dapat terlaksana.
Dalam hal ini terdapat berbagai
gambaran tentang kondisi kaum muslimin:
1.
Kelemahan
Aqidah
Semakin tua usia ummat islam,
ternyata aqidah semakin tidak diperhatikan. Banyak factor yang menyebabkan hal
ini. Yang pertama adalah kurangnya ketertarikan ummat islam terhadap agamanya
sendiri, mereka lebih suka membahas pemikiran-pemikiran barat yang sarat dengan
konspirasi menjatuhkan ummat islam. Aqidah-aqidah menyimpang pun semakin
beragam. Ketiak aqidah yang menjadi pondasi kehidupan ummat islam rapuh maka
kaum muslimin akan kehilangan control terhadap aktifitasnya, yang membuahkan
kesemrawutan bidang-bidang lainnya dalam kehidupan. Sebab ke dua adalah
perencanaan musuh-musuh islam untuk menjauhkan islam dari agamanya, sehingga
islam tinggal nama, aqidahnya tidak jelas kebenarannya.
2.
Kelemahan
Intelektual
Intelektual yang sangat dibutuhkan
untuk menjadi problem solver bagi ummat kini entah kemana. Kemerosotan kualitas
dalam bidang pendidikan terjadi bukan karena kurangnya jumlah sekolah, atau
kurangnya guru dan dosen. Tapi lebih pada pembahasan kualitas pembelajaran.
Jual beli gelar, suap-menyap untuk kelulusan tes, hingga kesemrawutan
pengelolaan pendidikan menyebabkan menurunnya kualitas itu di Indonesia.
3.
Kelemahan
Ekonomi
Ummat islam juga kehilangan
kegemilangan ekonominya. Sistem ekonomi islam kini diletakkan pada urutan ke
sekian dalam upaya penyelesaian masalah ekonomi, bahkan oleh ummat islam
sendiri.
4.
Kelemahan
Politik
Posisi politik ummat islam yang
diwakili oleh Negara-negara arab di mata dunia tidak terlalu kuat. Hanya untuk
membebaskan satu Negara seperti palestina dari cengkraman beberapa juta warga
Israel saja belum dapat terwujud, telah lebih dari 60 tahun. Kondisi politik
Negara-negara islam di dunia memang tidak pada posisi strategis.
5.
Kelemahan
Sosial
Kelemahan sosial juga terjadi, baik
pada internal maupun hubungannya dengan eksternal ummat islam. Internal ummat
islam dikacaukan oleh melemahnya akhlak yang merupakan kekuatan sosial kaum
muslimin, sedangkan menyangkut hubungannya dengan eksternal ummat islam adalah
semakin renggangnya ummat kepada hubungan sosial yang membawa maslahat dengan
menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang bisa diajak bekerja sama.
Dewasa
ini, alhamdulillah, kelemahan-kelemahan itu pada akhirnya telah memberikan
kesadaran pada ummat islam untu memperbaikinya. Para pemikir islam mulai
memikirkan system pendidikan dengan cara yang lebih baik, mencoba mengurangi
kekurangan dan keburukan yang terjadi dalam pengelolaan pendidikan, dengan
upaya dakwah. Tidak hanya itu, para pemuda muslim juga sudah mulai menyadari
hal tersebut dan berusah untuk mengubah dengan kemampuan mereka. Sistem Ekonomi
dan politik pun mulai melirik system islam. Sengan sedikit gerakan yang tepat
dan efektif maka seluruh permasalahan itu akan segera diselesaikan.
Dengan
deikian bisa disimpulkan bahwa pada saat ini ummat islam menempati ketiga
proses dalam siroh masa lalu yaitu:
1.
Proses
pembinaan kualitas agama dan intelektual ummat
Pengetahuan akan agamanya dan ilmu
pendukung dalam realita kehidupan sangat dibutuhkan oleh ummat. Sehingga
keduanya harus diselaraskan, karena akan mempengaruhi elemen lainnya dalam
kehidupan ummat.
2.
Proses
Penguatan Sosial, Ekonomi dan Politik islam
Ketiga elemen ini sangat menentukan
eksistensi setiap masyarakat, tanpa ketiganya maka tidak ada masyarakat yang
bisa bertahan lama. Sehingga ummat islam haruslah memiliki kekuatan ketiganya.
3.
Proses
Awal pembentukan Negara Islam
Sebuah kemustahilan penerapan islam
secara meyeluruh tanpa adanya kedudukan yang jelas tentang syariat islam itu di
hadapan masyarakat. Padahal penerapan islam secara menyeluruh adalah bukti riil
tegaknya agama ini kembali. Maka keberadaan Negara adalah niscaya untuk
kebangkitan islam.
Setelah mengetahui posisi ummat saat
ini maka yang perlu dilakukan adalah menyempurnakan proses-proses yang lainnya
sehingga perjalanan sejarah itu kembali tergambar jelas dalam kehidupan sekarang
ini.
Penutup
Ummat islam adalah ummat yang tidak
pernah mati. Dan peradaban islam adalah peradaban yang akan tampil dua kali dan
untuk menutup perputaran peradaban anak manusia. Maka tidak ada kata pesimis
dan putus asa tentang kebangkitannya. Kembali tegaknya islam ini adalah sebuah
kepastian, dan kita sebagai kaum muslimin yang menentukan cepat atau lambatnya
terwujud.
Dalam proses perwujudan kembali
kepemimpinan dunia oleh islam, ada mutiara yang masih sering terlupakan untuk
dikaji. Mutiara perjalanan manusia pilihan beserta sahabatnya untuk menegakkan
Agama yang mulia ini. Shiroh adalah harta yang tidak ternilai yang menceritakan
tentang kejayaan dan kehancuran untuk dianalisis oleh kecerdasan-kecerdasan
generasi yang muncul setelahnya. Dan ia akan terus berulang, sampai akhirnya
dunia ini tutup usia.
Maka jangan pernah melupakan
sejarah, begitu pesan dari para pemikir ummat yang peduli tentang kebesaran dan
kebangkitan ummat ini. Sejarah adalah cermin yang bayangannya bisa diraih untuk
dilukis kembali menjadi nyata dalam perputaran roda kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar