Pengertian
Aqidah
Dalam bahasa Arab kata aqidah
diartikan sebagai sesuatu yang diikat oleh hati dan jiwa manusia. Sering pula disebut sebagai hal-hal yang diyakini dan
dipatuhi manusia. Sedangkan secara istilahiy,
aqidah diartikan sebagai tashdiq (pembenaran) terhadap sesuatu
dan diyakini tanpa ada keraguan atau kebimbangan, semakna dengan kata al-iman.
Hasan Al-Banna mendefinisikan aqidah sebagai: hal-hal
yang harus dibenarkan oleh hati, tenang bagi jiwa dan keyakinan yang tidak
dapat digoyahkan oleh keraguan atau bercampur dengan kebimbangan.
Hubungan
Aqidah dengan Amal Perbuatan (aktifitas)
Hubungan antara aqidah dan amal adalah bagaikan
pohon dengan buahnya, dari itulah dalam banyak ayat Al-Qur’an, amal perbuatan
selalu dikaitkan dengan keimanan. Seperti ayat-ayat berikut ini:
وَبَشِّرِ
الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ
تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا
هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا
أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Artinya: Dan
sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa
bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu,
mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada kami
dahulu." Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di
dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.
(Al-Baqarah:25)
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ
مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya: Barangsiapa
yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik
dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (An-Nahl:97)
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ
لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا
Artinya: Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah
akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.
(Maryam:96)
Jadi,
aqidah yang merupakan keyakinan yang kuat di dalam hati akan memberikan pengaruh
pada setiap amal (aktifitas) seorang muslim. Sehingga ketika ingin memperbaiki
aktifitas untuk menjadi lebih baik maka perlu ditinjau lagi kualitas aqidah
yang ada di dalam hati. Karena itu pulalah aqidah selalu dikaitkan dengan
akhlak (perbuatan).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
أَلَا وَإِنَّ فِي
الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ
فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
Artinya: Ingatlah sesungguhnya dalam
jasad ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik maka baiklah seluruh
jasad, dan jika ia buruk maka buruklah seluruh jasad, ingatlah bahwa ia adalah
hati. (H.R.Bukhary)
Hadits
tersebut dicantumkan oleh Imam Bukhary dalam shahihnya pada Bab Mengambil yang Halal
dan Menjauhi Syubhat. Jadi jelaslah bahwa segala aktifitas yang dilakukan erat
kaitannya dengan kualitas apa yang ada di dalam hati yaitu aqidah. Baik
buruknya perbuatan ditentukan oleh kualitas hati.
Terkait
dengan permasalahan pendidikan, maka aktifitas yang dimaksud adalah bagaimana
para penggiat pendidikan, khususnya guru beraktifitas dengan aktifitas yang
baik dalam menjalankan tugasnya. Amaliyah sebagai seorang pendidik akan
mencerminkan sekokoh apa aqidah yang ada di dalam hati.
Aqidah
Islam Membentuk Guru Profesional
Aqidah akan membangun semangat kerja dan pola hidup
yang dinamis. Hal ini karena aqidah memberikan gambaran yang sangat jelas
tentang hubungan antara Allah sebagai pencipta dan manusia sebagai makhluk yang
diciptakan. Makhluk harus tunduk patuh kepada Al-Khalik (Sang Pencipta). Ini
adalah hubungan cinta dimana Allah sangat mencintai mereka hingga mengirimkan
Rasulnya untuk menunjuki jalan yang benar, dan sudah sepantasnyalah makhluk
mencitai Penciptanya.
Hubungan lain antara makhluk dengan Khaliknya adalah
makhluk menjalankan perintah sang Khalik. Allah pun menyiapkan surga sebagai
imbalan bagi mereka yang durhaka dan neraka bagi mereka yang durhaka. Dengan
memahami hakikat hubungan ini maka timbullah semangat untuk senantiasa beramal
dengan ikhlas dan sungguh-sungguh. Hal ini benar-benar dipahami oleh mereka
yang shalih. TGKH. Zainuddin Abdul Madjid mencantumkan sebuah kalimat yang
indah dalam Hizib Nahdlatul Wathan
yaitu:
واجعلنا
من عبادك المجاهدين المخلصين
Dan
jadikanlah kami termasuk hamba-hamba-Mu yang mujahid (bersunguh-sungguh) dan
ikhlas
Maka dapat disimpulkan bahwa berawal dari aqidah
yang kuat, akan terwujud dalam seluruh kehidupan seorang muslim. Dengan
mengharapkan imbalan dari Allah maka tidak layak bagi setiap muslim untuk
menyia-nyiakan setiap waktu dan kesempatannya kecuali dalam rangka
bersungguh-sungguh dalam ibadah hingga akhir dari kehidupannya husnul khotimah.
Ini juga berlaku dalam profesi sebagai seorang guru.
Dalam menjalankan tugasnya yang ikhlas karena Allah maka seorang guru akan
terus-menerus meningkatkan kualitas dirinya, hingga akhirnya dia menjadi guru
yang professional. Karena aktifitas yang dilakukan sebagai guru juga merupakan
ibadah yang nantinya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Kualitas
guru dapat ditinjau dari dua segi, dari
segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses guru dikatakan
berhasil jika
mampu melibatkan sebagian besar peserta didik secara aktif, baik fisik,
mental
maupun social dalam proses pembelajaran. Keterlibatan peserta didik ini
sangat diperlukan untuk memberikan pemahaman dan penanaman konsept yang
tepat kepada siswa. Pembelajaran konvensional yang hanya menggunakan
komunikasi satu arah sudah dianggap tidak efektif, pembelajaran harus
lebih kompleks dari hanya mendengarkan ceramah saja. Di samping itu,
profesionalisme seorang guru juga dapat dilihat dari
gairah dan semangat mengajarnya, serta adanya rasa percaya diri.
Sedangakan
dari segi hasil, guru dikatakan berhasil apabila pembelajaran yang
diberikannya
mampu mengubah perilaku sebagian besar peserta didik ke arah penguasaan
kompetensi dasar yang lebih baik.
Ini telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam, dengan keteladan beliau berhasil
mendidik pribadi-pribadi muslim yang luar bisaa sehingga ummat islam bisa
menjadi Ustadziatul-Alam (Soko Guru Peradaban). Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman tentang keteladanan Rasulullah:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ
يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Artinya:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S.Al-Ahzab:21)
Secara ringkas, guru professional adalah guru yang
mampu menjalankan peran sebagai berikut
1.
Guru sebagai
Pendidik
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh
panutan dan identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena
itu guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup
tanggungjawab, wibawa, mandiri, dan disiplin. Inilah yang dilakukan oleh
Rasulullah, Beliau menjadikan Al-Qur’an sebagai standar kepribadian.
حَدَّثَنَا
هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ قَالَ حَدَّثَنَا مُبَارَكٌ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ سَعْدِ بْنِ
هِشَامِ بْنِ عَامِرٍ قَالَ أَتَيْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ يَا أُمَّ
الْمُؤْمِنِينَ أَخْبِرِينِي بِخُلُقِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآن
Artinya: Sa’ad bin Hisyam bin Amir
berkata, aku mendatangi Aisyah dan berkata kepadanya: Wahai Ummul Mukminin,
ceritakan kepadaku tentang akhlak Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Maka
beliau berkata: akhlak beliau adalah Al-Qur’an. (HR.Ahmad, dalam Musnad
Ahmad no.23460)
2.
Guru sebagai
Pengajar
Guru membantu peserta didik untuk
mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi, dan memahami
materi standar yang dipelajari. Dalam sejarah perkembangan dakwahnya,
Rasulullah dalam membentuk kepribadian para sahabat memberikan pengajaran yang
banyak melalui perbincangan beliau dengan para sahabat, juga melalui
khutbah-khutbah beliau. Bahkan tidak hanya itu, setiap prilaku beliau juga merupakan
pengajaran yang berharga bagi orang-orang di sekitarnya.
3.
Guru sebagai
Pembimbing
Guru dapat diibaratkan sebagai
pembimbing perjalanan (journey) yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya
bertanggung jawab atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah
perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental,
emosional, kreatifitas, moral, dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks.
Islam mengajarkan untuk selalu seimbang
(tawazun) dalam kehidupan. Sehingga guru pun dituntut untuk tidak hanya
membimbing peserta didiknya dalam hal perkembangan pengetahuan, tapi juga dalam
seluruh potensi yang dimilikinya baik itu pengetahuan, fisik, moral, maupun
spiritual.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا الْمِيزَانَ
Artinya: Dan
tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu
(Q.S. Ar-Rahman: 9)
Ayat ini menegaskan supaya setiap muslim
senantiasa seimbang dalam setiap hal, tidak berat sebelah. Tidak mengurangi
timbangan terhadap sesuatu, dan melebihkan sesuatu yang lain.
4.
Guru sebagai
Pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran
memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga
menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih. Hal ini lebih ditekankan lagi
pada kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, karena tanpa latihan seorang
peserta didik tidak akan mampu menunjukkan penguasaan kompetensi dasar, dan
tidak akan mahir dalam berbagai keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan
materi standar.
Dalam menjalankan fungsi ini, seorang
guru hendaklah memberikan keteladanan. Karena bimbingan pelatihan akan lebih
mudah dicerna jika langsung dalam taraf aplikatif.
5.
Guru sebagai
Penasehat
Guru adalah seorang penasehat bagi
peserta didik, bahkan bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan
khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk
menasehati orang. Menjadi guru pada tingkat mana pun berarti menjadi penasehat
dan menjadi orang kepercayaan, kegiatan pembelajaran pun meletakkannya pada
posisi tersebut.
Diriwayatkan dari Abu Ruqayah Tamim bin
Aus Ad-Daariy ra, sesungguhnya nabi saw bersabda, "Agama itu nasihat."
Kami bertanya, "Untuk siapa?" Beliau menjawab, "Untuk
Allah, Kitab-Nya, Rasul-nya, para pemimpin kaum muslimin, dan umumnya mereka."
(H.R. Imam Muslim, Riwayat ini disebutkan pada Kitab Arba’in An-Nawawi no.7)
Rasulullah sendiri senantiasa siap
memberikan nasehat kepada siapapun yang meminta nasehat kepada beliau. Diriwayatkan
dari Abu Hurairah radliyallahu anhu bahwa seorang laki-laki berkata
kepada Nabi saw, "Berilah nasehat kepadaku". Nabi saw
bersabda, "Jangan marah." Beliau mengulanginya beberapa kali
dan bersabda, "Jangan marah."
(H.R. Imam Bukhari, dalam Arba’in An-Nawawi hadits no.16)
(H.R. Imam Bukhari, dalam Arba’in An-Nawawi hadits no.16)
6.
Guru sebagai
Pembaharu (Innovator)
Guru menerjemahkan pengalaman yang telah
lalu ke dalam kehidupan yang bermakna bagi peserta didik. Dalam hal ini peserta
didik yang memiliki jarak kehidupan di bawah guru akan mendapatkan berbagai hal
baru dari guru mereka, baik dari cara pandang dan pola pikir maupun hal-hal
baru lainnya.
Sebagai seorang pembaharu, Raulullah
telah berhasil memperbaharui cara pandang para sahabatnya, serta pola pikir
mereka. Umar bin Khattab radiyallahu anhu sebelum masuk islam sangat
membenci Rasulullah, namun setelah masuk islam dan dibina oleh Rasulullah,
beliau menjadi pembela islam yang gagah berani.
7.
Guru Sebagai
Teladan
Guru adalah teladan bagi peserta didik
dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Sebagai teladan maka pribadi
dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik dan orang di
sekitarnya.
8.
Guru sebagai Pendorong
Kreativitas
Kreatifitas merupakan hal yang sangat
penting dalam pembelajaran, dan guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan
menunjukkan proses kreatifitas tersebut. Sebagai orang yang kreatif, guru
menyadari bahwa kreatifitas merupakan sesuatu yang bersifat universal dan oleh
karenanya semua kegiatannya ditopang, dibimbing dan dibangkitkan oleh kesadaran
itu. Ia sendiri adalah kreator dan motivator yang berada di pusat proses
pendidikan. Akibat dari fungsi ini, guru senantiasa berusaha untuk menemukan
cara yang lebih baik dalam melayani peserta didik sehingga peserta didik akan
menilainya bahwa dia memang kreatif, tidak melakukan sesuatu secara rutin saja.
9.
Guru sebagai Pembangkit
Pandangan
Dalam hal ini guru dituntut untuk
memberikan dan memelihara pandangan tentang keagungan pada peserta didiknya.
Mengembang fungsi ini guru harus terampil dalam berkomunikasi dengan peserta
didik di segala umur, sehingga setiap langkah dari proses pendidikan yang
dikelolanya dilaksanakan untuk menunjang fungsi ini. Guru tahu bahwa dirinya
tidak akan mampu membangkitkan pandangan tentang kebesaran pada peserta didik
jika ia sendiri tidak memilikinya. Oleh karena itu para guru perlu dibekali
dengan ajaran tentang hakekat manusia dan setelah mengenalnya akan mengenal
pula kebesaran Allah yang menciptakannya.
10. Guru
sebagai Emansipator
Karena benda yang digarap bukan benda
mati sebagaiman yang digarap oleh pemahat, maka guru berkewajiban untuk
mengembangkan potensi peserta didik sedemikian rupa sehingga menjadi pribadi
yang kreatif. Untuk itu dia memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengajukan pertanyaan, memberikan balikan, memberikan kritik dan sebagainya,
sehingga mereka merasa memperoleh kebebasan yang wajar.
Salah satu tradisi keislaman yang
mencerminkan prilaku ini adalah musyawarah. Dalam musyawarah, setiap peserta
dituntut untuk mengeluarkan alternatif kebenaran yang mereka yakini, tidak ada
yang mendekte dan memaksakan kehendak sehingga setiap orang merasa bebas untuk
menuangkan kreatifitas berpikir mereka.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ
لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ
عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ
عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya: Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Q.S.Ali Imran: 159
11. Guru
sebagai Evaluator
Evaluasi atau penilaian merupakan aspek
pembelajaran yang sangat penting. Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian karena
penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar atau proses untuk
menetapkan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran oleh peserta didik.
Sebaik-baik teladan dalam kehidupan
muslim adalah Rasulullah, dan tidak ada yang terlewat dari ajaran beliau
tentang seluruh perkara kehidupan ini. Beliau adalah evaluator yang luar biasa
bagi para sahabatnya. Beliau senantiasa mengevaluasi sahabat-sahabat beliau
sehingga mengetahui dengan pasti kualitas dan kemampuan mereka. Dengan tepat
beliau memberikan tugas kepada sahabatnya, memilih utusan-utusan ke berbagai
daerah untuk mengajarkan islam, memilih pemimpin pasukan, dan sebagainya.
12. Guru
sebagai Kulminator
Guru adalah yang mengarahkan proses
belajar secara bertahap darei awal hingga akhir (kulminasi). Dengan
rancangannya peserta didik akan melewati tahap kulminasi, suatu tahap yang
memungkinkan setiap peserta didik bisa mengetahui kemajuan belajarnya. Di sini
peran sebagai kulminator terpadu dengan peran sebagai evaluator.
Setiap bertemu dengan sahabatnya,
Rasulullah senantiasa menanyakan keadaan mereka, bukan hanya keadaan fisik tapi
juga keadaan keimanan mereka, semangat mereka hingga keadaan yang menyangkut
permasalahan pribadi. Ini dilakukan sebagai evaluasi untuk mengetahui
perkembangan para shahabat. Hal yang sangat luar biasa adalah beliau sangat
paham tentang karakter tiap-tiap sahabat beliau. Hingga beliau bisa memberikan
solusi jawaban yang sesuai dengan kondisi individu, seperti riwayat yang
menyebutkan beberapa orang yang bertanya kepada Rasulullah tentang amal yang
paling afdlal (utama), jawaban beliau terhadap masing-masing penanya berbeda
tergantung dari keadaan si penanya.
Jadi setiap saat guru harus mengadakan
pmantauan terhadap perkembangan peserta didiknya. Dalam
buku Menjadi Guru Profesional, Dr. E. Mulyasa, M.Pd menge-mukakan tujuh
kesalahan yang sering dilakukan oleh guru dalam mengajar, yaitu:
1. Mengambil
jalan pintas dalam pembelajaran
Dalam prekatiknya, dengan berbagai alas
an, banyak guru yang mengambil jalan pintas dengan tidak membuat persiapan
ketika mau melakukan pembelajaran sehingga guru mengajar tanpa persiapan.
2. Menunggu
peserta didik berprilaku negatif
Tidak sedikit guru yang sering
mengabaikan perkembangan peserta didik, serta lupa memberikan pujian kepada
mereka yang berbuat baik, dan tidak membuat masalah. Bisaanya, guru baru
memberikan perhatian kepada peserta didik ketika rebut, tidak memperhatikan,
atau mengantuk di kelas, sehingga menunggu peserta didik berprilaku buruk.
Kondisi tersebut seringkali mendapatkan tanggapan yang salah dari peserta
didik, mereka beranggapan bahwa jika ingin mendapaktan perhatian maka harus
berbuat salah, berbuat rebut atau mengganggu, serta perbuatan indisiplin
lainnya
3. Menggunakan
Destructive Discipline
Seringkali guru memberikan hukuman
kepada peserta didik tanpa melihat latar belakang kesalahan yang dilakukannya,
tidak jarang guru memberikan hukuman melampaui batas kewajaran pendidikan
(malleducative), dan banyak guru yang memberikan hukuman kepada peserta didik
tidak sesuai dengan jenis kesalahan.
4. Mengabaikan
perbedaan peserta didik
Setiap peserta didik memiliki perbedaan
yang unik, mereka memiliki kekuatan, kelemahan, minat dan perhatian yang
berbeda-beda. Latar belakang kleluarga, latar belakang ekonomi, dan lingkunngan
membuat peserta didik berbeda dalam aktivitas, kreatifitas, intelegensi dan
kompetensinya. Guru seharusnya dapat mengidentifikasi perbedaan individual
peserta didik, dan menetapkan karakteristik umum yang menjadi cirri kelasnya,
dari cirri-ciri individual yang menjadi karakteristik umumlah seharusnya guru
memulai pembelajaran.
5. Merasa
paling pandai
Kesalahan ini berangkat dari kondisi
bahwa pada umumnya para peserta didik di sekolah usianya relative lebih muda
dari gurunya, sehingga guru merasa bahwa peserta didik tersebut lebih bodoh
dibandingkan dirinya.
6. Tidak
adil (diskriminatif)
Dalam prakteknya banyak guru yang tidak
adil sehingga merugikan perkembangan peserta didik dan ini terutama kesalahan
yang paling sering dilakukan guru, terutama dalam penilaian. Banyak guru yang
menyalah-gunakan penilaian, misalnya sebagai ajang untuk balas dendam, atau
bahkan sebagai ajang untuk menyalurkan kasih saying di luar tanggungjawabnya
sebagai guru.
7. Memaksa
hak peserta didik
Memaksa hak peserta didik merupakan
kesalahan yang sering dilakukan guru, sebagai akibat dari kebisaaan guru
berbisnis dalam pembelajaran, sehingga menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan keuntungan. Guru boleh saja memiliki pekerjaan sampingan,
memperoleh penghasilan tambahan, itu sudah menjadi haknya, tetapi tindakan
memaksakan bahkan mewajibkan siswa untuk membeli buku tertentu sangat patal
seta tidak bisa digugu dan ditiru. Sebatas menawarkan bisa saja, tetapi kalau
memaksakan maka akan menimbulkan tekanan bagi siswa yang tidak mampu.
Kesalahan-kesalahan ini tidak akan terjadi manakala
guru memiliki aqidah islamiyah yang benar dan kokoh. Allah berfirman:
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ
Artinya : Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin,
diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka...
(At-Taubah :111)
Kita dengan Allah adalah ibarat penjual dan pembeli.
Seorang penjual tentunya akan memberikan yang terbaik untuk mendapatkan harga
yang pantas dari pembelinya. Bagaimana mungkin seorang yang mengharapkan surga
dan rahmat Allah tidak berupaya melakukan perbaikan-perbaikan dalam
aktifitasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar