1. Pandangan Orientalis terhadap Sumber Islam
Sejak
ditemukan metode pengkajian sejarah secara ilmiah, kaum orientalis
telah berusaha melacak sumber-sumber agama Yahudi dan Kristen dalam
Islam. Para orientalis Yahudi dan Kristen
terdorong mencari asal-usul ajaran Islam kemudian berusaha mengangkat
keterkaitannya dengan sumber-sumber agama mereka, seperti bagaimana
Islam telah meminjam praktik ajaran Yahudi dan Kristen. Berikut ini akan
dipaparkan beberapa contoh pandangan kaum orientalis terhadap sumber
Islam.
a. Solomon David Gotein, orientalis Yahudi
Dia
mengatakan bahwa ajaran al-Qur’an bersumber dari Yahudi dan Kristen.
Hal ini karena Muhammad mempunyai guru dari Yahudi dan Kristen.[1]
b. Snouck Hurgronje
Dia
mengatakan bahwa Muhammad mendapat pengaruh Yahudi dan Kristen.
Muhammad tidak berbakat menjadi nabi seorang Yahudi, tradisi-tradisi
orang Yahudi asing baginya. Dia hanya pengkhotbah monotheisme Israel,
padahal bagi Yahudi, ajaran montheisme bukan hal baru. Oleh karena itu
tidak ada yang dapat diperbuat olehnya selain masuk Yahudi atau
mendirikan agama baru, yaitu Islam.[2]
c. Philip K. Hitti
Menurutnya,
Islam hanyalah warisan Yahudi dan Kristen yang diarabkan dan
dinasionalisasikan. Al-Qur'an adalah ucapan dan karya Muhammad sendiri.[3]
d. P. Casanova
Baginya,
Rasul tidak lebih dari seorang biasa yang berotak cerdas, bukan Rasul.
Untuk melecehkan al-Rasul dan nabi Rasul, dia menuduh bahwa Abu Bakar
telah membuat ayat-ayat al-Rasul sesaat setelah nabi Rasul wafat yaitu
dalam QS. Ali Imron : 144: “Rasul itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya”[4]
Dari
contoh-contoh di atas, dapat dilihat bahwa statemen mereka berangkat
dari dugaan belaka yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Seperti pendapat mengenai al-Qur'an dijiplak dari Yahudi dan Kristen,
tidaklah benar. Kalaupun ada kesamaan diantara 3 agama tersebut, kaum
orientalis lupa bahwa agama-agama itu berasal dari Allah. Keimanan yang
sejati dan akhlak mulia tentu tidak jauh perbedaannya. Jika terjadi
perbedaan yang sangat menonjol saat ini, tentu karena ada pengaruh dari
luar, sehingga mengaburkan keasliannya. Itulah sebabnya nabi Muhammad
diutus Allah untuk membawa agama yang benar, yang diakui kebenarannya
oleh Allah.[5]
Kemudian mengenai pendapat yang mengatakan bahwa Abu Bakar telah
membuat ayat-ayat al-Qur'an yaitu QS. Ali Imran : 144, juga tidaklah
benar. Dari berbagai riwayat mengatakan bahwa ketika nabi wafat, ayat
tersebut sudah lama turun dan Abu Bakar juga menyaksikannya. Para
ahli tafsir mengatakan bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan
perang Uhud. Jika Abu Bakar mengucapkan ayat tersebut untuk mengingatkan
kaum muslim tentang sifat manusiawi nabi Muhammad setelah wafat agar
diantara mereka tidak mempunyai kepercayaan yang menjurus pada
kemusyrikan, kemudian Casanova menuduh bahwa ia telah membuat ayat itu,
apakah sahabat yang lain juga akan mendapat tuduhan seperti itu jika
menyebutkan sebuah ayat tertentu?[6] Hal ini menunjukkan bahwa Casanova hanya mengada-ada tujuan mengacaukan agama Islam.
2. Pandangan Orientalis terhadap Sejarah Islam
Banyak
orientalis yang telah berusaha memutar balik esensi sejarah Islam yang
telah tercatat dalam sejarah kemanusiaan pada fase-fase sejarah yang
berbeda. Dr. Hitti,[7]
dengan jelas menolak adanya validiyas moral dan spiritual Islam sebagai
daya tarik utama bagi masuknya pemeluk baru agama ini. Jika penjelasan
mengenai perluasan Islam yang berjalan cepat itu benar-benar bersifat
ekonomi, lalu bagaimana harus dijelaskan, faktor apa yang telah
menginspirasi mereka untuk mendermakan harta bendanya di jalan Islam,
tidak takut mati atau kelaparan? Faktor apa yang membuat mereka tidak
merasa keberatan membawa anak istri mereka ke medan
tempur yang jauh dari tempat tinggal mereka? Tidak diragukan, semua itu
karena motivasi iman mereka. Seandainya motivasi para sahabat semata
bersifat duniawi seperti anggapan Dr. Hitti dan kawan-kawan
orientalisnya, bagaimanakah menjelaskan fakta bahwa nabi Muhammad dan
Khulafaur Rasyidin tidak mempunyai ketamakan terhadap dunia? Seandainya
mereka bertempur untuk mencari kepentingan pribadi, mereka tidak akan
mempunyai disiplin, semangat juang tinggi yang menggetarkan musuh yang
jauh lebih besar jumlahnya serta jauh lebih lengkap persenjataannya.[8]
Masih banyak contoh bagaimana pandangan orientalis terhadap sejarah Islam. Misalnya Montgomery Watt,
orientalis Inggris, memberi interpretasi tentang Jihad dari kacamata
materialisme belaka, dengan mengaitkan untung ruginya. Disini dapat
dilihat bahwa ternyata dia tidak bisa melihat kenyataan bahwa perlawanan
paling gigih dalam menghadapi kolonialisme barat di timur, Islam
merupakan motivator terpenting yang hingga saat ini masih menggema di
berbagai tempat. Seandainya ucapannya benar, pasti Islam telah sirna
dari muka bumi sejak lama dan tidak perlu dipelajari lagi oleh kaum
orientalis.[9]
3. Pandangan Orientalis terhadap Modernisasi Islam
Pada bagian ini, secara tidak sadar para orientalis itu telah membuat perbandingan pengertian dengan peristiwa Renaisance
di Eropa. Kenneth Cragg (orientalis missionaries Kristen) dan As.
Tritton (mantan guru besar bahasa Arab pada universitas London)
menganggap bahwa hanya ada satu jalan yang terbuka bagi umat Islam yaitu
mencampakkan akidahnya jauh-jauh, menolak sistem Islam dan mengadopsi
sekularisme dan materialisme sebelum kemajuan yang diinginkan dapat
tercapai.[10]
Golongan
muslim yang paling disenangi oleh dunia barat adalah golongan Kamalis
(pendukung sekularisme yang dipimpin oleh Mustafa Kemal) atau golongan
sekuler sejenisnya di dunia Islam lainnya.[11]
Cantwell Smith mengklaim bahwa golongan sekuler Kamalis telah berhasil
memberi harapan baru bangsa Turki, mengantarkan mereka dari
keterbelakangan menuju kemajuan. Pujian ini dapat dimaklumi, sebab
golongan Kamalis telah berhasil merobek-robek Turki Usmani sehingga
penjajahan barat atas wilayah timur tengah berhasil pada akhir abad 19
dan dapat menguasai sepenuhnya wilayah itu pada awal abad 20.[12]
Ketika golongan Kamalis berkuasa, langkah pertama yang dilakukan adalah:
a. Memutus
hubungan Turki dengan Islam dan Dunia Islam dengan cara mengganti adzan
ke dalam bahasa Turki dan mengganti abjad Arab menjadi latin
b. Menghapus sistem khilafah yang selama berabad-abad menjadi pemersatu politik dunia Islam.
c. Mengusir para pendukung Islam dan kerajaan dari negeri itu
d. Menetapkan konstitusi sekuler sebagai pengganti syari’ah.
Seandainya
golongan Kamalis telah benar-benar kreatif sebagaimana dilukiskan
Cantwell Smith, maka reformasi tersebut seharusnya telah melahirkan
kebangkitan kultural dan bangsa Turki telah mampu memberi sumbangan bagi
kemanusiaan di bidang seni, teknologi dan ilmu pengetahuan.
Kenyataannya, bangsa Turki secara kultural dan intelektual masih mandul
seperti negara muslim lain, padahal rezim Kamalis berkuasa lebih dari 70
tahun. Fakta lain, hampir 50 % penduduk Turki dewasa ini masih berada
pada tingkat buta huruf, meski + 70 tahun diterapkan abad latin menggantikan Arab.[13]
Berkaitan
dengan modernisasi dalam pengertian barat, maka aplikasinya tidak dapat
dikenakan pada Islam, karena Islam mempunyai konsep sendiri untuk
menjawab tuntutan perkembangan zaman melalui ijtihad, tanpa membuang
akidah.[14]
Maka dapat dimaklumi jika modernisasi atau lebih tepatnya sekularisasi,
akhirnya lebih banyak mengalami kegagalan di dunia Islam, hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
a. Gagasan
menciptakan golongan muslim berideologi barat di Turki yang diwakili
Mustafa Kemal Ataturk berakhir tidak memuaskan tokoh-tokoh pengagum
westernisasi di negara muslim banyak yang meminjam kembali pemikirannya.
b. Westernisasi
telah melahirkan kelas elite yang pada gilirannya menjadi kelas
terasing di masyarakat. Maka timbul benturan sosial yang tidak dapat
dielakkan, karena pada kenyataannya kelas elite itu membela kepentingan
barat di negeri mereka sendiri.
c. Faktor pokok kegagalan adalah usaha memadukan ajaran transendental Islam sebagai al-din dengan konsep sekuler barat merupakan usaha yang mustahil secara konseptual terlaksana.[15]
4. Pandangan Orientalis terhadap Islam dan Politik
Sir Thomas Arnold, orientalis Inggris dalam bukunya “The Caliphate”
mengemukakan mengemukakan pemikirannya bahwa para ulama muslim berupaya
keras mencari landasan teori kekhalifahan dalam al-Qur'an dan
al-Hadits.[16] Arnold
menunjuk beberapa hadits yang adil maupun yang dzalim. Dia sudah
menegaskan bahwa hadits yang dia pakai kemungkinan besar kurang dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya – yang menurut dugaan dibuat oleh
para pendukung umayyah –, namun dia ingin menggarisbawahi bahwa
kekhalifahan itu bersifat sewenang-wenang dan rakyat mutlak taat. Dalam
hal ini, Arnold
berpegang pada teori klasik yang mengatakan bahwa negara berasal dari
Tuhan. Oleh karena itu, sang penguasa mempunyai hak untuk ditaati secara
mutlak, adil maupun dzalim, ia hanya bertanggung jawab pada Tuhan atas
segala perbuatannya. Statemen Arnold, tidak sesuai dengan kenyataan.
Sebagai contoh, pada pidato yang disampaikan khalifah pertama, Abu
Bakar, setelah beberapa saat terpilih untuk memegang kendali agama Islam
: “Wahai sekalian manusia, aku diberi amanat kekuasaan atas kamu, namun
aku bukanlah yang terbaik diantara kamu sekalian. Maka jika aku berbuat
baik (sesuai al-Qur'an dan sunnah), berilah dukungan kepadaku. Tetapi
jika menyeleweng, luruskanlah”. Dengan demikian Abu Bakar bukanlah orang
yang otoriter.
Dari
sini dapat diketahui bahwa tuduhan kaum orientalis bahwa politik Islam
suatu sistem diktator tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
KESIMPULAN
Argumen-argumen
yang dibangun kaum orientalis terhadap sumber Islam, sejarah Islam,
Islam dan modernisasi, Islam dan politik tidak dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya. Mereka hanya mampu mengejek, mengancam dan
memutarbalikkan fakta, Islam diserang semata-mata karena menentang
pandangan materialisme dan menghalangi dominasi dunia barat atas timur.
Seandainya al-Qur'an bukan wahyu, tidak mungkin menjadi sebuah kitab
yang paling banyak dibaca dan dicetak, terlama bertahan dan paling
banyak dikaji, tidak terkecuali oleh kaum orientalis sendiri. Seandainya
nabi Muhammad nabi palsu, pasti beliau tidak akan dapat bertahan
menerima cobaan yang begitu berat. Perjuangan beliau mampu merubah
kehidupan masyarakat di belahan bumi yang sangat luas.
DAFTAR PUSTAKA
Ismail Jakub, Orientalisme dan Orientalisrten, cet.1, Surabaya: Faizan, t.th.
Maryam Jamilah, Islam dan Orientalisme, cet.1, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994.
Mustholah Maufur, Orientalisme, cet.1, Jakarta: Pustaka al-Kutsar, 1995.
[1] Mustholah Maufur, Orientalisme, cet.1, Jakarta: Pustaka al-Kutsar, 1995, hlm, 87.
[2] Ibid., hlm. 87-88
[3] Ibid., hlm. 91
[4] Ibid., hlm. 93-94
[5] Ismail Jakub, Orientalisme dan Orientalisrten, cet.1, Surabaya: Faizan, t.th.,hlm. 93-94.
[6] Mustholah Maufur, op.cit., hlm. 85
[7]
Dia adalah guru besar sastra semit di Universitas Princeton selama
beberapa dasawarsa diakui oleh dunia internasional sebagai ahli Islam
yang paling berbobot di barat. Lebih lengkapnya baca: Maryam Jamilah, Islam dan Orientalisme, cet.1, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994, hlm. 13
[8] Mustholah Maufur, op.cit., hlm. 98-99
[9] Ibid., hlm. 107
[10] Ibid., hlm. 117
[11] Ibid., hlm. 117-118
[12] Ibid., hlm. 127
[13] Ibid., hlm. 128
[14] Ibid., hlm. 129
[15] Ibid., hlm. 130
Tidak ada komentar:
Posting Komentar