Islamisasi
 tidaklag berarti menempatkan berbagai tubuh ilmu pengetahuan dibawah 
masing-masing dogmatis atau tujuan yang berubah-ubah, tetapi 
membebaskannya dari belenggu yang senantiasa mengungkungnya. Islam 
memandang semua ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang kritis, yakni 
universal, penting dan rasional. Ia ingin melihat setiap tuntutan 
melampaui teks hubungan internal, akan sesuai dengan realitas, 
meninggikan kehidupan manusia dan moralitas. Karenanya, bidang-bidang 
yang telah kita islomisasikan akan membuka halaman baru dalam sejarah 
semangat manusia dan lebih menekatkan kepada kebenaran.
Antropologi
 seperti semua disiplin ilmu pengetahuan lainnya, harus membebaskan 
dirinya dari visi yang sempit. Ia harus mempelajari sesuatu yang baru, 
sederhana, tetapi kebenaran yang primordinal dari semua ilmu pengetahuan
 yaitu kebenaran pertama Islam.[1]
II. PEMBAHASAN
A.     Antropologi Sebagai Bidang Ilmu Humaniora
Antropologi
 adalah sebuah ilmu yang didasarkan atas observasi gartisigasi yang luas
 tentang kebudayaan, menggunakan data yang terkumpul, dengan menetralkan
 nilai, analisa yang tenang (tidak memihak) menggunakan metode 
komgeratifi.[2]
Tugas
 utama antropologi, studi tentang manusia adalah untuk memungkinkan kita
 memahami diri kita dengan memahami kebudayaan lain. Antropologi 
menyadarkan kita tentang kesatuan manusia secara esensil, dan karenanya 
membuat kita saling menghargai antara satu dengan yang lain.[3]
Definisi
 yang lain antropologi adalah studi tentang manusia dalam semua aspek 
meskipun sebagian besar antropologi telah menulis seolah-olah mereka 
mampu, secara keseluruhan antropologi sosial telah mengkonsentrasikan 
dirinya mempelajari manusia dalam aspek sosialnya, yakni hubungannya 
dengan orang lain dalam masyarakat yang hidup. Tentu saja antropologi 
terterik kepada manusia karena mereka adalah bahan mentah dimana dia 
bekerja sebagai seorang antropologi sosial, bagaimanapun perhatian 
utamanya adalah dengan apa manusia ini berbagi dengan yang lainnya. 
Mereka mengkonsentrasikan diri mereka utamanya terhadap hal-hal yang 
bersifat kebiasaan dan secara relatif mempertahankan ciri-ciri 
masyarakat dimana mereka terjadi.[4]
Sedangkan
 Humaniora atau Humaniteis adalah bidang-bidang studi yang berusaha 
menafsirkan makna kehidupan manusia dan berusaha menambah martabat kepaa
 penghidupan dan eksistensi manusia menurut Elwood mendefinisikan 
“Humaniora” sebagai seperangkat dari perilaku moral manusia terhadap 
sesamanya, beliau juga mengisyaratkan pengakuan bahwa manusia adalah 
makhluk yang mempunyai kedudukan amung (unique) dalam ekosistem, namun 
sekaligus juga amat tergantung pada ekosistem itu dan ia sendiri bahkan 
merupakan bagian bidang-bidang yang termasuk humaniora meliputi agama, 
filsafat, sejarah, bahasa, sastra, dan lain-lain. Manfaat pendidikan 
humaniora adalah memberikan pengertian yang lebih mendalam mengenai segi
 manusiawi.[5]
Jadi
 antara antropologi dan humaniora hubungannya sangat erat yang 
kesemuanya memberikan sumbangan kepada antropologi sebagai kajian umum 
mengenai manusia. Bagi para humanis, bahan antropologis juga sangat 
penting. Dalam deskripsi biasa mengenai kebudayaan primitif, ahli 
etnografi tradisional biasanya merekam sebagai macam mite dan folktale, 
menguraikan artifak, musik dan bentuk-bentuk karya seni, barangkali juga
 menjadi subjek analisa bagi para humanis dengan menggunakan alat-alat 
konseptual mereka sendiri.[6]
B.     Ilmu-Ilmu Bagian Dari Antropologi
Di
 universitas-universitas Amerika, antropologi telah mencapai suatu 
perkembangan yang paling luas ruang lingkupnya dan batas lapangan 
perhatiannya yang lluas itu menyebabkan adanya paling sedikit lima masalah penelitian khusus ;
1.      Masalah sejarah asal dan perkembangan manusia (evolusinya) secara biologis.
2.      Masalah sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia, dipandang dari sudut ciri-ciri tumbuhnya.
3.      Masalah sejarah asal, perkembangan dan persebaran aneka warna bahasa yang diucapkan manusia di seluruh dunia.
4.      Masalah perkembangan persebaran dan terjadinya aneka warna kebudayaan manusia di seluruh dunia.
5.      Masalah
 mengenai asas-asas kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat dari 
semua suku bangsa yang tersebar di seluruh bumi masa kini.
Sehubungan dengan pengkhususan kedalam 5 lapangan tersebut, ilmu antropologi juga mengenal lain-lain bagian, yaitu :
a.     
 Paleo-Antropologi
Paleo-Antropologi           

 Paleo-Antropologi
Paleo-Antropologi           
kedua-duanya disebut antropologi fisik dalam arti luas
b.     Antropologi fisik
Antropologi fisik           
 Antropologi fisik
Antropologi fisik           
c.     
 Etno linguistik
Etno linguistik

 Etno linguistik
Etno linguistik
d.    Grehistori                     ketiga-tiganya disebut antropologi badaya
e.      Etnologi
Etnologi
 Etnologi
Etnologi
Paleo-Antropologi
 adalah ilmu bagian yang meneliti soal asal-usul atau soal terjadinya 
evolusi makhluk manusia dengan mempergunakan bahan penelitian sisa-sisa 
tubuh yang telah membantu dan tersimpan dalam lapisan-lapisan bumi.
Antropologi
 fisik; dalam arti khusus adalah bagian ari ilmu antropologi yang 
mencoba mencapai mata pengertian tentang sejarah terjadinya aneka warna 
makhluk manusia dipandang dari sudut ciri-ciri tubuhnya yang memakai 
sebagai bahan penelitian, baik fenotipik atau genotipiknya.
Antropologi Fisik Disebut Juga Somatologi
Etno
 Linguistik atau Antropologi Linguistik adalah suatu ilmu antropologi 
yang pada asal mulanya erat-erat bersangkutan dengan ilmu antropologi 
bahkan penelitiannya yang berupa daftar-daftar kata-kata, penulisan 
tentang cara dan tata bahasa dari beratus-ratus bahasa suku bangsa yang 
tersebar diberbagai tempat dimuka bumi ini, bertumpu bersama-sama dengan
 bahan kebudayaan suku bangsa.
Prehistori
 mempelajari sejarah perkembangan dan persebaran semua kebudayaan 
manusia dibumi dalam zaman manusia mengenal huruf. Dalam ilmu sejarah, 
diseluruh waktu dari perkembangan kebudayaan umat manusia dimulai saat 
terjadinya makhluk manusia, yaitu kira-kira 800.000 tahun lalu hingga 
sekarang dibagi kedalam dua bagian:
1.      Masa sebelum manusia mengenal huruf yang dalam ilmu pengetahuan disebut zaman prehistoris (sebelum sejarah).
2.      masa setelah manusia mengenal huruf disebut zaman historis (sejarah).
Etnologi
 adalah ilmu bagian yang mencoba mecapai pengertian mengenai asas-asas 
manusia, dengan mempelajari kebudayaan-kebudayaan dalam kehidupan 
masyarakat dari sebanyak mungkin suku bangsa yang tersebar diseluruh 
muka bumi pada masa sekarang ini.
Descriptive
 integration dalam etnologi mengolah dan mengintrogasikan menjadi satu 
hasil-hasil penelitian dari sub-sub ilmu antropologi fisik, 
etnolinguistik, ilmu prehistoris dan etnografi. Descriptive integration 
selalu mengenai suatu daerah tertentu. Bahkan keterangan pokok yang 
diolah kedalam descriptive integratiom dari daerah itu adalah terutama 
bahan keterangan etnografi; sedangkan bahan seperti fosil (bahan dari 
galeoantropologi), ciri ras (bahan dari samatologi), artefak (bahan dari
 prehistoris) bahasa likal (bahan dari etnolinguistik), diolah menjadi 
satu dan diintegrasikan menjadi satu dengan etnografi tadi.[7]
C.     Signifikasi Antropologi Sebagai Pendekatan Studi Islam
Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agana
 dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang 
dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini, agama tampak akrab dan dekat 
dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan 
dan memberikan jawanannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang 
digunakan dalam disiplin ilmu antropologis dalam melihat suatu masalah 
digunakan pula untuk memahami agama. Antropologi dalam kaitan ini 
sebagaimana dikatakan Powam Rahardjo, lebih mengutamakan pengamatan 
langsung, bahkan sifatnya partisipatif.[8]
Penelitian
 antropologi yang Grounded Research, yakni penelitian yang penelitinya 
terlibay dalam kehidupan masyarakat yang ditelitinya. Seorang peneliti 
datang ke lapangan tanpa ada prakonsepsi apapun terhadap fenomena 
keagamaan yang akan diamatinya. Fenomena-fenomena tersebut selanjutnya 
diinterpretasi dengan menggunakan kerangka teori tertentu. Misalnya 
seperti penelitian yang dilakukan oleh Geetz tentang struktur-struktur 
sosial di Jawa yang berlainan.
Struktur-struktur
 sosial yang di maksud adalah Abangan (yang intinya berpusat 
dipedesaan), santri (yang intinya berpusat di tempat perdagangan atau 
pasar), dan priyayi (yang intinya berpusat di kantor pemerintahan, 
dikota). Adanya tiga struktur sosial yang berlainan ini menunjukkan 
bahwa dibalik kesan yang didapat dari pernyataan bahwa penduduk Mojokuto
 itu sembilan puluh persen beragama Islam. Tiga lingkungan yang berbeda 
itu berkaitan dengan masuknya agama serta peradaban Hindu dan Islam di 
Jawa yang telah mewujudkan adanya Abangan yang menekankan pentingnya 
spek-aspek animistik, santri yang menekankan pentingnya aspek-aspek 
Islam dan priyayi yang menekankan aspek-aspek Hindu.[9]
Berdasarkan
 deskripsi tersebut, dapat diketahui bahwa model penelitian yang 
dilakukan Geertz adalah penelitian lapangan dengan pendekatan 
kualitatif.
IV. KESIMPULAN
1.     Antropologi dan ilmu Humaniora adalah suatu hubungan yang sangat erat serta keduanya saling mendukung.
2.     Bagian-bagian ilmu Antropologi antara lain :
·        Paleo-Antropologi
·         Antropologi fisik   
·        Etno linguistik
·        Grehistori
·        Etnologi
V.    PENUTUP
Demikian
 makalah yang dapat kami sampaikan. Kami sadar dan tahu betul dalam 
makalah ini masih banyak kekurangannya. Maka dari itu, sangat 
mengharapkan kritik dan sarannya yang konstrukti demi kesempurnaan 
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Akbar S. Drs. Kearah Antropologi Islam, Jakarta: Media Da’wah
Hoselitz, Bets F, Panduan Dasar Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta: CV. Rajawali, 1988
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru, 1980
Noto Abuddin, Prof. Dr. H. M.A., Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004
Sulaeman, Munandar, MS Drs. M, Ilmu Budaya Dasar, Bandung: PT. Erosco, 1993
[1] Dr. Akbar S. Ahmad, Kearah Antropologi Islam, Jakarta: Media Da’wah, hlm. 5-9
[2] Ibid, hlm. 129
[3] Ibid, hlm. 12
[4] Ibid, hlm. 23
[5] Ir. Drs. M. Munandar Sulaeman, MS, Ilmu Budaya Dasar, Bandung: PT. Erosco, 1993, hlm. 152-154
[6] Bets F. Hoselitz, ed, Panduan Dasar Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta: CV. Rajawali, 1988, hlm. 87
[7] Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru, 1980, hlm. 24-28
[8] Prof. Dr. H. Abuddin Noto, M.A., Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 35

 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar