Di
dalam Al-Qur’an telah ada dasar-dasar pendidikan akhlak anak yang jelas
mengenai pendidikan akhlak pada anak-anak yang terdapat di dalam surat Luqman :
1. Akhlak kepada Allah SWT terdapat Q..S. 31/Luqman : 13 :
وَاِذْقَالَ لُقْمنَ لاِبْنِه وَهُوَبَعِظُه يبُنَيَّ لاَتُشْرِكْ بِاللهِ ط إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ.
Dan
(ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang
besar. (Q.S. Luqman : 13)[1]
Berdasarkan
ayat tersebut di atas mengisyaratkan bagaimana seharusnya para orang
tua mendidik anaknya untuk mengesakan penciptanya dan memegang prinsip
tauhid dengan tidak menyekutukan Tuhannya, kemudian anak-anak hendaklah
diajarkan untuk mengerjakan shalat, sehingga terbentuk manusia yang
senantiasa mengingat dan kontak dengan penciptanya, seperti disebutkan
dalam Q.S. 31/Luqman : 17 :
يبُنَيَّ اَقِمِ الصَّلوةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوْفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلى مَا اَصَابَكَ ط اِنَّ ذلِكَ مِنْ عَزْمِ اْلاُمُوْرِ.
Hai
anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik
dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah
terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk
hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (Q.S. Luqman : 17)[2]
2. Akhlak Kepada Orang Tua
Dalam Q.S. 31/Luqman : 14
وَوَ
صَّيْنَا اْلاِنْسنَ بِولِدَيْهِ. حَمَلَتْهُ اُمُّه وَهْنًا عَلى وَهْنٍ
وَّفِصلُهُ فِى عَا مَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لىِ وَلِولِدَيْكَ ط اِلَىَّ الْمَصِيْرُ.
Dan
Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu
bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku
dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Q.S.
Luqman : 14)[3]
Berdasarkan
ayat di atas menjelaskan bahwasannya Islam mendidik anak-anak selalu
berbuat baik terhadap orang tua sebagai rasa berterima kasih atas
perhatian, kasih sayang dan semua yang telah mereka lakukan untuk
anaknya. Bahkan perintah untuk bersyukur kepada Allah.
3. Akhlak Kepada Diri Sendiri
Dalam Q.S. 31/Luqman : 19 :
وَاقْصِدْ فىِْ مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْ تِكَط اِنَّ اَنْكَرَ اْلاَ صْوتِ لَصَوْتُ الْحَمِيْرِ.
Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai. (Q.S. Luqman : 14)[4]
Berdasarkan
ayat di atas dapat dipahami bahwasannya dilarang berjalan dengan
congkak dan Allah SWT memerintahkan untuk sederhana dalam berjalan,
dengan tidak menghempaskan tenaga dalam bergaya, tidak melenggak
lenggok, tidak memanjangkan leher karena angkuh, akan tetapi berjalan
dengan sederhana, langkah sopan dan tegap, memelankan suara adalah budi
yang luhur. Percaya diri dan tenang karena berbicara jujur. Suara
lantang dalam berbicara adalah termasuk perangai yang buruk.
4. Akhlak Kepada Orang Lain
Dalam Q.S. 31/Luqman : 18 :
وَلاَ تُصَعِّرْ خَدَّكَ الِنَّاِس وَلاَ تَمْشِ فِى اْلاَرْضِ مَرَحًاط اِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلُّ مُخْتَالٍ فَحُوْرٍ.
Dan jangnalah kamu memalingkan mukamu
dan manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi
dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri. (Q.S. Luqman : 18)[5]
Kaitannya
dengan kehidupan bermasyarakat, anak-anak haruslah dididik untuk tidak
bersikap acuh terhadap sesama, sombong atas mereka dan berjalan di muka
dan menghargai orang lain, karena bersikap acuh tak acuh tidak disukai
oleh Allah dan dibenci manusia.
Demikianlah,
Allah memberikan contoh kongkrit dalam mendidik akhlak anak-anak, di
mana jika setiap orang tua dapat melaksanakan dengan baik dan benar,
maka anak-anak mereka akan tumbuh menjadi manusia yang berakhlak mulia
dan luhur.
Dalam pendidikan akhlak bagi anak ini, terbagi dalam beberapa periode, diantaranya :
1. Pendidikan Anak Prenatal (Pendidikan Anak Dalam Kandungan)
Pendidikan
anak prenatal merupakan hal yang sangat urgen diketahui, dipahami dan
diamalkan oleh setiap orang tua. Dalil Islami tentang hukum wajib atas
orang tua untuk mendidik anak dalam kandungan adalah dalil yang sama
dengan hukum wajib mendidik anak secara umum karena anak dalam kandungan
adalah anak mereka yang belum lahir.
Anak
adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang hadir di tengah keluarga atas
dasar fitrah. Mereka menjadi sumber kebahagiaan keluarga yang harus
dijaga dan dipertahankan kesuciannya oleh kadua orang tuanya dan seluruh
anggota keluarga lainnya, guna kelestarian pertumbuhan kepribadian
mereka secara totalitas. Berkenaan dengan kewajiban memelihara dan
mendidik tersebut terdapat dalam Q.S. 66/At-Tahrim ayat 6 :
يَا
اَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا قُوْا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا
وَّقُوْدُوْهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلئِكَةٌ غِلاَظٌ
شِدَادٌ لاَّ يَعْصُوْنَ اللهَ مَا اَمَرَ هُمْ وَيَفْعَلُوْنَ ماَ يُؤْ
مَرُوْنَ.
Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan. (Q.S. AT-Tahrim : 6)[6]
Berdasarkan
ayat tersebut,Allah SWT memerintahkan kepada segenap manusia yang
beriman, agar memelihara dirinya dan keluarganya dengan penuh tanggung
jawab agar terhindar dari bahaya dunia dan akhirat. Terutama pada
anak-anak yang membutuhkan orang tua dalam pendidikan dan masa depannya
kelak.
Pendidikan
anak dalam kandungan menurut Islam adalah usaha sadar dari pihak orang
tua (Ayah dan ibu) untukmendidik anak mereka yang masih dalam perut
ibunya dengan cara mengikuti petunjuk Islam mengenai pendidikan,
khususnya pendidikan anak dalam kandungan.[7]
Pendidikan
anak secara aktif menurut ajaran paedagogis Islami harus dimulai sejak
masa diketahui bahwa anak tersebut sudah ada di dalam kandungan istri
(prenatal). Dengan kata lain, pendidikan anak secara aktif sudah harus
dimulai sejak masa ia di dalam kandungan dengan cara atau teknik
pendidikan yang Islami.
Al-Qur’an
telah menjelaskan bahwa roh (nyawa) yang ditiupkan malaikat berdasarkan
izin dan perintah Allah yang lantas memberi hidup kepada anak di dalam
kandungan, sudah memiliki daya kognitif tinggi. Hal ini dijelaskan Allah
seperti terlihat dalam Q.S. 7/Al-A’raaf ayat 172 :
وَاِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِيْى ادَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَ هُمْ عَلى اَنْفُسِهِمْ ج أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ط قَالُوْا بَلَى ج شَهِدْنَا ج أَنْ تَقُوْلُوْا يَوْمَ الْقِيمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هذَا غَافِلِيْنَ.
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap nyawa
(ruh) mereka (seraya berfirman) : “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”. Mereka
menjawab : “Betul, (Engkau Tuhan
kami), kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan : “Sesungguhnya kami (Bani Adam)
adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan). (Q.S.
Al-A’raaf : 172) [8]
Dari
ayat di atas dapat dipahami bahwasannya ruh (nyawa) itulah tentu saja
bersama jasmani yang ditempatinya yang sesungguhnya memberi respon
kepada setiap stimulus tersebut. Roh tersebut meskipun sudah terdimensi
tetap bersikap responsif, sebab manusia tanpa roh adalah bangkai yang
tidak berdaya, tidak berakal fikir. Dengan demikian jelas bahwa anak di
dalam kandungan sudah bisa dididik.
Menurut Baihaqi, A.K., bahwa syarat-syarat mendidik anak prenatal, di antaranya adalah :[9]
a. Beriman dan bertaqwa kepada Allah
Merupakan syarat paling utama bagi keberhasilan upaya mendidik anak prenatal.
b. Bertekad dan berniat mendidik anak prenatal
Mendidik
anak prenatal merupakan ibadah besar dalam ajaran Islam, apabila
diawali dengan niat ibadah. Oleh karena itu, suami dan istri dalam upaya
mendidik anak prenatal haruslah berniat dengan ikhlas karena Allah
semata.
c. Menghormati orang tua dan mertua
Syarat ini merupakan syarat yangs angat menentukan pula bagi keberhasilan orang tua (suami istri) mendidik anak prenatal.
d. Mendoakan anak prenatal
Mendoakan
anak menjadi kewajiban orang tua sepanjang hayat, sejak anaknya masih
dalam kandungan sampai lahir, dewasa dan menjadi tua pula.
e. Memberi makanan dan pakaian yang halal
f. Ikhlas mendidik anak prenatal
g. Memenuhi kebutuhan istri, di antaranya :
1) Kebutuhan akan perhatian
2) Kebutuhan akan kecintaan ekstra
3) Kebutuhan akan makanan ekstra
4) Kebutuhan akan pengabulan
5) Kebutuhan akan penghargaan
6) Kebutuhan akan ketentraman
7) Kebutuhan akan perawatan
8) Kebutuhan akan keindahan
h. Berakhlak mulia
Di antara akhlak mulia yang sangat erat kaitannya dengan pendidikan anak prenatal adalah :
1) Kasih sayang
2) Sopan dan lembut
3) Sabar menghadapi anak prenatal
4) Rukun antara suami dan istri beserta semua anak
5) Rukun dengan keempat orang tua, tetangga dan masyarakat.
Materi
dan metode pendidikan anak dalam kandungan (prenatal), di antaranya :
ada beberapa metode yang dapat dipakai untuk mendidik anak prenatal.
Metode tersebut dapat dilaksanakan secara langsung, tetapi diaplikasikan
melalui ibu dari anak prenatal tersebut. Metodenya lebih ditekankan
pada pembinaan lingkungannya, artinya penerapan semua metode yang
diarahkan kepada pembinaan lingkungan yang Islami untuk anak prenatal
melalui ibunya. Adapun metode dan materi yang diberikan dalam pendidikan
anak prenatal yaitu :[10]
Metode pendidikan anak prenatal di antaranya adalah :
1) Metode kasih sayang
2) Metode beribadah
3) Metode membaca Al-Qur’an
4) Metode bercerita
5) Metode berdo’a
6) Metode berlagu
Dan materi yang diberikan dalam pendidikan anak prenatal adalah sebagai berikut :
1) Salah fardhu lima waktu
1) Salat-salat sunnat
2) Membaca Al-Qur’an
3) Keimanan
4) Akhlak mulia
5) Do’a
2. Pendidikan Anak Sejak Lahir
Di
antara keutamaan syariat Islam bagi umatnya adalah dijelaskannya
hukum-hukum (pedoman) yang berhubungan dengan anak dan kaitannya dengan
prinsip-prinsip tentang pendidikan secara rinci sehingga pendidikan
selalu mendapatkan dan kejelasan tentang masalah yang harus dijalankan
terhadap bayinya yang lahir. Sebagai dasar dasar-dasar
yang diundangkan Islam dan prinsip-prinsip ajaran yang dirumuskan oleh
pendidik pertama, yaitu Nabi Besar Muhammad SAW, maka alangkah layaknya
orang yang mendapatkan hak mendidik tersebut dapat melaksanakan
kewajibannya dengan sempurna.
Sejak
bayi dilahirkan, Islam telah meletakkan tata cara, sebagai ajaran dan
tradisi yang baik untuk pembinaan jiwa anak-anak, di antaranya adalah:[11]
a. Bisyarah (ungkapan turut gembira)
Bagi
seorang muslim, disunatkan menggembirakan dan membahagiakan saudaranya
yang melahirkan anak. Hal itu dimaksudkan untuk menguatkan ikatan-ikatan
persaudaraan dan menyebarkan sayap-sayap cinta dan kelembutan di antara
keluarga muslim. Penyampaian rasa ikut gembira atas kelahiran bayi
sekaligus merupakan doa yang positif di sisi Allah.
Dalam
Al-Qur’an menyebutkan “kata gembira” atas kelahiran anak dengan
berbagai variasi sebagai petunjuk dan pengajaran bagi umat Islam. Ucapan
selamat tersebut mempunyai pengaruh besar dalam menumbuhkan
ikatan-ikatan sosial dan menguatkan ikatan di antara sesama kaum
muslimin.
b. Disunahkan mengadzani dan mengikamati anak yang baru lahir
Di
antara hukum yang disyariatkan Islam bagi anak yang baru dilahirkan
adalah mengadzani di telinganya dan mengikamatinya di telinga kirinya,
langsung pada saat dilahirkan. Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Turmudzi,
dari Abi Rafi’ :
رأيت رسول الله صلّى الله عليه وسلّم أذّن فى اذن الحسن بن علىّ حبن ولدته أمّه. (رواه ابو داود والرمذى) [12]
Aku
pernah melihat Rasulullah mengadzani (di telinga) Hasan bin Ali sesaat
sesudah Fatimah melahirkan. (H.R. Abu Daud dan Turmudzi)
Begitu
juga diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, r.a., bahwa Nabi adzan di telingan
kanan dan ikamat di telinga kiri Hasan pada hari kelahirannya.
Rahasia mengadzani dan mengikamati sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziah dalam kitabnya, Tuhfatul-Maudud,
yaitu agar getaran pertama kali yang didengar manusia adalah kalimat
panggilan agung yang mengandung kebesaran dan keagungan Allah dan
kesaksian pertama memasuki Islam. Seperti juga talkin, merupakan syiar
Islam awal memasuki dunia sebagaimana mentalkinkan kalimat tauhid ketika
meninggal dunia. Tidak diingkari lagi bahwa pengaruh adzan itu akan
sampai ke hatinya dan akan mempengaruhinya meski ia sendiri tidak
menyadarinya.
Dengan
kata lain, agar ajakan kepada Allah, kepada Islam dan penyembahan
kepada-Nya didahulukan dari bujukan setan, sebagaimana fitrah Allah yang
menciptakan manusia sesuai dengan fitrah itu didahulukan dari pengaruh
setan dan hikmat-hikmat lainnya.
Hikmat
adzan dan iqamah ini adalah bahwa anak sejak lahir sudah diperdengarkan
seruan suci untuk beribadah kepada Allah di samping berguna untuk
mengusir setan.
c. Disunatkan mentahnik anak yang baru lahir
Di
antara hukum yang disyariatkan Islam bagi anak yang baru lahir adalah
disunatkan untuk men-tahnik setelah kelahirannya. Tahnik yaitu
memamahkan kurma, mengulumi mulutnya dengan buah tersebut. Jika sukar
mendapatkan kurma, maka biasa diganti dengan sesuatu yang manis atau
cairan gula dicampur dengan air kembang, sebagai meneladani perbuatan
Rasul SAW.
Hikmah
dari perbuatan tersebut adalah untuk menguatkan otot-otot mulut dengan
gerakan lidah karena menjilat sesuatu yang manis, sehingga anak siap
untuk menetek dengan kuat dan alami. Sebaiknya orang yang men-tahniknya
itu orang yang bertaqwa dan saleh, sebagai tabarrok kepadanya, sebagai pengharapan agar si anak saleh dan bertaqwa pula.
d. Disunatkan mencukur rambut
Termasuk
hukum yang disyariatkan Islam bagi anak yang baru lahir adalah
disunatkan mencukur rambutnya pada hari ketujuh dan menyedekahkan perak
kepada para fuqaha dan yang berhak seberat timbangan rambutnya.
Hikmahnya di antaranya adalah :[13]
1) Hikmah kesehatan
Menghilangkan
rambut kepala anak berarti menguatkan kepala anak dan membuka pori-pori
kepala, begitu juga akan menajamkan penglihatan, penciuman dan
pendengaran.
2) Hikmah sosial
Yaitu
menyedekahkan perak seberat timbangan rambut merupakan salah satu
sumber jaminan sosial yang dapat mengurangi kemiskinan dan mewujudkan
fenomena saling menolong,saling menyayangi, dan saling menjamin dalam
sekelompok masyarakat. Ibnu Ishoa meriwayatkan dari Abdullah bin Abu
Bakar dari Muhammad bin Ali bin Husein r.a.,:
عقّ
رسول الله صلّى الله عليه وسلّم عن الحسن شاة, وقال : يا فطمة, احلقى
رأسه, وتصدّقى بزنة شعره فضة, فوزنته, فكان وزنه درهما أو بعض درهم. (رواه
ابن اسحاق) [14]
Rasul
pernah beraqiqah seekor kambing untuk Hasan, dan berkata, “Ya Fatimah,!
Cukurlah rambutnya dan sedekahkan perat seberat rambutnya”; lalu
Fatimah menimbangnya. Hasil timbangan itu satu dirham atau kurang. (H.R.
Ibnu Ishaq)
Ada
hikmah lain bahwa Rasul sangat memperhatikan agar seseorang muslim
tampil di masyarakat dengan cara yang layak. Mencukur sebagian rambut
kepala dan membiarkan sebagian lainnya akan mengurangi kehebatan dan
keindahan dirinya, selanjutnya akan mengurangi kepribadian Islam yang
menjadi ciri pembeda seorang muslim daripada pemeluk agama dan keyakinan
yang lain, bahkan dari seluruh orang fasik, oportunis dan yang moralnya
rusak.
e. Tasmiyah (Penamaan Anak)
Yaitu memberi nama dengan nama-nama yang baik.[15]
1) Kapan anak diberi nama
Diriwayatkan oleh Ashabussunah dari Samrah yang berkata bahwa :
قال
رسول الله صلّى الله عليه وسلّم كلّ غلام رهين بعقيقته, تد بح عنه يوم سا
بعه ويسمّى فيه ويحلق رأسه. (رواه ابو داود واترمذى والنسائي) [16]
Setiap anak terikat dengan aqiqah-nya yang disembelih pada hari ketujuh, diberi nama dan dicukur rambutnya pada saat itu. (H.R. Abu Daud, at-Turmudzi dan an-Nasai)
Hadits
ini menghendaki agar anak diberi nama pada hari ke tujuh, tetapi ada
juga hadits-hadits yang shahih lainnya yang menegaskan agar penamaan itu
pada hari ke tujuh, boleh juga sebelum itu dan sesudahnya.
2) Nama yang disenangi dan dibenci
Yang
harus diperhatikan oleh pendidik pada saat menamai anak adalah memilih
nama-nama yang bagus dan indah sebagai perwujudan petunjuk dan perintah
Nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW selalu menganjurkan umat Islam untuk
memberi nama-nama para Nabi, Abdullah, Abdurrahman dan nama-nama yang
mencerminkan penghambaan kepada Allah, sehingga untuk Muhammad berbeda
dari umat lainnya dalam setiap fenomena kehidupannya, agar mereka
menjadi umat terbaik, dapat menunjukkan manusia menuju cahaya kebenaran
dan prinsip-prinsip Islam.
3) Disunatkan menyandarkan nama anak kepada nama ayahnya
Penyandaran
ini mempunyai efek psikologis yang luhur dan manfaat-manfaat besar
pendidikan. Demi manfaat yang jelas dan ungkapan yang besar ini,maka
Rasulullah SAW menyandarkan nama anak-anak dan memanggil mereka dengan
menyandarkan tersebut sebagai pendidikan dan petunjuk bagi para pendidik
agar mereka mempraktekkan cara dan metode beliau dalam menyandarkan dan
memanggil anak-anak mereka.
f. Aqiqah
Menurut bahasa (etimologi), العقيقة aqiqah berarti القطع
yaitu memutus. Adapun menurut istilah (terminologi) syar’i, adalah
menyembelih seekor domba untuk anak pada hari ke tujuh kelahirannya.[17]
Aqiqah
menurut pandangan hukum (fiqh) dikategorikan ke dalam sunnat muakkad,
anjuran yang ditekankan. Maksudnya, meskipun Rasulullah SAW tidak
menggolongkannya ke perintah yang diwajibkan, namun beliau senantiasa
melaksanakannya.
Aqiqah
juga diartikan dengan menyembelih kambing untuk menyelamati bayi
yangbari lahir dan sekaligus memberikannya sebagai sedekah (rizki)
kepada kaum fakir miskin. Jadi, pengertian mengalirkan darah hewan
sembelihan disini adalah sebagai amal taqarrub kepada Allah SWT.demikian
itu dilakukan sesudah sang bayidicukupr rambutnya, yaitu pada hari ke
tujuh sesudah kelahirannya. Sebagaimana disunnahkan pula melakukan
sedekah sebanyak berat rambut yang telah dicukur, dalam bentuk perak
atau yang seharga dengannya.[18]
Aqiqah
kadang-kadang diartikan sebagai kambing/ domba yang disembelih dan
terkadang diartikan rambut yang tercukurdari sang bayi yang baru lahir.
Kedua istilah ini sekalipun berbeda makna lahiriyahnya, akan tetapi
keduanya mempunyai makna yang sama, sebab keduanya kembali kepada satu
obyek, yaitu dua pekerjaan yang dilakukan secara bersamaan. Dalam
penyelenggaraan aqiqah untuk anaklaki-laki dengan menyembelih dua domba
dan untuk anak perempuan dengan satu domba.
Adapun
hadits yang menguatkan disyariatkan aqiqah dan yang menjelaskan
kedudukannya sinhnya aqiqah adalah dalam shahih Bukhari meriwayatkan
dari Salman bin Amuar al-Dhobbi. Ia berkata bahwa Nabi telah bersabda :
قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم : مع الغلام عقيقة فأهريقوا عنه دما, وأميطوا عنه الأذى. (رواه البخارى ومسلم) [19]
Anak
itu aqiqah-i, karena itu tumpahkanlah olehmu baginya darah dan
jauhkanlah olehmu sekalian penyakit dari dirinya (dengan mencukur rambut
kepalanya). (H.R. Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan
hadits di atas dapat dipahami bahwasannya setiap anak itu diaqiqahi dan
penyembelihan untuk aqiqah ini dilakukan pada hari ke tujuh dari
kelahiran bayi atau hari ke-21 atau kapan saja.
Hikmah disyariatkannya aqiqah di antaranya :
a) Sebagai pengorbanan untuk mendekatkan anak kepada Tuhan sedini mungkin sejak awal mengarungi kehidupan
b) Sebagai
tebusan si anak dari berbagai musibah dan bencana, sama dengan Allah
SWT menebus Ismail a.s., dengan sembelihan yang agung
c) Sebagai pembuka penggadai anak pada kesempatan syafa’at bagi kedua orang tuanya.[20]
g. Khitan
Menurut bahasa (etimologi) khitan berarti memotong kuluf (kulit)
di atas kepala zakar. Menurut istilah (terminologi), khitan adalah
memotong kulit yang ada di sekitar ujung zakar atau batas pergelangan
zakar yang sudah ditentukan oleh hukum syara’. Sedangkan pada bayi
perempuan, berkhitan adalah memotong sebagian kecil dari semacam lapisan
kulit yang menutup bagian atau clitoris.[21]
Ada
beberapa dasar yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan khitan. Khitan
pada laki-laki ada yang dikaitkan dengan perintah Allah SWT kepada Nabi
Ibrahim a.s., untuk berkhitan. Dalam musnadnya, Imam Ahmad meriwayatkan
dari Amran bin Yasir. Ia berkata bahwa Nabi SAW telah bersabda :
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم من الفطرة : المضمضة والإ ستنشاق, وقص
الشارب, وتقليم ألا ظفار ونتف الإبط والإ ستحدار, والإختنان. (رواه امام
احمد) [22]
Di
antara yang mensucikan adalah : berkumur, memasukkan air ke hidung,
mencukur kumis, bersiwak, memotong kuku, membersihkan ketiak dan
beristihdad. (H.R. Imam Ahmad)
Khitan
merupakan sunnah nabawiah yang diwarisnya dari nabi-nabi sebelumnya.
Ulama ber-ikhtilaf dalam menentukan hukumnya antara wajib dan sunnah.
Menurut Jumhur ulama, khitan itu wajib bagi laki-laki dan sunnah bagi
wanita. Dan telah dibuktikan oleh penelitian kedokteran bahwa khitan itu
bernilai positif terhadap kesehatan. Adapun hikmah khitan, di antaranya
adalah :
1) Khitan merupakan dasar fitrah (kesucian) syiar Islam dan ciri syariat
2) Khitan
merupakan puncak kesempurnaan yang disyariatkan Allah melalui lisan
Nabi Ibrahim a.s., syariat yang mengajak hati untuk bertauhid dan
beriman. Syariat yang membersihkan badan dengan berkhitan, mencabut
jenggot, memotong kuku serta mencabuti bulu ketiak.
3) Khitan dapat membedakan seorang muslim dari pemeluk agama-agama lain di luar Islam
4) Khitan merupakan sebuah pengakuan penghambaan diri kepada Allah.[23]
3. Pendidikan Anak Usia Dini (Anak Usia Sekolah)
Pendidikan
akhlak pada anak memang harus ditanamkan pada masa kanak-kanak.agar
akhlak tersebut melekat sampai anak menjadi dewasa. Di samping
pendidikan akhlak yang diberikan pada masa anak prenatal (anak dalam
kandungan). Pendidikan akhlak pada anak sejak lahir dan ada juga
pendidikan akhlak yang diberikan pada anak usia dini (usia sekolah).
a. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini (Anak Usia Sekolah)
Adapun
yang dimaksud dengan usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan (koordinasi motorik halus dan
kasar), intelegensi (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, dan
kecerdasan spiritual), sosial emosional (sikap dan perilaku serta
agama), bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Berdasarkan
Undang-Undang No.20 Tahun 2003, yang dimaksud dengan anak usia dini
adalah kelompok manusia yang berusia 0-6 tahun. Dan berdasarkan para
pakar pendidikan anak, yaitu kelompok manusia yang berusia 8-9 tahun.[24]
Setelah
diketahui anak usia dini (AUD), berikut dijelaskan tentang pendidikan
anak usia dini (PAUD). PAUD adalah suatu proses pembinaan tumbuh kembang
anak usia lahir hingga enam tahun secara menyeluruh, yang mencakup
aspek fisik dan non fisik dengan memberikan rangsangan bagi perkembangan
jasmani, rohani (moral dan spiritual), motorik, akal pikir, emosional
dan sosial yang tepat agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal.[25]
Adapun
upaya yang dilakukan mencakup stimulasi intelektual, pemeliharaan
kesehatan, pemberian nutrisi dan penyediaan kesempatan yang luas untuk
mengeksploitasi dan belajar secara aktif. Pendidikan anak usia dini
dimulai tiga tahun sampai dengan enam tahun yang sering dikatakan
sebagai pendidikan pra sekolah dan pada masa ini anak mengalami
perkembangan yang sangat pesat, baik fisik, maupun psikis atau kejiwaan.
Tujuan
dari pendidik anak usia dini salah satunya adalah memberikan pengalaman
dan kesempatan yang akan membantu penguasaan kemampuan pada semua
bidang perkembangan untuk meningkatkan kesempatan berhasil ketika anak
memasuki jenjang pendidikan formal selanjutnya. Dengan demikian, jelas
bahwa pendidikan anak usia dini adalah membekali dan menyiapkan anak
sejak dini untuk memperoleh kesempatan dan pengalaman yang dapat
membantu perkembangan kehidupan selanjutnya.[26]
Pendidikan
akhlak pada anak usia dini atau anak suai sekolah dilaksanakan dalam
suatu lembaga pendidikan yang melaksanakan pembinaan pendidikan dan
pengajaran dengan sengaja, teratur dan terencana, yaitu di sekolah. Dan
guru sebagai pelaksana dalam tugas pembinaan, pendidikan dan pengajaran
adalah orang yang telah dibekali dengan pengetahuan tentang anakdidik
dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas kependidikan.
Guru
agama yang jeli memperhatikan anak-anak didiknya, anak menemukan
masalah-masalah yang kurang serasi atau kurang menunjang pertumbuhan
kesehatan mental mereka yang diakibatkan berbagai keadaan yang telah
mempengaruhinya sebelum ia masuk sekolah dasar. Maka guru agama tersebut
perlu memperbaiki pengajaran agama yang kurang tepat di rumah atau di
taman kanak-kanak dahulu, agar si anak dapat bertumbuh menjadi anak yang
beriman dan berakhlak terpuji.
Oleh
karena itu, pendidikan agama dan pendidikan akhlak yang terbaik dan
mudah dilaksanakan adalah melalui semua guru dan semua bidang studi.
Artinya, setiap guru yang mengajar di sekolah dasar itu hendaknya dapat
menjadi contoh teladan bagi anak didiknya, terutama dalam keimanan, amal
shaleh, akhlak dan sikap hidup serta caranya berpikir.[27]
Di
sinilah letak keistimewaan dan keungulan lembaga-lembaga pendidikan
yang diasuh oleh suatu yayasan keagamaan, seperti sekolah dasar Islam.
Guru agama (bidang studi agama) yang berkewajiban memberikan pengajaran
agama,dapat melaksanakan tugas pengajarannya sendirian. Adapun dalam
pembinaan agama dan akhlak pada anak didik, dia ditunjang oleh guru
bidang studi yang ada dan oleh guru kelas. Pendidikan agama yang
dilakukan oleh semua guru secara terpadu itu akan memberikan hasil yang
baik dan memantul dalam kehidupannya sehari-hari.
b. Materi Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini (Anak Usia Sekolah)
Adapun
materi pendidikan akhlak yang harus diajarkan kepada anak usia dini
(anak usia sekolah) sebagaimana akhlak-akhlak mulia yang diperintahkan
oleh Rasulullah dan dicontohkan oleh beliau dalam kehidupan sehari-hari,
di antaranya :
1) Jujur
Sifat
jujur termasuk salah satu akhlak mulia yang menunjukkan iman
seseorang.lawan dari jujur adalah dusta. Sesungguhnya mendidik
masyarakat terutama dalam keluarga (mendidik akhlak pada anak) menuntut
adanya latihan bagi masing-masing untuk jujur dalam setiap ucapan dan
perbuatan. Maka wajib bagi orang tua untuk memberi contoh tentang jujur
ini dan mengajarkannya sejak kecil.
2) Amanah
Sifat
amanah merupakan perkara penting, sifat ini dijadikan tanda adanya iman
di dalam diri seseorang dan sebaliknya tanda orang munafiq tidak adanya
sifat amanah, wajib melatih diri dan anak-anak untuk bersifat amanh dan
menghindari sifat khianat beserta akibat yang akan ditimbulkannya,
sehingga terjagalah hak-hak manusia dan harta bendanya.
3) Sabar
Sabar
artinya tahan menderita, tabah, sikap menerima dan tenang. Sabar
merupakan akhlak mahmudah baik di saat mengalami bahagia maupun
menderita, sehingga manusia akan terhindar dari hawa nafsunya.
4) Malu
Seseorang
muslim seyogyanya menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baikdan
mempunyai sifat malu, karena malu itu sebagian dari iman. Sifat malu
merupakan salah satu unsur pendorong yang kuat bagi seseorang untuk
berkelakuan baik dan menjauhi yang buruk. Begitulah di antara
point-point penting yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan generasi
Islami yang senantiasa mendapat bimbingan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bahwa
sifat di atas merupakan materi yang harus diajarkan kepada anak-anak
dalam pendidikan akhlak agar menjadi anak-anak yang shaleh, sehingga
sasaran pendidikan agama Islam dapat tercapai.
c. Metode Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini (Anak Usia Sekolah)
Metode
yang dipakai disesuaikan dengan perkembangan kecerdasan dan kejiwaan
anak pada umumnya, yaitu mulai dengan contoh, teladan, pembiasaan dan
latihan, kemudian berangsur-angsur memberikan penjelasan secara logis
dan maknawi.[28]
Pendidikan
agama dan akhlak bagi anak di dalam keluarga pada umur taman
kanak-kanak dan sekolah dasar masih diperlukan, kendatipun disekolah
telah diberikan oleh guru agama dan guru kelas serta situasi sekolah
yang menunjang, sikap orang tua terhadap pelaksanaan agama juga turut
mempengaruhi sikap anak didik yang telah dibina oleh guru dan sekolah
pada umumnya.[29]
Pendidikan
agama yang diperoleh anak dari guru di sekolah merupakan bimbingan,
latihan dan pelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan perkembangan
jiwanya, akan menjadi bekal yang amat penting bagi kehidupannya di masa
yang akan datang. Pendidikan agama dan pendidikan akhlak pada umur
sekolah ini perlu dikaitkan, karena akhlak adalah refleksi dari keimanan
dalam kehidupan nyata. Jika bekal keimanan dan pengetahuan agama yang
sesuai dengan perkembangan jiwanya cukup mantap, maka agama akan sangat
menolongnya dalam bergaul, bermain, berperangai, bersikap, terutama
dalam belajar dan bekerja.
[1] Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya,(Semarang : PT. Kumudasmoro Grafindo, 1994), hlm. 654.
[2] Ibid.,hlm. 655.
[3] Ibid., hlm.654.
[4] Ibid.
[5] Ibid.,hlm. 655.
[6] Ibid., hlm. 951.
[7] Baihaqi,A.K., Mendidik Anak dalam Kandungan Menurut Ajaran Paedagogis Islami, (Jakarta : Darul Ulum Press, 2001), hlm. 12-13.
[8] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya,(Semarang : PT. Kumudasmoro Grafindo, 1994), hlm. 250.
[9] Baihaqi, A.K., Pendidikan Anak dalam Keluarga Bagi Anak Prenatal, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 29-50.
[10] Ibid., hlm. 51-60.
[11] Shodiq Ihsan, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1993), hlm. 124-125.
[12] Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam (Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1992), hlm. 53.
[13] Ibid., hlm. 56.
[14] Ibid., hlm. 57.
[15] Shodiq Ihsan, Op.Cit., hlm. 125.
[16] Abdullah Nashih Ulwan, Op.Cit., hlm. 59.
[17] Ibid., hlm. 70-71.
[18] Jalaluddin,Mempersiapkan Anak Shaleh (Telaah Pendidikan Terhadap Sunnah Rasul Allah SWT.), (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 80.
[19] Muhammad Ali Qutb, Sang Anak Dalam Naungan Pendidikan Islam, (Bandung : Diponegoro, t.th), hlm. 41.
[20] Abdullah Nashih Ulwan,Op.Cit., hlm. 84.
[21] Ibid., hlm. 85.
[22] Ibid., hlm. 86
[23] Ibid., hlm. 94-95.
[24] Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 88.
[25] Ibid., hlm. 88-89.
[26] Ibid., hlm. 93.
[27] Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam DalamKEluarga dan Sekolah, (Jakarta : CV. Ruhama, 1995), hlm. 82.
[28] Ibid., hlm.83.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar