BAB.I
PENDAHULUAN
Era
Reformasi
Masyarakat
Indonesia kini sedang berada
dalam masa transformasi Era Reformasi telah lahir dalam masyarakat Indonesia
ingin mewujudkan perubahan dalam semua aspek kehidupannya. Euforia demokrasi
sedang marak dalam masyarakat Indonesia.
Di tengah-tengah euforia demokrasi ini lahirlah berbagai jenis pendapat,
pandangan, konsep yang tidak jarang yang satu bertentangan dengan yang lain,
antara lain berbagai pandangan mengenai bentuk masyarakat dan bangsa Indonesia yang
dicita-citakan di masa depan.
Salah
satu ciri masyarakat demokrasi ialah lahirnya berbagai jenis pendapat sebagai
pernyataan harkat manusia untuk memenuhi hak-hak asasinya untuk berekspresi.
Munculnya berbagai jenis pendapat, yang tidak jarang yang satu berseberangan
dengan yang lain, menandakan suatu keinginan yang sudah lama terpendam dari
manusia dan masyarakat mudah untuk memperoleh kembali hak-hak asasinya yang
dijamin di dalam UUD 1945. Dalam sejarah perkembangan masyarakat dan bangsa Indonesia
yang telah lebih 54 tahun merdeka itu untuk memperoleh hak asasinya belum
sepenuhnya dapat diwujudkan.
Dalam
bidang pendidikan nasional juga telah muncul berbagai pendapat dan pandangan
mengenai perlunya reformasi pendidikan nasional tuntutan reformasi total dalam
kehidupan berbangsa termasuk di dalamnya reformasi pendidikan nasional semakin
lama semakin perlu, mengingat proses pendidikan merupakan salah satu tuntutan
konstitusi yang mengatakan bahwa tujuan untuk membangun negara yang merdeka ini
ialah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional merupakan salah
satu tuntutan fundamental yang diamanatkan oleh konstitusi 1945. Tujuan kita
membentuk negara ialah untuk melahirkan bangsa Indonesia yang cerdas. Sistem
pendidikan nasional dengan demikian sangat erat kaitannya dengan kehidupan
politik bangsa. Selama orde Baru telah tercipta suatu kehidupan berbangsa yang
tidak sesuai dengan cita-cita UUD 1945. ternyata pemerintahan yang represif
telah menghasilkan manusia-manusia Indonesia yang tertekan, yang tidak
kritis, yang bertindak dan berpikir dalam acuan suatu struktur kekuasaan. Era
reformasi menuntut kembali kedaulatan rakyat yang telah hilang itu. Dengan
sendirinya pula pendidikan nasional haruslah dikembalikan fungsinya
memberdayakan masyarakat yaitu mengembalikan kedaulatan rakyat. Pendidikan
nasional perlu direformasikan untuk mewujudkan visi baru masyarakat Indonesia yaitu suatu masyarakat madani Indonesia.
BAB.II
PEMBAHASAN
HAKIKAT PENDIDIKAN
Pendidikan
pada hakekatnya mencakup kegiatan mendidik, mengajar dan melatih. Oleh karena
itu pendidikan erat kaitannya dengan pengajaran dan pelatihan.
Pendidikan = kegiatan mengolah hati anak didik.
Pengajaran = kegiatan mengolah otak anak didik.
Pelatihan = kegiatan mengolah lidah dan tangan anak
didik.
Berbagai
pendekatan.
Hakikat
pendidikan itu dapat dikategorisasikan dalam dua pendapat yaitu pendekatan
epistemologis dan pendekatan ontologi atau metafisik. Kedua pendekatan tersebut
tentunya dapat melahirkan jawaban yang berbeda-beda mengenai apakah hakikat pendidikan
itu.
Di
dalam pendidikan epistemologis yang menjadi masalah adalah akar atau kerangka
ilmu pendidikan sebagai ilmu. Pendekatan tersebut mencari makna pendidikan
sebagai ilmu yaitu mempunyai objek yang akan merupakan dasar analisis yang akan
membangun ilmu pengetahuan yang disebut ilmu pendidikan. Dari sudut pandang
pendidikan dilihat sebagai sesuatu proses yang interen dalam konsep manusia.
Artinya manusia hanya dapat dimanusiakan melalui proses pendidikan.
Berbagai
pendapat mengenai hakikat pendidikan dapat digolongkan atas dua kelompok besar
yaitu :
- Pendekatan Redaksional
Teori-teori
/ pendekatan redaksional sangat banyak dikemukakan di dalam khazanah ilmu
pendidikan. Dalam hal ini akan dibicarakan berbagai pendekatan reduksionaisme
sebagai berikut :
1.
Pendekatan Pedagogisme
Titik
tolak dari teori ini ialah anak yang akan di besarkan menjadi manusia dewasa.
yang beranggapan bahwa anak telah mempunyai kemampuan-kemampuan yang dilahirkan
dan tinggal di kembangkan saja.
2.
Pendekatan Filosofis.
Anak
manusia mempunyai hakikatnya sendiri dan berbeda dengan hakikat orang dewasa.
Oleh sebab itu, proses pendewasaan anak bertitik-tolak dari anak sebagai anak
manusia yang mempunyai tingkat-tingkat perkembangan sendiri.
3.
Pendekatan Religius
Pendekatan
religius / religionisme dianut oleh pemikir-pemikir yang melihat hakikat
manusia sebagai makhluk yang religius. Namun demikian kemajuan ilmu pengetahuan
yang sekuler tidak menjawab terhadap kehidupan yang bermoral.
4.
Pendekatan Psikologis.
Pandangan-pandangan
pedagogisme seperti yang telah diuraikan telah lebih memacu masuknya psikologi
ke dalam bidang ilmu pendidikan hal tersebut telah mempersempit pandangan para
pendidik seakan-akan ilmu pendidikan terbatas kepada ilmu mengajar saja.
5.
Pendekatan Negativis.
Pendidikan
ialah menjaga pertumbuhan anak. Dengan demikian pandangan negativisme ini
melihat bahwa segala sesuatu seakan-akan telah tersedia di dalam diri anak yang
bertumbuh dengan baik apabila tidak dipengaruhi oleh hal-hal yang merugikan
pertumbuhan tersebut.
6.
Pendekatan Sosiologis.
Pandangan
sosiologisme cenderung berlawanan arah dengan pedagogisme. Titik-tolak dari
pandangan ini ialah prioritas kepada kebutuhan masyarakat dan bukan kepada
kebutuhan individu.
Peserta
didik adalah anggota masyarakat. Dalam sejarah perkembangan manusia kita lihat
bahwa tuntutan masyarakat tidak selalu etis. Versi yang lain dari pandangan ini
ialah develop mentalisme. Proses pendidikan diarahkan kepada pencapaian
target-target tersebut dan tidak jarang nilai-nilai kemanusiaan
disubordinasikan untuk mencapai target pembangunan. Pengalaman pembangunan
Indonesia selama Orde Baru telah mengarah kepada paham developmentalisme yang
menekan kepada pencapaian pertumbuhan yang tinggi, target pemberantasan buta
huruf, target pelaksanaan wajib belajar 9 dan 12 tahun.
Salah
satu pandangan sosiologisme yang sangat populer adalah konsiensialisme yang
dikumandangkan oleh ahli pikir pendidikan Ferkenal Paulo Freire.
Pendidikan
yang dikumandangkan oleh Freire ini yang juga dikenal sebagai pendidikan
pembebasan pendidikan adalah proses pembebasan. Konsiensialisme yang
dikumandangkan Freire merupakan suatu pandangan pendidikan yang sangat
mempunyai kadar politis karena dihubungkan dengan situasi kehidupan politik
terutama di negara-negara Amerika Latin. Paulo Freire di dalam pendidikan
pembebasan melihat fungsi atau hakikat pendidikan sebagai pembebasan manusia
dari berbagai penindasan. Sekolah adalah lembaga sosial yang pada umumnya
mempresentasi kekuatan-kekuatan sosial politik yang ada agar menjaga status quo
hukum membebaskan manusia dari tirani kekuasaan. Qua atau di dalam istilah Polo
Freire. “kapitalisme yang licik”. Sekolah harus berfungsi membangkitkan
kesadaran bahwa manusia adalah bebas.
- Pendekatan holistis Integratif
Pendekatan-pendekatan
reduksionisme melihat proses pendidikan peserta didik dan keseluruhan termasuk
lembaga-lembaga pendidikan, menampilkan pandangan ontologis maupun metafisis
tertentu mengenai hakikat pendidikan. Teori-teori tersebut satu persatu
sifatnya mungkin mendalam secara Vertikal namun tidak melebar secara
horizontal.
Peserta
didik, anak manusia, tidak hidup secara terisolasi tetapi dia hidup dan
berkembang di dalam suatu masyarakat tertentu, yang berbudaya, yang mempunyai
visi terhadap kehidupan di masa depan, termasuk kehidupan pasca kehidupan.
Pendekatan
reduksionisme terhadap hakikat pendidikan, maka dirumuskan suatu pengertian
operasional mengenai hakikat pendidikan. Hakikat pendidikan adalah suatu proses
menumbuh kembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakat, membudaya,
dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional dan global. Rumusan
operasional mengenai hakikat pendidikan tersebut di atas mempunyai
komponen-komponen sebagai berikut :
1.
Pendidikan merupakan suatu proses berkesinambungan.
Proses
berkesinambungan yang terus menerus dalam arti adanya interaksi dalam
lingkungannya. Lingkungan tersebut berupa lingkungan manusia, lingkungan
sosial, lingkungan budayanya dan ekologinya. Proses pendidikan adalah proses
penyelamatan kehidupan sosial dan penyelamatan lingkungan yang memberikan
jaminan hidup yang berkesinambungan.
Proses
pendidikan yang berkesinambungan berarti bahwa manusia tidak pernah akan
selesai.
2.
Proses pendidikan berarti menumbuhkembangkan eksistensi manusia.
Eksistensi
atau keberadaan manusia adalah suatu keberadaan interaktif. Eksistensi manusia
selalu berarti dengan hubungan sesama manusia baik yang dekat maupun dalam
ruang lingkup yang semakin luas dengan sesama manusia di dalam planet bumi ini.
Proses pendidikan bukan hanya mempunyai dimensi lokal tetapi juga berdimensi
nasional dan global.
3.
Eksistensi manusia yang memasyarakat.
Proses
pendidikan adalah proses mewujudkan eksistensi manusia yang memasyarakat. Jauh
Dewey mengatakan bahwa tujuan pendidikan tidak berada di luar proses pendidikan
itu tetapi di dalam pendidikan sendiri karena sekolah adalah bagian dari
masyarakat itu sendiri. Apabila pendidikan di letakkan di dalam tempatnya yang
sebenarnya ialah sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia
yang pada dasarnya adalah kehidupan bermoral.
4.
Proses pendidikan dalam masyarakat yang membudaya.
Inti
dari kehidupan bermasyarakat adalah nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut perlu
dihayati, dilestarikan, dikembangkan dan dilaksanakan oleh seluruh anggota
masyarakatnya. Penghayatan dan pelaksanaan nilai-nilai yang hidup, keteraturan
dan disiplin para anggotanya. Tanpa keteraturan dan disiplin maka suatu
kesatuan hidup akan bubar dengan sendirinya dan berarti pula matinya suatu
kebudayaan.
5.
Proses bermasyarakat dan membudaya mempunyai dimensi-dimensi waktu dan ruang.
Dengan
dimensi waktu, proses tersebut mempunyai aspek-aspek historisitas, kekinian dan
visi masa depan. Aspek historisitas berarti bahwa suatu masyarakat telah
berkembang di dalam proses waktu, yang menyejarah, berarti bahwa
kekuatan-kekuatan historis telah menumpuk dan berasimilasi di dalam suatu
proses kebudayaan. Proses pendidikan adalah proses pembudayaan. Dan proses
pembudayaan adalah proses pendidikan. Menggugurkan pendidikan dari proses
pembudayaan merupakan alienasi dari hakikat manusia dan dengan demikian
alienasi dari proses humanisasi. Alienasi proses pendidikan dari kebudayaan
berarti menjauhkan pendidikan dari perwujudan nilai-nilai moral di dalam
kehidupan manusia.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
- Era
reformasi adalah era untuk terciptanya suatu masyarakat terbuka dan percaya
kepada partisipasi masyarakat di dalam pengembangan dirinya sendiri.
-
Syarat-syarat untuk meningkatkan akuntabilitas pendidikan tinggi kita ialah
semakin bosannya partisipasi masyarakat di dalam membangun pendidikan
tingginya.
-
Pendekatan mengenai hakikat pendidikan dapat digolongkan atas dua kelompok
besar, yaitu :
1.
Pendekatan reduksionisme
2.
Pendekatan holistis integratif
-
Hakikat pendidikan adalah suatu proses menumbuhkembangkan eksistensi peserta
didik yang memasyarakat, membudaya dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal,
nasional dan global.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar