Menurut
Ustadz Manshur Ali Rozaq dalam buku yang berjudul Ta’amilati Fi Filsalafati Akhlak, bahwa akhlak berbentuk jama’ dari
khuluqun/khulqun. Secara Etimologi
akhlak itu mengandung beberapa pengertian, antara lain : tabiat (at-thobiah) atau watak, perangai (as-ajjiyah), kebiasaan (al-‘adah), keperwiraan (al-muniah), agama (ad-din).
a. Tabiat
tidak bisa diubah hanya kemungkinan kecil saja, watak/tabiat menurut orang jawa
ditentukan oleh hari lahirnya. Watak berbeda dengan watuk (batuk), watuk bisa
diobati, sedangkan watak tidak.
b.
Perangai, hampir mirip dengan watak,
menurut ahli jiwa, perangai bisa dilihat dari wajah.
c.
Kebiasaan (al-‘adah) dengan mengawali dari hal-hal yang bermanfaat, nantinya
akan menjadi akhlak, suatu saat hal walaupun berat tetapi ada kemauan untuk
merubah suatu saat akan menjadi kebiasaan[1]
d.
Keperwiraan adalah penampilan “maju
terus pantang mundur”, dan “sedikit bicara banyak bekerja”.
e. Agama
yang diikuti dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangannya akan membentuk
akhlak.
Secara
terminologi beberapa ulama memberikan definisi pengertian akhlak yang
berbeda-beda, antara lain:
·
Menurut Ibnu Maskawaih:
ٲلخلق حال
للنفسىدعيۃلهاألى أفعالها من غيرذكرورعية
“Akhlak
adalah keadaan jiwa (seseorang) yang menolongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatannya tanpa pertimbangan fikiran lebih dahulu”
·
Menurut Al-Ghozali:
الخلق
عبارةعن هيئة فى النفس راسمة عنها تصدرالافعال بسهولة ويسرمن غير حاجة الى
فكروروئسة
“Akhlak adalah suatu sifat ungkapan dari sifat
yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan dengan mudah dan tidak
membutuhkan pemikiran”.
·
Menurut Ahmad Amin.
Sebagian
ahli ilmu akhlak member batasan akhlak bahwasannya ia adalah kehendak yang
telah dibiasakan (عادةالارادة) artinya bahwa kehendak itu jika membiasakan suatu perbuatan
maka perbuatan itu dinamakan akhlak.
Dari
definisi-definisi di atas dapat disimpulkan yang dimaksud dengan akhlak adalah
keadaan jiwa seseornag yang telah terlatih sedemikian rupa sehingga menjadi
perangai yang mudah melahirkan laku perbuatan secara berulang-ulang tanpa
membutuhkan pemikiran dan perrtimbangan sebelumnya.
Menurut
penyelidikan Prof. Omar Muhammad At-Tamu As-Saibary bahwa di dalam Al Qur’an
terdapat 1504 ayat yang berhubungan dengan masalah akhlak, baik yang bersifat
teoritis maupun praktis, atau hampir ¼ ayat Al-Qur’an berkaitan dengan akhlak.
Namun secara verbal menyebutkan bahwa perkataan (khuluq) dapat ditemui pada 2 ayat/surat pertama dalam surat
Al-Qolam, ayat 4:
ﻮﺃﻧﻚ ﻟﻌﻟﻰ ﺨﻟﻖﻋﻈﻴﻢ (ﺃﻟﻘﻟﻢ :٤)
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad)
berada diatas budi pekerti yang luhur”
Surat
ke-2 dalam surat as-Syu’aro ayat : 147.
أن
هذا الا خلق ألاولين (ٲلشعراء :١٤٧)
“Agama
kami ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang “dahulu”.
Perbedaan
pada ayat pertama kata khuluk disebut
dalam konotasi yang bersikap memuji (kepada Muhammad) dan merupakan petunjuk
sutau potret serta kriteria perilaku baik yang harus diteladani dan diperbuati
sedangkan pada ayat kedua kata khuluk
disebutkan dalam konteks gambaran/ilustrasi sebagai agama.
Kecuali
dalam Al Qur’an kata khuluq/akhlak disebutkan pula dalam hadist Nabi SAW dalam
bentuk mufrod tunggal maupun jama’ yang berbunyi:
ٲكمل
ألمؤمنين أيما نا أحسنهم حلقا روه ترمذى
“Orang
mukmin yang paling sempurna adalah yang paling baik akhlaknya”
أنمابعثت لاتمم مكارمالاخلق روه
احمد
“Sesungguhnya aku hanya diutus
untuk menyempurnakan akhlak manusia”.
B. Pengertian
Ilmu Akhlak
Kata
ilmu akhlak terdiri dari dua kata ilmu dan akhlak. Dapat dianalisa pengertian
dari dua segi, yaitu istidhafi dan istilahi secara idhofi, ilmu akhlak
adalah segala ilmu yang berkaitan dengan akhlak dalam pengertian idhofi, maka
jangkauannya lebih luas sekali karena meliputi ilmu-ilmu yang lain seperti ilmu
jiwa, sosiologi, logika, estetika, dsb.
Dari
segi istilah/terminologi, para ahli akhlak antara lain memberi batasan ilmu
akhlak sebagai berikut:
v Menurut
Achmad Amien, ilmu akhlak yaitu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk,
menjelaskan perbuatan mana yang harus diperbuat oleh seseorang terhadap yang
lain dan menjelaskan pula suatu tujuan yang akan dikejar manusia dalam semua
perbuatannya serta menerangkan jalan-jalan yang selayaknya ditempuh.
v
Menurut Butras Al-Bustani, ilmu akhlak
yaitu ilmu yang membahas tentang keutamaan dan cara-cara memperolehnya agar
manusia dapat memakainya dan membahas tentang kejelekan-kejelekan serta
cara-cara menjaganya agar manusia dapat menghindarinya.
v Menurut
Hafidz Hasan Al-Mas’udi, ilmu akhlak yaitu ilmu yang menerangkan tentang
kebaikan hati dan panca indra (kebaikan lahir dan batin).
Dari
definisi-definisi di atas, maka dapat diperoleh pokok-pokok pikiran yang
berkaitan dengan ilmu akhlak, antara lain:
a. Obyek
pokok ilmu akhlak adalah membahas baik dan buruknya laku perbuatan manusia.
b.
Fungsi utama adalah sebagai petunjuk
tentang kaidah-kaidah pergaulan baik hubungan vertikal maupun horizontal.
c.
Tujuan praktis ilmu akhlak adalah
memperoleh kesucian lahir (panca indra) dan batin sebagai sumber penggerak
perbuatan.
d. Tujuan
ideal ilmu akhlak adalah mengantarkan manusia memperoleh kebahagiaan dunia dan
akherat (sa’adatud-darojah).
Dalam
dunia ilmu pengetahuan, ilmu akhlak juag disebut filsafat akhlak/filsafat
etika. Filsafat adalah Bahasa Yunani “Philein”
artinya mencintai dan “Shopia”
artinya kebijaksaan dalam perbuatan.
Sebagai
orang beriman, bahwa kebenaran yang mutlak hanya kepada Tuhan manusia hanya
dapat mencari kebenaran itu dengan mencari hal-hal yang samar guna menyesuaikan
antara pikiran dan perbuatan. Akhirnya mengerti akan kebenaran tersebut.
Orang
yang cinta kebenaran dengan cara yang demikian dinamakan filosof. Pengertian akhlak sama dengan etika islam. Sedang etika sama dengan kesusilaan. Semua hal yang
berkaitan dengan norma-norma (nilai-nilai) norma yang baik harus berlaku di
masyarakat dan yang buruk tidak berlaku didalam masyarakat. Oleh karena itu,
akhlak / etika/kesusilaan dapat digolongkan dalam ilmu pengetahuan normatif, yaitu ilmu pilihan suatu
putusan, suatu jawaban ya atau tidak. Maka ilmu akhlak bukannya ilmu
pengetahuan deskriptif yang hanya menerangkan tindakan dan kelakuan manusia secara
apa adanya. Seperti antropolgi, sosiologi, psikologi, dsb.
Untuk
menghindari kekaburan pengertian akhlak maupun ilmu akhlak perlu penjelasan
pengertian-pengertian beberapa konsep sejenis akhlak dsb.
1. Etika
Etika
berasal dari Bahasa Yunani “ethos” artinya
adat kebiasaan. Bahasa Inggrisnya “ethics”
artinya seperangkat aturan perbuatan.
Perbuatan
itu ada yang baik dan ada yang buruk misalnya jujur, dermawan, pembohong,
pengecut, dsb. Semua ini ada alat pengukurannya yang dalam etika dinamakan
norma etika. Norma etika itu berupa hasil pemikiran para filosofis adat-istiadat,
instuisi, dan perbuatan formal lainnya.
2. Moral
Moral
berasal dari Bahasa Yunani “Mores”
artinya adat kebiasaan. Dalam pengertian konsep ialah ide yang umu yang
diterima oleh kesatuan sosial masyarakat tentang perbuatan manusia yang baik
diterima dan jelek ditolak.
Frist
Khan mengatakan Moral adalah baik laku atau perangai seseorang dimana dalam
memenuhi tuntutan pribadinya tanpa mengganggu/merugikan orang lain.
Persamaan dan perbedaanya antara
moral dan etika, adalah sebagai berikut:
Persamaan:
moral dan etika sama-sama membicarakan tentang tindakan manusia dari segi baik
dan buruk.
Perbedaan:
etika lebih bersifat teoritis sedangkan moral lebih menerangkan segi praktis,
dengan kata lain, etika berbicara bagaimana adanya tindakan tersebut dalam
praktek/kenyataan, lebih lanjut etika menyelidiki, memikirkan dan
mempertimbangkan tentang baik dan buruknya tindakan manusia secara umum
(universal) sedangkan moral menyatukan ukuran yang baik dan buruk tentang
tindakan manusia.
3. Susila
Susila
berasal dari bahasa Sansekerta, “Su”
artinya lebih baik, “sila” artinya
dasar, prinsip, atau aturan. Susila lebih menunjukan kepada dasar prinsip
aturan hidup atau sila yang lebih baik, pada umunya orang mengidentikan
(menyamakan) pengertian akhlak, etika, moral dan susila yang menggambarkan
suatu perilaku baik dari seseorang.
Contoh:
si A berakhlak, etis, bermoral, bersusila akan terbayang dalam benak kita bahwa
dia baik perkataan, sikap dan tingkah laku dihiasi sopan santun, ramah, jujur,
dermawan, dsb.
Dalam
pembahasan ilmiah, konsep akhlak, etika, moral dan susila, para ahli
menggunakannya dalam pengertian yang sama, dan dalam pengertian yang
berbeda-beda, yang menyamakan dengan alasan:
a. Dari
sudut etimologi perkataan akhlak, etika, moral dan susila mengandung pengertain
yang hamper sama, yaitu: adat-istiadat atau aturan sopan santun.
b. Konsep
akhlak, etika, moral dan susila banyak digunakan dalam dunia kefilsafatan,
dalam literature-literatur banyak kita jumpai tema filsafat, seperti filsafat
susila, filsafat akhlak, filsafat moral, dsb.
Metode
pendekatan hampir sama yang membedakan:
a. Dalam
kajian akhlak (Islam) sumber nilainya dari Al Qur’an dan As Sunnah, bersumber
pada produk akal manusia.
b.
Jangkauan ikatan ilmu akhlak (Islam)
meliputi hubungan vertikal dan horizontal sedang konsep-konsep lainnya hanya
meliputi hubungan horizontal.
c. Akhlak,
etika, dan susila disamakan dengan moral. Hanya terbatas dalam arti praktis
sedangkan konsep akhlak, etika, dan susila sebagai ilmu yang mempelajari
perbuatan berdasarkan norma etis, maka jelaslah ketiga konsep tersebut lebih menekankan
segi teoritis, sehingga berbeda dengan konsep moral.
Obyek dan ruang lingkup pembahasan
ilmu akhlak
Sebagai
ilmu pengetahuan social, skhlak mempunyai obyek materia dan obyek formal.
Obyek
materia akhlak adalah perbuatan manusia dalam terbukanya sebagai makhluk
individu, social, maupun sebagai hamba Allah.
Obyek
formal akhlak adalah perbuatan manusia ditinjau dari segi baik dan buruknya.
Sehingga tidak semua perbuatan manusia menjadi obyek formalnya.
Ditinjau
dari sudut suasana batin subyek atau perilakunya, manusia dapat dibedakan
menjadi dua kata kunci:
a. Tindakan
pribadi ini dibedakan menjadi dua:
1) Tindakan
sadar, yaitu tindakan yang benar-benar dikehendaki atas pilihan dan
dikehendakinya tanpa tekanan dan ancaman pihak lain.
2) Tindakan
tidak sadar, yaitu tindakan pribadi di luar control kesadaran pelakunya, tetapi
bukan karena ditekan dan dipaksa dari pihak lain. Hal ini hanya bisa terjadi:
·
Pelakunya benar-benar tidak sadar,
misalnya sakit, tidur, dsb.
·
Pelakunya dalam keadaan sadar namun
terjadi di luar kemampuannya. Jenis tindakan/perbuatan ini dapat dibedakan
menjadi dua:
ü Gerak
refleks, (reflect action/ عمل محكنة) misalnya orang yang keluar dari tempat
gelap ke tempat terang, matanya berkedip-kedip.
ü Gerak
otomatis (automatic action/عمل عليه )
misalnya dengan jantung, denyut nadi, dsb.
Menurut
Dr. Ahmad Amin bahwasannya yang menjadi obyek akhlak adalah sadar, baik
inisiatif sendiri atau pengaruh orang lain. Namun dilandasi kehendak bebasnya.
Jelasnya obyek formal akhlak adalah perbuatan bebas dan sadar/perbuatan amal
ikhtiar.
Sebagaimana
hadist nabi:
أنماالأعما
ل بالنية وانما لكل امرئ مانوى (رواه الخارى ومسلم)
“Sesungguhnya segala perbuatan itu
sahnya disertai niat dan bagi perbuatan seseorang diganjar sesuai dengan niat”.
Tentang
syarat kebebasan tidak ada paksaan dalam agama. Manusia diberi kebebasan
mutlak………………….
Yang
berujung pada dua hal, yaitu yang membahagiakan dan yang menyesatkan
sebagaimana Firman Allah, Surat Al Baqarah ayat 256.
لاأكراه
فى الدين قد تبين الرشد من ألغى (البقره :٢٥٦
“Tidak ada paksaan untuk memasuki
agama (Islam) sesungguhnya jelas jalan dari pada jalan yang salah”.
HUBUNGAN
AKHLAK DENGAN IMAN
A. Kerangka
Pokok Ajaran Islam
Ada
bagian yang utama:
a. Hukum
yang berkaitan dengan aqidah (keimanan), ini meliputi keimanan kepada Allah,
Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari kiamat dan
ketentuan yang baik dan buruk, lebih jelasnya ada di kitab-kitab Usuludin dan Ilmu
Kalam.
b.
Hukum-hukum yang berkaitan dengan
masalah furuq (cabang), baik hukum ibadah maupun muamalah, ini meliputi hukum-hukum
ibadah, transaksi niaga, pernikahan, pidana, ketatanegaraan dan hukum-hukum
lainnya yang dimuat dalam Kitab Fiqih.
c. Hukum-hukum
yang berkaitan dengan moral/akhlak sebagaimana banyak dijumpai di dalam Al
Quran dan Al Hadist untuk mendorong keutuhan moral manusia seperti keadilan,
kesabaran, jujur, dsb sebagai kesempurnaan iman.
Ketiga
kerangka pokok ajaran Islam tersebut di atas, oleh para ahli dirumuskan dalam
formulasi iman-Islam-ihsan.
1. Iman
Secara
umum berarti kepercayaan yang terdapat dalam diri seseorang terhadap sesuatu
perkara yang berada diluar dirinya yang dianggap mempunyai kekuatan dan
kekuasaan yang mutlak terhadap seluruh alam dan pada gilirannya kepercayaan
tersebut mendorong untuk berbuat sesuatu.
Menurut
Ustad Abdul ‘Ala Al-Maududi dalam bukunya “To
Word Understanding of Islam” mengatakan bahwa iman adalah mengetahui dan
menyakini knowledge an belief. Orang yang
mengetahui Ke-Esaan Tuhan dan semua sifat-sifatnya, larangan-larangannya,
ganjaran dalam hukumnya, percaya dengan mutlak dinamakan mukmin.
2. Islam
Bahwa
antara Islam dan Iman tidak dapat dipisah, mempunyai hubungan kausal. Menurut
Prof. K.H. Tho’ib Thohir Abdul Mu’in tentang hubungannya sebagai berikut:
Lafadz
iman dan Islam itu ke-2nya dimaksudkan lahir dan batin. Maka yang diadakan
inilah yang dimaksud Addinul Islam yaitu tercakup di dalamnya iman dan Islam.
Adapun
dalam beragama jika luar saja tidak diterima oleh syara’ dan demikian pula
sebaliknya maka jelaslah bagi kita bila ujian Tuhan terhadap orang mukmin yang
dimaksud adalah orang yang iman dan Islam.
Demikian
juga apabila Tuhan menguji orang yang muslim, maka yang dimaksud adalah orang
yang Islam yang iman sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah 132.
فلا
تموتن الاوانتم مسلمون
“Maka jangan mati dalam keadaan
selain Islam”
3. Ihsan
Yaitu
pengabdian diri/menyembah Allah dengan sikap mental seolah-olah melihat Allah
atau dilihat olehnya dengan ikhlas, beribadah dengan khusuk, tunduk dengan
cara-cara yang sebaik-baiknya.
B. Akhlak
Sebagai Refleksi Iman (Hubungan Iman dan Amal Shaleh)
Amal
saleh/amal seseorang merupakan refleksi iman, itulah yang dapat mengantarkan
jalan ke surge yang abadi sebagaimana firman Allah dalam Al Baqarah ayat 82
وٲلذين
امنواوعملواالصلحت اولئك أصحب الجنةهم فيهاخلدون
“Orang-orang yang beriman dan
orang-orang yang sholeh mereka itu penghuni surga, mereka kekal di dalamnya”.
C.
Pembentukan
Pribadi Etis/Berakhlak
1.
Versi
pendidikan Islam
Menurut Prof. Muh Athia
Elabrosy dalam kajiannya tentang pendidikan Islam mengemukakan bahwa pendidikan
akhlak adalah jiwa dari pendidikan Islam. Tujuannya adalah pencapaian akhlak
yang sempurna. Itu adalah hakekat dari tujuan pendidikan yang sebenarnya.
Jadi tujuan pendidikan dan pengajaran dalam Islam bukan
semata-mata mengisi otak dengan berbagai macam pengetahuan yang kering dari
nilai-nilai moral/akhlak.
Sebab tujuan pendidikan Islam
yang asasi adalah keutamaan (Al Fadhilah). Oleh karena itu, setiap pelajaran
haruslah merupakan akhlak. Demikian pula setiap guru berkewajiban memelihara
integritas dihadapan murid-muridnya.
Menurut Drs Ahmad De Marimba
dalam bukunya, pengantar filsafat pendidikan Islam menegaskan bahwa proses
pembentukan kepribadian tradisi ada tiga tahap:
a.
Kebiasaan
b.
Pembentukan
kerohanian yang luhur.
c.
Pembentukan
pengertian sikap dan minat
2.
Versi
tasawuf Islam
.........................................
Untuk merehabilitasi sikap
mental yang tidak baik karena pengaruh hawa nafsu menurut sufi, tidak akan
berhasil dengan baik apabila terapinya hanya dari aspek lahiriyah saja.
Pada tahap awal memasuki
kehidupan sufi, seorang murid harus melakukan amalan/latihan kerohanian yang
cukup berat. Tujuannya untuk menguasi hawa nafsu sampai ketitik
terendah/mematikan sama sekali. Sistem pembinaan akhlak disusun sebagai
berikut:
a.
تخل
(Takholli)
Pertama
mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap kelezatan dunia (Takholli)
menjauhkan diri dari kemaksiatan lahir dan batin dari dorongan hawa nafsu untuk
menghindari mental yang tidak baik sehingga akses yang timbul dari keterikatan
kehidupan dunia.
Al Ghozali
mengatakan hal-hal tersebut dinamakan Al Muhlikat yaitu sifat buruk yang
membawa kerusakan manusia lahir batin. Sifat-sifat jelek yang harus dihindari
yaitu akhlakul Madhmumah seperti hasud (dengki), takabur, ghodhob, khiyanah,
dusta, riya’, dsb.
b.
تحل
(Tahalli)
Yaitu setelah keluar tahap pembersihan diri dari sifat
dan sikap mental yang tidak baik, maka usaha itu dilanjutkan dengan menghiasi
diri dengan jalan membiasakan dengan sifat-sifat yang baik berperilaku dengan
ketentuan-ketentuan agama lahir batin, melaksanakan aspek-aspek luar seperti
kewajiban yang bersifat formal, seperti sholat, puasa, haji, dll. Semua ini
yang dimaksud dengan aspek luar.
Sedangkan yang dimaksud aspek dalam seperti: iman,
keta’atan cinta Tuhan, dsb. Tahap tahalli itu adalah tahap pengisian jiwa
setelah dikosongkan, maka setiap satu kebiasaan lama ditinggal harus diisi
dengan satu kebiasaan baru yang baik.
Al Ghozalli berkata bahwa jiwa manusia dapat dilatih,
dikuasai, diubah, dibentuk sesuai dengan kehendak manusia itu sendiri, dapat
diisi dengan pembentukan pribadi etis/berakhlak mulia, seperti: tobat, ridho,
zuhud, asketis, sabar, qona’ah, dsb. Oleh Al Ghozalli sifat-sifat terpuji itu
dinamakan Al Munziyat.
c.
تجل
(Tajalli)
Setelah frase tahalli, rangkaian pendidikan mental/akhlak
ini dilanjutkan ke fase ketiga yaitu tajalli.
Kali ini manusia telah sampai kepada Nur Ghaib atau
terungkap Nur Ghaib bagi hati-hati manusia apabila jiwa telah berisi dengan
butir-butir mutiara akhlak dan organ-organ tubuh sudah terbiasa melakukan
perbuatan-perbuatan luhur agar hasil perbuatan tidak kurang, perlu diupayakan
penghayatan rasa Ketuhanan. Suatu kebiasaan dilakukan dengan penuh kesadaran
yang tinggi, kecintaan yang mendalam maka akan menambah rasa rindu kepada
Tuhan.
Pendapat para sufi bahwa untuk mencapai derajat
kesempurnaan kesucian jiwa ini, maka akan terbukalah jalan untuk mencapai
Tuhan. Pada saat itu manusia akan mampu menguasai akhlak yang dikehendaki oleh
Tuhan.
KEBAHAGIAAN
A.
Arti
Kebahagiaan
Ada beberapa istilah sejenis, yaitu kelezatan (pleasure),
kegembiraan /gembira (joy), kebahgiaan (happiness), dengan ketiga istilah ini
dapat mengaburkan pengertian.
Menurut MC Dougal bahwa gejala-gejala kejiwaan di atas
merupakan keadaan kejiwaan yang bersifat umum.
Kelezatan itu waktunya singkat sekali, dan banyak
berkaitan dengan segi-segi jamaniah, misalnya kelezatan yang timbul dari
makanan, minuman dan pakaian.
Adapun kegembiraan waktunya agak lebih panjang. Pada
umunya lebih bersifat kejiwaan, karena ada kaitannya dengan perasaan, misalnya
bergembira karena bertemu dengan teman lama atau pacar atau sembuh dari sakit
yang berat, dsb.
Sedangkan kebahagiaan waktunya lebih panjang dari keduanya
bahkan dapat juga berlangsung seumur hidup. MC Dougal mengatakan biasanya
orang-orang yang merasakan kebahgiaan sanggup menyelesaikan suatu kewajiban
yang dipercayakannya.
Rasa harga diri timbul bahwa menunaikan kewajiban adalah
melaksanakan orang tentang dirinya, kemudian ia merasa bahagia sebagai hasil
nyata dunia, self realitasism, dapat kita lihat bahwa kebahagiaan juga
berkaitan dengan integritas pribadi seseorang. Keadaan ini timbul dari adanya
keselarasan dan keserasian yang sempurna antara dorongan-dorongan dan
sentimen-sentimen pribadi seseorang.
Dengan adanya kesatuan dan keserasian inilah yang
menyebabkan atau menjamin pengarahan potensi manusia yang timbul dari pembawan
naluri untuk mencapai tujuan yang diinginkan, apabila tujuan itu tercapai maka
sesorang akan merasa puas, kepuasan yang sadar dan dirasakan seseorang karena
keinginannya disadari memiliki sesuatu yang baik, itulah yang dinamakan
kebahagiaan.
.....................................
B.
Ragam
Penafsiran Tentang Kebahagiaan
Perbedaan pendapat yang menjadi
obyek yang dapat memberikan kebahagiaan timbullah beberapa aliran:
1.
Hedorisme
2. Epilurisme
3. Utilitarianisme
4. Stoisisme
5.
Evolusiraisme
Berikut ini adalah penjelasan
lebih lanjut aliran tentang kebahagiaan:
1.
Hedorisme
Menurut aliran ini, bahwa
kebaikan tertinggi yang menjadi tujuan segala manusia adalah kebahagiaan dalam
bentuknya yang kasar, hedonisme menganggap kebahagiaan jasmaniah yang berupa
kelezatan (pleasure).
Aliran ini lebih menekankan
kelezatan jasmaniah/panca indra karena dipandang dalam intensif dari pada
kesenangan intelektual. Walaupun lebih tinggi nilainya, menganggap bahwa dalam
hidup ini diperlukan ketangkasan hidup untuk memungkinkan, memilih saat-saat
kepuasan/kelezatan yang lestari (long continuepleasure).
2.
Epilurisme
Aliran ini pada dasarnya
merupakan hedonisme dalam bentuk yang lebih luas. Tujuan hidup bukan kelezatan
tetapi kedamaian. Maka aliran ini berusaha mencapai kebahagiaan dengan
memperoleh ketentraman jiwa/batin sebanyak-banyaknya, menjauhi penderitaan sekecil-kecilnya.
Kesenangan intelektual lebih
baik sebab lebih tahan lama dibandingkan kesenangan jasmaniah, agar sesorang
tetap dalam keadaan bahagia, ia harus membatasi diri dari keinginan-keinginan
sebagai cita-cita yang luhur suatu upaya menghilangkan keinginan-keinginan yang
tidak dapat dicapai.
3.
Utilitarianisme
Ia lahir dari hedorisme, aliran
ini mementingkan nilai guna/manfaat, ia tidak tamak/egoistis, juga memandang
kepentingan kelompok untuk melaksanakan kepuasan bersama.
Tujuan hidup adalah kebahagiaan
yang paling besar bagi jumlah terbesar. Ukurannya bersifat kuantitatif,
tokohnya adalah Jeremy Benthan (1748-1832).
4.
Stoisisme
Aliran ini tumbuh dari seorang
murid Socrates Antithines yang mendirikan aliran Cymika. Pendapatnya bahwa
kebahagiaan adalah sifat yang dicapai dengan jalan melepaskan diri dari
tiap-tiap keinginan, kebutuhan, kebiasaan/ikatan yang mengurangi kebebasan
seseorang.
Menurut aliran ini, kebahagiaan
tidak terdapat pada kepuasan, melainkan terletak pada kelepasan seseorang
merasa cukup pada dirinya sendiri. Hal inilah yang dipandang sebagai kebaikan
dan kewajiban.
Pengikutnya memandang hina pada
kekayaan, kesenangan, keluarga, dsb, bahkan memandang hina pada tata
krama/sopan santun karena mengurangi kebebasan manusia. Terikat pada pribadi
sendiri adalah sifat-sifat yang sangat dihargai oleh Stoisisme.
5.
Evolusiraisme
Ini adalah ajaran kemajuan dan
pertumbuhan, kemajuan dipandang sebagai tujuan hidup, tidak peduli kemana kaki
menuju, jadi prosesnya sendiri itulah yang penting walaupun tujuan akhirnya
tidak diketahui dan dikenal. Tokohnya adalah Herbert Spencer yang menghubungkan
evolusionisme dengan etika, menurutnya bahwa perbuatan itu disebut baik/buruk
tergantung pada tujuannya.
Untuk memperoleh kesenangan,
kebahagiaan, manusia harus mengadakan penyesuaian diri keluar.
C.
Obyek
Kebahagiaan dan Kebahagiaan Tertinggi
Setiap manusia ingin
kebahagiaan, kebahagiaan tertinggi/kebahagiaan sempurna, karena sifatnya yang
kadang terbit dari hakekat manusia itu sendiri. Keinginan tersebut berasal dari
Tuhan. Permasalahannya: apakah yang sebenarnya yang menjadi obyek kebahagiaan
itu sendiri?
Berdasarkan kenyataan obyektif
kemampuan penalaran manusia sendiri ada 3 kemungkinan yang menjadi obyek
kebahagiaan tertinggi.
1.
Sesuatu
di bawah manusia, seperti harta, keluarga, kekuasaan, kedudukan, dsb.
Semua ini ternyata masih memerlukan penjabaran/menyusahkan dan harus
ditinggalkan, jadi merupakan kebahagiaan yang tidak sempurna yang akhirnya
ditinggalkan.
2. Manusia sendiri, hal ini tidak mungkin dapat menjadi
obyek kebahagiaan sempurna, karena baik rohani maupun jasmani tidak mungkin
merasa puas pada dirinya sendiri. Tidak sempurnanya karena sesuai dengan obyek
manusia itu sendiri.
3. Sesuatu di atas manusia, obyek kebahagiaan tertinggi harus
dicari di luar dan di atas manusia. Dan sesuatu yang merupakantujuan akhir dari
seuruh kehidupan manusia, yaitu: Tuhan. Tuhan menurut akal kita pasti dapat
memenuhi segal tuntutan kita.
Tentang
sifat kebahagiaan
Para filosof (non ateis)
membagi kebahagiaan menjadi 2 macam yaitu: jasmaniah dan rohaniah. Hal ini juga
dipegang para filosofis yang membahas ilmu akhlak seperti Ibnu Maskawaih dan Al
Ghozali.
Ibnu Maskawaih banyak
dipengaruhi Aristoteles yang mengatakan kebahagiaan itu mempunyai 2 tahap
sesuai dengan tabiat manusia, yaitu jasmaniah dan rohaniah.
Kebahagiaan rohani sebagai
kebahagiaan tingkat tertinggi, sedangkan kebahagiaan jasmani mempunyai martabat
rendah yang bersifat sementara, dapat sakit, menyesal karena tertipu oleh panca
indra. Sedangakan puncak kebahagiaan rohani terletak pada kebahagiaannya dengan
Tuhan karena prang dapat mengendalikan hawa nafsunya, dsb.
Hujatul Islam Al Ghozali
membagi kebahagiaan menjadi 2 macam, yaitu kebahagiaan dunia dan akherat.
Kebahagiaan dunia meliputi 4 macam dan masing-masing memiliki bagian:
1.
Keutamaan
akal budi
a. Ilmu (al-ilmu) atau al-hikmah
b. Suci diri (al-iffah)
c. Berani (as-saja’ah)
d. Adil (al-adl)
2. Keutamaan tubuh
a. Sehat (al-asihah)
b. Kuat (al-kuwah)
c. Elok/bagus (al-jamal))
d. Panjang umur (thowil umur)
3. Keutamaan luar badan
a. Harta benda (al-malu)
b. Keluarga (al-ahlu)
c. Terhormat (al-idju)
d. Mulia turunan (karomah arrumah)
4. Keutamaan bimbingan
a.
Petunjuk
Allah (al-hidayah)
b.
Pimpinan
Allah (an-nash)
c.
Sokongan
Allah/dorongan (tasdid)
d.
Bantuan
Allah (tasyid)
Kebahagiaan akherat sifatnya
kekal sebagai kebahagiaan tertinggi. Kebahagiaan ini semua banyak diberikan
atau dicapai oleh nabi dan wali. Orang harus menguasai jiwnya dengan keutamaan
(al fadhilah).
Menurut akhlak Islam banyak
dimuat dalaam Al Quran dan As Sunnah bahwa kebahagiaan tertinggi adalah
bersifat universal dan mempunyai predikat mardhotillah.
Islam menghendaki kebahagiaan
jasmani dan rohani dunia akherat.
ASAL USUL KATA
TASAWUF
Kata tasawuf adalah bahasa arab dari kata sufi artinya
“bulu domba”, orang sufi biasanya memakai pakaian dari bulu domba yang kasar
sebagai lambang kesederhanaan dan kesucian.
Dalam sejarah bahwa orang yang pertama kali menggunakan
kata sufi adalah seorang mujtahid yang bernama Abu Hasyim Al Kufi (wafat tahun
150H). Adapun asal usul kata tasawuf terdapat beberapa kemungkinan-kemungkinan.
a.
Ahlus-sufah,
yaitu orang-orang yang ikut pindah nabo dari Makkah ke Madinah. Dan karena
kehilangan harta benda berada dalam keadaan miskin dan tidak punya apa=apa
mereka tinggal di masjid nabi dan tidur di atas batu dengan memakai pelana
(alas) sebagai bantal. Pelana itu disebut suffah (saddle cushion) dan kata
suffah dalam bahasa Eropa berasal dari kata Soffa.
Sungguhpun miskin, Ahlus Sufah berhati baik dan mulia, sifat tidak
mementingkan keduniaan.
b. Shofi, yaitu suci.
Orang-orang yang mensucikan dirinya dari hal-hal yang bersifat keduniaan
dan merekalakukan melalui latihan yang berat dan lama. Dengan demikian mereka
adalah orang-ornag yang disucikan.
c. Shofiyah (صفيه)
Berasal dari Bahasa Yunani, artinya hikmah/filsafat. Jalan yang ditempuh
oleh orang-orang sufi memiliki kesamaan dengan cara yang ditempuh oleh para
filosof. Mereka sama mencari kebenaran yang berawal dari keraguan-raguan dan
ketidakpuasan.
d. Shof (صف)
Sebagaimana halnya dengan orang sembahyang di Shof pertama mendapat
kemuliaan dan pahala, demikian pula kaum sufi dimulyakan Allah dan diberi
pahala.
e. Shuf (صوف)
Adalah
kain yang dibuat dari bulu (wol) hanya kain wol yang dipakai kaum sufi adalah
wol kasar dan bukan wol yang halus sebagai simbol kesederhanaan dan kemiskinan.
Sebab kaum sufi adalah golongan yang hidup sederhana dan miskin namun berhati
suci dan mulia.
Diantara kelima kemungkinan
asal usul kata tasawuf, kemungkinan terakhir lebih banyak disebut oleh para
ahli sebagai asal kata tasawuf.
Tujuan
Tasawuf
Terlebih dahulu dijelaskan pengertian
fana dan makrifat. Fana dalam arti filosofis yaitu meniadakan diri supaya ada.
Menurut ilmu tasawuf, fana adalah leburnya pribadi pada kebaqo’an Allah.
Dimana perasaan keinsanan
lenyap diliputi rasa ketuhanan, hilangnya sifat-sifat buruk (maksiat lahir dan
batin) dan kekalnya sifat-sifat terpuji (taat lahir dan batin).
Adapun pengertian makrifat
adalah pengetahuan hakiki tentang Tuhan/melihat Tuhan dengan hati sanubari.
Tujuan tasawuf adalah fana
untuk mencapai makrifat attasawuf fanuna.
التصوف فانون عن انفسهم ياقون بربهم بحضورقلوبهم مع الله
“Tasawuf
adalah mereka fana’ dari dunia dan baqo’ dengan Tuhannya karena kehadiran hati
mereka bersama Allah”
Tasawuf mengantarkan manusia
untuk mendekatkan diri setingkat kepada Tuhannya sehingga ia demikian dekat
kehadirannya dengan demikian maka tujuan terakhir dari tasawuf itu adalah
berada dekat sedekat-dekatnya di hadirat Tuhan dengan puncaknya seakan-akan menemui
dan melihat Tuhannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar