BAB I
PENDAHULUAN
Wacana yang berkembang dalam dinamika pemikiran dan pengalaman praktis Alumni pesantren tampaknya menegaskan bahwa peantren merupakan bagian dari infrastruktur masyarakat yang secara mikro telah berperan menyadarkan komonitas masyarakat untuk mempunyai idealisme, kemampuan intelektual, dan perilaku mulia (Al-Akhlak Al-Karimah) guna menata dan membangun karakter bangsa yang paripurna. Ini dapat dilihat dari peran strategis pesantren yang dikembangkan dalam kultur internal pendidikan pesantren. Pesantren juga rajin dan berusaha membentuk perilaku-perilaku masyarakatnya agar lebih menekankan, terutama, dimensi etika-moral dalam kehidupannya, memang hal ini telah teruji dan mampu bertahan mengangkat pesantren menjadi sebuah “bengkel” moral-spiritual, dan puat pengkajian dan pengembangan intelektualitas islam klasik yang pernah mencapai puncak keemasannya dalam peradaban dunia. Eksistensi ini sekaligus memberikan signifikasi strategis bagi pesantren dalam proses kebangasaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Berkenalan Dengan Pesantren
Pesantren adalah lembaga pendidikan islam yang tertua di Indonesia setelah rumah tangga. Namun masih banyak “Rahasia” pesantren yang belum diungkapkan oleh para peneliti. Diantaranya adalah bagian-bagian yang sangat sulit diungkapkan.
Menurut para ahli pesantren baru dikatakan pesantren bila memenuhi lima syarat yaitu (1) Ada kiai, (2) Ada pondok, (3) Ada masjid, (4) Ada santri, (5) Ada pengajaran baca kitab kuning
Peran pesantren dimasa lalu kelihatan paling menonjol dalam hal menggerakkan, memimpin, dan melakukan perjuangan dalam rangka mengusir penjajah. Muhammad Mansur Surya Negara, seorang pakar sejarah dari Universitas Padjadjaran Bandung pernah mengatakan bahwa sulit mencari gerakan untuk melawan penjajah di Indonesia ini yang bukan digerakan dan dipimpin oleh orang pesantren.
Peran pesantren dimasa sekarang juga amat jelas, contoh yang paling nyata ialah sulitnya pemerintah memasyarakatkan program bila tidak melalui pemimpin pesantren, contoh lainnya ialah banyaknya pemimpin politik “Mendekati” pesantren, terutama menjelang pemilihan umum.
Tujuan terbentuknya pondok pesantren adalah :
1. Tujuan umum
Membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian islam yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi muballiqh islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya.
2. Tujuan khusus
Mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat.
B. Pesantren dan peranannya dalam pembangunan Nasional
Zamakh SYAri Dhofir (1982 : 44) mencoba mengklasifikasikan pesanter dari jumlah santri. menurutnya pesantren yang santrinya kurang dari 1000 dan pengaruhnya hanya pada tingkat kabupaten disebut pesantren kecil. Santri antara 1000-2000 dan pengaruhnya pada beberapa kebupaten disebutnya pesantren menengah, bila santrinya lebih dari 2000 dan pengaruhnya tersebar pada tingkat beberapa tingkat kabupaten dan propensi dapat digolongkan sebagai pesantren besar.
Setidaknya ada dua macam pendekatan yang dapat dipergunakan dalam memandang kaitannya antara agama dan pembangunan, termasuk pembangunan agama, yaitu pendekatan yang bersifat suplementer dan komplementer. pendekatannya yaitu :
1. Agama hanyalah penunjang bagi upaya pemberdayaan pembangunan karena ia mempengaruhi ola tingkah laku manusia yang sedang membangun, baik kehasirannya sebagai individu maupun secara kolektif
2. Menghendaki keterlibatan agama atau lembaga keagamaan dalam proses pembangunan, metode, dan sarana yang diperlakukan untuk maksud tersebut.
Dengan semikian Agama sejak awal telah terlibat dalam proses pembangunan, dan bukan hanya bukan sebagai faktor penunjang, didalam GBHN, baik pada tahun 1992-1997 maupun tahun 1997-2003 telah terjadi pergeseran yang lebih menekankan pada pendekatan kedua. Berbagai terobosan dalam peningkatan sumber daya manusia yang berasaskan iman dan taqwa kepada Allah SWT. Adalah satu kata yang konkret untuk mengartikulasikan penyataan dimaksud.
Kehadiran pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang dahulu disebut tradisional, kini semakin diminati oleh banyak kalangan termasuk masyarakat kelas menengah atas. menurut data didepartement agama, bahwa dari 8.991 pondok pesantren saat ini, terdapat 1.598 berada didaerah perkotaan (18%) sedang yang diwilayah pedesaan sebanyak 7.393 (82%) dengan demikian terdapat pergeseran dari tahun ketahun dengan melihat kecenderungan ini, maka di prediksikan suatu saat nanti akan terjadi penimbangan jumlah pesantren antara kota dan desa.
Menarik juga klasifikasi yang diajukan oleh Wardi Bakhtiar tatkala membagi pesantren menjadi dua macam, dilihat dari macam pengetahuan yang diajarkan menurutnya (1990 : 22) dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu :
1. Pesantren salafi, yaitu pesantren yang mengajarkan kitab-kitab klasik. Sistem madrasah diterapkan untuk mempermudah tekhnik pengajaran sebagai pengganti metode sorogan. Pada pesantren ini tidak diajarkan ilmu umum.
2. Pesantren khalafi, yaitu selain memberikan pengajaran kitab islam klasik juga membuka sistem sekolah umum dilingkungan dan dibawah tanggungjawab pesantren.
Pada tahap selanjutnya, pondok pesantren mulai menampakkan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan islam yang mumpuni, yaitu didalamnya didirikan sekolah baik secara formal maupun nonformal. Akhir-akhir ini pondok pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka renovasi terhadap sistem yang selama ini dipergunakan yaitu :
1. Mulai akrab dengan mitodologi ilmiyah modern
2. Semakin berorientasi pada pendidikan dan fungsional, artinya terbuka pada perkembangan diluar dirinya
3. Difersifikasi program dan kegiatan makinterbuka dan ketergantunganpun absolut dengan kiai, dan sekaligus dapat membekali para santri dengan berbagai pengetahuan diluar mata pelajaran agama maupun keterampilan yang diperlukan dilapangan kerja
Kecenderungan-kecenderungan tersebut bukan berarti pondok pesantren telah menduduki posisi sebagai lembaga yang paling elit, tetapi ditengah-tengah arus perubahan sosial-budaya justru kecenderungan tersebut menjadi masalah baru yang perlu dipecahkan yaitu :
1. Masalah integrasi pondok pesantren kedalam sistem pendidikan nasional.
2. Masalah pengembangan wawasan sosial, budaya, dan masalah ekonomi.
3. Masalah pengalaman kekuatan dengan pihak-pihak lain untuk mencari tujuan membentuk masyarakat ideal yang diinginkan.
4. Masalah berhubungan dengan keimanan dan keilmuan sepanjang yang dihayati pondok pesantren.[2]
Dipihak lain, pondok pesantren kini mengalami transportasi kultur, sistem dan lainnya. Pondok pesantren yang dikenal dengan “Salafiah” kini telah berubah dengan menjadi “Khalafiah’. Tranformasi tersebut sebagai jawaban atas kritik-kritik yang diberikan kepada pesantren dalam arus tranformasa kini sehingga dalam sistem dan kultur pesantren terjadi perubahan yang drastis.
C. Kemampuan Pesantren Dalam Mengontrol Perubahan Nilai
Abdul Rahman Wahid, orang yang dianggap cukup mengetahui hal ikhwal pesantern, melaporkan Teori Geertz yang menurutnya kiai berperan sebagai penyaring arus informasi yang masuk kelingkungan kaum santri, menularkan apa yang dianggap berguna dan membangun apa yang dianggap merusak, teori ini menetapkan kiai sebagai filter nilai. Selanjutnya dikatakan bahwa peranan penyaring itu akan macet manakala arus imformasi yang masuk terlalu deras. Dalam keadaan demikian kiai akan peranannya dalam merekayasa budaya. Kiai juga ditemukan mempunyai peranan aktif selain meredam akibat perubahan yang dibawa arus informasi juga mempelopori terjadinya perubahan masyarakat menurut caranya sendiri.
Beberapa indikator pergeseran nilai yang dialami oleh pondok pesantren, diantaranya seperti dikemukakan oleh Dr. Mastuhu yaitu :
- Kiai bukan lagi satu-satunya sumber belajar
Dengan semakin beranekaragam sumber belajar baru, maka semakin tinggi dinamika komunikasi antara sistem pendidikan pondok pesantren dengan sistem yang lain.
- Seiring dengan pergeseran nilai dimaksud maka kebanyakan santri saat ini membutuhkan ijazah dan penguasaan bidang keahlian keterampilan yang jelas agar dapat mengantarkannya untuk menguasai dan memasuki lapangan kehidupan baru. Dalam kehidupan modern, kita tidak cukup hanya dengan berbekal moral yang baik, tetapi perlu dilengkapi dengan keahlian (skill) atau keterampilan yang relevan dan sinergis dengan kebutuhan dunia kerja.
Jadi jelaskan bahwa resistensi pesantren dalam globalisasi budaya dapat diyakini adanya, tetapi kerja sama dengan pihak luas pesantren sangat diperlukan.
D. Pendidikan di Pesantren dan Sumbangannya dalam Pencapaian Tujuan Pendidikan Nasioanl.
Tujuan Pendidikan Nasional sebagimana tercantum di dalam pasal 4 UUSPN adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut Mastuhu, ada 10 prinsip yang berlaku pada pendidikan di pesantren. Kesepuluh prinsip itu menggambarkan kira-kira 10 dari utama tujuan pendidikan pesantren antara lain :
- Memiliki kebijaksanaan menurut ajaran islam
- Memiliki kebebasan yang terpimpin
- Berkemampuan mengatur diri sendiri
- Memiliki rasa kebersamaan yang tinggi
- Menghormati orang tua dan guru
- Cinta kepada ilmu
- Mandiri
- Kesederhanaan
E. Prediksi Tentang Pesantren Masa Depan
Apabila seluruh peserta kita anggap satu, maka kita akan memperoleh gambaran tentang masyarakat itu sendiri. Dalam islam ada tiga paradigma besar pengetahuan.
1. Paradigma sains, ini adalah suatu pengetahuan yang diperoleh dengan akal dan indra. Paradigma ini adalah paradigma logis empiris.
2. Paradigma logis, yaitu mencari pengetahuan pada objek-objek abstrak tetapi logis. Hasilnya ialah pengetahuan filsafat, pengetahuan filsafat itu logis tetapi tidak empiris.
3. Paradigma mistik, yaitu suatu cara memperoleh pengetahuan tentang objek abstrak suprelogis, dengan datu (rasa). Dengan paradigma ketiga inilah tasawuf itu diketahui dan dipahami.
Bila benar kelak pesantren mampu mengambil ketiga paradigma itu, maka nilai-nilai lama positif akan bertahan pada pesantren. Sementara nilai baru akan terseleksi, pesantren tidak akan gugup menghadapi arus globalisasi.
BAB III
KESIMPULAN
Kehadiran pesantren saat ini menjadi titik sentral kajian para ahli, karena nuansa-nuansa yang dicanangakan dan dilaksanakan dalam pesantren sangat unik, sehingga tidak sedikit para ahli mengeritik atau juga melihat segi positifnya, karena kondisinya yang serba lain, salah satunya yaitu pesantren sebagai komonitas dan sebagai lembaga pendidikan yang besar jumlahnya dan luas penyebarannya diberbagai pelosok tanah air telah banyak memberikan saham dalam pembentukan manusia Indonesia yang religius.
REFERENSI
Tafsir, Dr. Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Rosda Karya.
Suswendi, M.Ag. Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam. Rajawali Pers.
Drs. Muhaimin, MA - Mujib, Drs. Abdul. Pemikiran Pendidikan Islam dan Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Bandung: Trigenda Karya, 1993.
Fadjar, H. A. Malik. Visi Pembaharuan Pendidikan Islam
[1] Rusli Karim M, Pendidikan Islam di Indonesia dalam Tranformasi Sosial-Budaya dalam Muslih Usa (ed) Pendidikan Islam di Indonesia Antara Cita dan Fakta Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991, hlm.134
Tidak ada komentar:
Posting Komentar