I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Alangkah
pentingnya kita berteori dalam praktek di lapangan pendidikan karena
pendidikan dalam praktek harus dipertanggungjawabkan. Tanpa teori dalam
arti seperangkat alasan dan rasional yang konsisten dan saling
berhubungan maka tindakan-tindakan dalam pendidikan hanya didasarkan
atas alasan-alasan yang kebetulan, seketika dan aji mumpung. Hal itu
tidak boleh terjadi karena setiap tindakan pendidikan bertujuan
menunaikan nilai yang terbaik bagi peserta didik dan pendidik. Bahkan
pengajaran yang baik sebagai bagian dari pendidikan selain memerlukan
proses dan alasan rasional serta intelektual juga terjalin oleh alasan
yang bersifat moral. Sebabnya ialah karena unsur manusia yang dididik
dan memerlukan pendidikan adalah makhluk manusia yang harus menghayati
nilai-nilai agar mampu mendalami nilai-nilai dan menata perilaku serta
pribadi sesuai dengan harkat nilai-nilai yang dihayati itu. Mari kita
kembali berprihatin sesuai ucapan Dr. Gunning yang dikutip Langeveld
(1955). “Praktek tanpa teori adalah untuk orang idiot dan gila,
sedangkan teori praktek hanya untuk orang-orang jenius”.
Ini
berarti bahwa sebaiknya pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh
orang-orang yang mampu bertanggung jawab secara rasional, sosial dan
moral. Sebaliknya apabila pendidikan dalam praktek dipaksakan tanpa
teori dan alasan yang memadai maka hasilnya adalah bahwa semua pendidik
dan peserta didik akan merugi. Kita merugi karena tidak mampu
bertanggung jawab atas esensi perbutan masing-masing dan bersama-sama
dalam pengamalan Pancasila. Pancasila yang baik dan memadai, konsisten
antara pengamalan (lahiriah) dan penghayatan (psikologis) dan penataan
nilai secara internal. Dalam hal ini kita bukan menyaksikan kegiatan
(praktek) pendidikan tanpa dasar teorinya tetapi suatu praktek
pendidikan nasional tanpa suatu teori yang baik.
B. Tujuan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini yaitu memberikan pemahaman kepada setiap
calon tenaga kependidikan, utamanya calon pakar kependidikan tentang
aliran-aliran klasik dalam pendidikan ( empiris, nativiesme,
naturalisme dan konvergensi) agar dapat menangkap makna setiap gerak
dinamika pemikiran-pemikiran dalam pendidikan.
II. PEMBAHASAN
Perbedaan
padangan tentang factor dominan dalam perkembangan manusia tersebut
menjadi dasar perbedaan pendangan tentang peran pendidikan terhadap
manusia , mulai dari yang paling pesimis sampai yang paling optimis. Aliran-aliran
itu pada umumnya mengemukakan satu factor dominant ntertentu saja , dan
dengan demikian, suatu aliran dalam pendidikan akan mengajukan gagasan untuk mengoptimalkan factor tersebut untuk mengembangkan manusia. Contohnya bahwa alira konvergensi mencoba mengemukakan pandangan menyeluruh, dan oleh karena itu, diterima luas oleh banyak pihak.
Teori-teori yang terdapat dalam ilmu pendidikan dilahirkan oleh 4 aliran yang berbeda, yaitu:
- Aliran Empirisme
- Aliran Nativisme
- Aliran Naturalisme
- Aliran Konvergensi
a. Aliran Empirisme
Aliran Empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang
mementingkan stimulasi ekternal dalam perkembangan manusia, dan
menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan,
sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang duperoleh anak
dalam kehidupan sehari-hari di dapat dari dunia sekitarnya yang berupa
stimulan2. stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh
orang dewasa dalam bentuk program pendidikan. Tokoh perintis pandangan
ini adalahseorang filsuf Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang
mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir kedua bagaikan
kertas putih yang bersih.
Aliran
empirisme dipandang berat sebelah, sebab hanya mementingkan peranan
pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar
yang dibawa anak sejak lahir dianggap tidak menentukan. Pada hal
kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari terdapat anak yang berhasil
karena bakat, meskipun lingkungan disekitarnya tidak mendukung.
Keberhasilan
ini disebabkan oleh adanya kemampuan yang berasal dari dalam diri
berupa kecerdasan atau kemauan keras, anak berusaha mendapatkan
lingkungan yang dapat mengembangkan bakat atau kemampuan yang ada dalam
dirinya. Meskipun demikian, penganut aliran ini masih tampak pada
pendapat2 yang memandang manusia sebagai mahluk yang pasif dan dapat
dimanipulasi, umpamanya melalui modifikasi tingkah laku. Hal ini tercermind dari pandangan scientific psychology dari BF. Skinner ataupun pandangan behavioralisme lainnya.
Behavioralisme
itu menjadikan perilaku manusia yang tampak keluar sebagai sasaran
kajiannya, dengan tetap menekankan bahwa perilaku itu sebagai hasil
belajar semata-mata. Meskipun demikian, pandangan behavioralisme ini juga masih bervariasi dalam menentukan faktor apakah yang paling utama dalam proses belajar.
1) Pandangan yang menekankan peranan stimulus terhadap perilaku seperti dalam “classical conditioning” atau “respondent learning” oleh Ivan Pavlov (1836-1936) di Rusia dan Jon B. Watson (1878-1958) di Amerika Serikat.
2) Pandangan yang menekankan peranan dari dampak ataupun balikan dari suatu perilaku seperti dalam “operant conditioning” atau “instrumental learning” dari Edward L. Thorndike (1874-1949) dan Rurrhus F. Skinner (1904) di Amerika Serikat.
3) Pandangan yang menekankan peranan pengamatan dari imitasi seperti dalam “observational learning” yang dipelopori oleh NE. Miller dan J. Dollar dengan “social learning and imitation (1941) kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh A. Bandura dengan “participant modeling” maupun dengan “self efficiancy” (1982)
b. Aliran Nativisme
Aliran
Nativisme bertolak dari Leibnitzian Tradition yang menekankan kemampuan
dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, teramasuk faktor
pendidikan kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil
perkembangan tsb ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak
lahir.
Lingkungan
kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Hasil
pendidikan tergantung pada pembawaan. Seorang filsuf Jerman Schopenhauer
(1788-1860) berpendapat bahwa bayi itu lahir sudah lengkap dengan
pembawaan baik ataupun buruk.
Berdasarkan
pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak itu
sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat menjadi jahat, dan yang baik
menjadi baik”. Pendidikan yang tidak seusia dengan bakat dan pembawaan
anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak itu sendiri. Istilah nativisme dari asal kata natie yang artinya adalah terlahir. Bagi
nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak
akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Pembawan tidak dapat
dirubah dari kekuatan luar.
Meskipun
dalam kenyataan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya
(secara fisik) dan jiga mewarisi bakat2 yang ada pada orang tuanya.
Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu2nya faktor yang dapat
mempengaruhi pembentukan dan perkembangan anak. Terdapat
suatu pendapat aliran nativisme yang berpengaruh luas yakni dalam diri
individu terdapat suatu “inti” pribadi (G. Leibnitz: monad) yang
mendorong manusia untuk mewujudkan diri, mendorong manusia dalam
menentukan pilihan dan kemauan sendiri, dan yang menempatkan manusia
sebagai mahluk yang mempunyai kemauan bebas. Padangan tsb tampak dalam
humanistic psychology dari Carl R. Rogers atau pandangan
phenomenology/humanistik lainnya. Meskipun pandangan ini mengakui
pentingnya belajar, namun pengalaman dalam belajar itu ataupun
penerimaan dan persepsi seseorang banyak ditentukan oelh kemampuan
memberi makna kepada apa yang dialaminya itu. Dengan kata lain,
pengalaman belajar ditentukan oleh “internal frame of reference” yang
dimilikinya. Pendekatan ini sangat mementingkan pandangan holistik
(menyeluruh, gestals), serta pemahaman perilaku orang dari sudut pandang
si empunya perilaku itu. Terdapat variasi pendapat dari pendekatan phenomenology/humanistic tersebut sebagai berikut :
1) Pendekaran aktualisasi diri atau non direktif (Client centered) dari Carl R. Rogers dan Abraham Maslow
2) Pendekatan “Personal Constructs” dari george A. Kelly yang menekankan betapa pentingya memahami hubungan “ transaksional” diantara manusia dan lingkungannnya sebagai bekal awal memahami perilakunya.
3) Pendekatan “Gestalt” baik yang klasik (Max Wertheimer dan Wolgang Kphler) maupun pengembangan selanjutnya (K. Lewin dan F. Perls)
4) Pendekatan “ Search Of Meaning” dengan aplikasinya sebagai “ Logotherapy” dari Viktor Franki yag mengungkapkan betapa pentingnya semangat ( Human spririt ) untuk mengatasi berbagai tantangan / masalah yang dihadapi.
Pendekatan-pendekatan tersebut diatas menekankan betapa pentingnya “inti” privasi atau jati diri manusia
b. Aliran Naturalisme
Pandangan
ini ada persamaannya dengan nativisme. Aliran naturalisme dipelopori
oleh filsuf Perancis (JJ. Rousseau 1712-1778).Berbeda dengan dengan
Schpenhaouer, Rousseau berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan
mempunyai pembawaan buruk. Pembawaan baik anak akan menjadi rusak
karena dipengaruhi oleh lingkungan.
Rousseau
juga berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan orang dewasa malahan
dapat merusak pembawaan anak yang baik itu. Aliran ini juga disebut
negativisme, karena berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan
pertumbuhan anak pada alam.
Jadi
dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan. Karena yang perlu
dilakukan adalah menyerahkan anak didik ke alam, agar pembawaan yang
baik itu tidak menjadi rusak oleh tangan manusia melalu proses dan
kegiatan pendidikan. Rousseau ingin menjauhkan anak dari segala
keburukan masyarakat yang serba dibuat-buat (artificial) sehingga
anak-anak yang diperoleh secara alamiah sejak saat kelahirannya itu
dapat tampak secara spontan dan bebas. Ia mengusulkan perlunya permainan
bebas kepada anak didik untuk mengembangkan pembawaannya,
kemampuan-kemampuannya, dan kecenderungan-kecenderungannya.
Pendidikan
harus dijauhkan dalam perkembangan anak karena hal itu berarti dapat
menjauhkan anak dari segala hal yang bersifat dibuat-buat dan dapat
membawa anak kembali ke alam untuk mempertahankan segala yang baik.
d. Aliran Konvergensi
Perintis
aliran ini adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan
bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan kedunia ini
sudah disertai pembawaah baik maupun pembawaan buruk. Penganut
aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik
faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan
yang sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu
anak dilahirkan tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan
lingkungan yang baik sesuai dengan perkembangan bakat itu.Sebaliknya,
lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang
optimal kalau memang pada diri anak tidak dapat bakat yang diperlukan
untuk mengembangkan itu. Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak berbahasa dengan kata-kata, adalah juga hasil dari konvergensi. Pada akan manusia ada pembawaan untuk berbicara melalui situasi lingkungannya, anak berbicara dalam bahasa tertentu. Lingkungan pun mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaan bahasanya. Karena itu setiap anak manusia mula-mula menggunakan bahasa lingkungannya. Missal bahasa jawa, sunda, bahasa inggris, bahasa jerman dan lain sebaginya. Kemampuan dua orang anak (yang tinggal dalam lingkungan yang sama ) untuk mempelajari bahasa mungkin tidak sama. Itu disebabkan oleh factor kualitas pembawaan dan perbedaan situasi lingkungan, biar pun lingkungan kedua anak tersebut menggunakan bahasa yang sama. Willianm Stern berpendapat bahwa hasil pendidikan itu tergantug pada pembawan dan lingkungan, seakan-akan dua garis yang menuju kesatu titik pertemuan sebagai berikut
Keterangan :
a. pembawaan
b. lingkungan
c. hasil pendidikan/ perkembngan
Karena itu teori W. Stern disebut teori konvergensi ( konvergen artinya memusat kesatu titik). Jadi menurut teori konvergensi :
1) Pendidikan mungkin dilaksanakan.
2) Pendidikan
diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anaka
didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang kurang baik.
3) Yang membatasi hasil pendidika adalah pembawaan dan lingkungan.
Aliran konvergen pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memaha,mi tumbuh kembang manusia. Meskipun demikian terdapatg variasi mengenai factor-faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuhh kembang itu. Seperti telah dikemukakan bahwa variasi-variasi itu tersecrmin antara lain dalam perbedaan pandangan tentang strategi yang tepat untuk memahami perilaku manusia, seperti strategi disposisional/konstitusional, startegi phenomenologis/humanistic, startegi behavior, startegi psikodinamik/psiko analitik, dan sebagainya. Demikian pula halnya dalam belajar mengajar; variasi pendapat itu telah menyebabkan muncunya berbagai teori belajar mengajar dan atau teori/model mengajar. Sebagai contoh dikenal berbagai pendapat tentang model-model mengajar seperti rumpun model behavior ( umpan model belajar tuntas, model belajar control diri sendiri, model belajar simulasi, dan model belajar asertif), model belajar pemmrosesan informasi ( model belajar inkuiri, model persentase kerangka dasar, atau advance organizer, dan model pengembangan berfikir), dan lain-lain. Dari sisi-sisi lain, variasi pendapat itu juga melahirkan berbagai pendapat gagasan tentang belajar mengajar, seperti peran guru sebagai fasilitator atau informatory, teknik penilaian pencapaian siswa dengan tges objektif atau tes esai, perumusan tujuan pengajaran yang sangat behavior, penekanan pada peran teknologi pengajaran.
III. PENUTUP
Teori-teori yang terdapat dalam ilmu pendidikan dilahirkan oleh 4 aliran yang berbeda, yaitu:
- Aliran Empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi ekternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan.
- Aliran Nativisme bertolak dari Leibnitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, teramasuk faktor pendidikan kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan tsb ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak lahir.
- Aliran Naturalisme menyatakan bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan buruk. Pembawaan baik anak akan menjadi rusak karena dipengaruhi oleh lingkungan
- Aliran Konvergensi Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting.
DAFTAR PUSTAKA
La sulo, L dan Tirtarahardja. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Patmowiharjo, S. 2002. Psikologi Belajar Mengajar. Jakarta. Universitas Terbuka
Sudarmi. 2007. Landasan Filsafat Ilmu Pendidikan. Kalimantan. Blog Pendidikan google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar