I. Pendahuluan
Menurut
Islam, pendidikan adalah pemberi corak hitam putihnya perjalanan hidup
seseorang. Oleh karena itu ajaran Islam menetapkan bahwa pendidikan
merupakan salah satu kegiatan yang wajib hukumnya baik pria maupun
wanita yang berlangsung seumur hidup - semenjak dari buaran hingga ajal
datang (al-Hadits) – life is education.[1]
Dalam
proses pendidikan inilah evaluasi memiliki kedudukan yang amat
strategis, karena hasil dari kegiatan evaluasi dapat digunakan sebagai
input untuk perbaikan kegiatan pendidikan. Untuk mengetahui lebih jelas
tentang evaluasi pendidikan, pemakalah akan menguraikan pada bab
selanjutnya.
II. Pembahasan
A. Pengertian Evaluasi Pendidikan
Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti
tindakan atau proses untuk menemukan nilai sesuatu atau dapat diartikan
sebagai tindakan atau proses untuk menentukan nilai segala sesuatu yang
ada hubungannya dengan. Dalam bahasa Arab evaluasi dikenal dengan
istilah “imtihan” yang berarti ujian. Dan dikenal dengan istilah khataman sebagai cara menilai hasil akhir dari proses pendidikan.[2]
Menurut Soegarda Poerbawakatja dalam “Ensiklopedi Pendidikan”
menguraikan pengertian pendidikan yang lebih luas, sebagai “semua
perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuan,
pengalaman, kecakapan serta ketrampilannya (orang menamakan ini juga
“mengalihkan” kebudayaan) kepada generasi muda, sebagai usaha menyiapkan
agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah”.
Dapat pula dikatakan bahwa pendidikan adalah usaha secara sengaja dari
orang dewasa untuk meningkatkan pengaruh kedewasaan si anak yang selalu
diartikan mampu memikul tanggung jawab moril dari segala perbuatan.[3]
Jika
kata evaluasi dihubungkan dengan kata pendidikan, maka dapat diartikan
sebagai proses membandingkan situasi yang ada dengan kriteria tertentu
terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan, untuk itu
evaluasi pendidikan sebenarnya tidak hanya menilai tentang hasil belajar
siswa tersebut, seperti evaluasi terhadap guru, kurikulum, metode,
sarana prasarana, lingkungan dan sebagainya.[4]
Selain
istilah evaluasi, terdapat pula istilah lain yang hampir berdekatan,
yaitu pengukuran dan penilaian. Sementara orang lebih cenderung
mengartikan ketiga kata tersebut sebagai suatu pengertian yang sama,
sehingga dalam memaknainya tergantung dari kata mana yang siap
diucapkan.[5]
B. Kedudukan Evaluasi Pendidikan
Ajaran
Islam menaruh perhatian yang besar terhadap evaluasi pendidikan. Oleh
karena itu, jika evaluasi dihubungkan dengan kegiatan pendidikan
memiliki kedudukan yang amat strategis, maka hasilnya dapat digunakan
sebagai input untuk melakukan perbaikan kegiatan dalam bidang
pendidikan.
Dalam
berbagai firman Allah SWT memberitahukan kepada kita, bahwa pekerjaan
evaluasi terhadap manusia didik adalah merupakan suatu tugas penting
dalam rangkaian proses pendidikan yang telah dilaksanakan oleh
pendidikan.[6] Hal ini, misalnya dapat dipahami dari ayat yang berbunyi sebagai berikut:
وَعَلَّمَ
آدَمَ الأَسْمَاء كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَ ئِكَةِ
فَقَالَ أَنبِئُونِي بِأَسْمَاء هَـؤُلاء إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ {31}
قَالُواْ سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ
أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ {32}
“Dan
Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar
orang-orang yang benar!" Mereka
menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa
yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (al-Baqarah : 31-32)
Dia, yakni Allah mengajarkan Adam nama-nama seluruhnya, yakni memberinya benda-benda dan mengajarkan fungsi benda-benda.
Setelah
pengajaran Allah dicerna oleh Adam as sebagaimana dipahami dari kata
kemudian, Allah memaparkan benda-benda itu kepada malaikat lalu
berfirman “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu, jika kamu orang-orang yang benar dalam dugaan kau bahwa kalian lebih wajar menjadi khalifah”.
Para
malaikat yang ditanya itu secara tutur menjawab sambil mensucikan
Allah, tidak ada pengetahuan bagi kami selain apa yang telah Engkau
ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah yang maha mengetahui lagi
maha bijaksana. Maksudnya bukan karena Engkau tidak tahu, tetapi karena
ada hikmah diantara itu.[7]
قَالَ
يَا آدَمُ أَنبِئْهُم بِأَسْمَآئِهِمْ فَلَمَّا أَنبَأَهُمْ
بِأَسْمَآئِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُل لَّكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ
السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنتُمْ
تَكْتُمُونَ {33}
Allah
berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda
ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu,
Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya
Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu
lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" (al-Baqarah : 33)
Untuk membuktikan kemampuan khalifah kepada malaikat, Allah berfirman : "Hai
Adam! beritahukanlah kepada mereka nama-namanya yakni benda itu".
Perhatikanlah! Adam diperintahkan untuk “memberitahukan” yakni
menyampaikan kepada malaikat, bukan “mengajar” mereka, pengajaran
mengharuskan agar bahan pengajarannya dimengerti oleh yang diajarnya
sehingga perlu mengulang-ulangi pelajaran hingga benar-benar dimengerti,
berbeda dengan penyampaian atau berita yang tidak mengharuskan
pengulangan dan berita harus di mengerti.[8]
Dari
ayat tersebut ada empat hal yang dapat diketahui. Pertama, Allah SWT
dalam ayat tersebut bertindak sebagai guru memberikan pengajaran kepada
Nabi Adam as; kedua, para malaikat tidak memperoleh pengajaran
sebagaimana yang telah diterima Nabi Adam. Ketiga, Allah SWT memerintah
kepada Nabi Adam agar mendemonstrasikan ajaran yang diterima dihadapan
para malaikat. Keempat, materi evaluasi atau yang diujikan haruslah yang
pernah diajarkan.[9]
Selain
Allah bertindak memberikan pengajaran kepada makhluk-Nya atau hamba-Nya
dan dapat pula memberikan pengawasan dengan melalui perantara malaikat
sebagai pencatat amal perbuatan manusia sebagaimana yang terdapat pada
ayat berikut ini:
مَا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلاَّ لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ {18}
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas Raqib dan ‘Atid” (QS. Qaaf : 18)
Tiada
keluar satu katapun dari mulut manusia kecuali padanya ada seorang
malaikat yang menyaksikan, meneliti perbuatan, mencatat apa saja yang
memuat pahala atau hukuman bagi manusia. Hikmah dari hal ini ialah bahwa
Allah Ta’ala tidaklah menciptakan manusia untuk di azab melainkan untuk
dididik dan dibimbing. Maka, setiap penderitaan yang dialami oleh
manusia adalah untuk meningkatkan jiwanya.[10]
C. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan
Tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1. Tujuan umum
a. Untuk
menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti
mengenai taraf perkembangan atau kemajuan yang dialami oleh para peserta
didik, setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu
tertentu
b. Untuk
mengetahui tingkat efektifitas dari metode-metode pengajaran yang telah
dipergunakan proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
2. Tujuan khusus
a. Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan
b. Untuk
mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan
ketidakberhasilan dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat
dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara perbaikannya.[11]
Sebagaimana
yang terdapat pada ajaran Islam, tujuan evaluasi dapat dipahami
berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an antara lain disebutkan sebagai berikut :
1. Untuk
menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam problem
kehidupan yang dialaminya. Sebagaimana terdapat pada QS. Al-Baqarah :
155
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ
وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ {155}
“Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS. Al-Baqarah : 155)
Maksudnya
: iman tidak menjamin untuk mendapatkan rizki yang banyak, kekuasaan
dan tidak ada rasa takut tetapi berjalan sesuai ketentuan sunatullah
yang berlaku untuk makhluknya. Seseorang yang mempunyai kesempurnaan
iman dan dirinya mempunyai pengalaman digembleng dalam penderitaan maka
adanya musibah justru akan membersihkan jiwanya.[12]
2. Untuk mengetahui sampai dimana atau sejauhmana hasil pendidikan wahyu yang telah ditetapkan Rasulullah SAW terhadap umatnya.
إِذْ
قَالَ مُوسَى ِلأَهْلِهِ إِنِّي آنَسْتُ نَاراً سَآتِيكُم مِّنْهَا
بِخَبَرٍ أَوْ آتِيكُم بِشِهَابٍ قَبَسٍ لَّعَلَّكُمْ تَصْطَلُونَ {7}
(Ingatlah)
ketika Musa berkata kepada keluarganya: "Sesungguhnya aku melihat api.
Aku kelak akan membawa kepadamu khabar daripadanya, atau aku membawa
kepadamu suluh api supaya kamu dapat berdiang." (QS. An-Naml : 7)
Maksudnya
: seseorang akan merasa gembira dengan melihat api dari kejauhan ketika
tersesat di malam gelap gulita, karena berharap dengan api itu dia
tidak akan kebingungan, merasa aman di jalan dan dapat memanfaatkannya
untuk berdiang, karena itulah Musa kembali dari tempat api yang membawa
berita penting dan cahaya yang mulia.[13]
3. Untuk
menentukan klasifikasi atau tingkat-tingkat hidup keislaman atau
keimanan manusia sehingga diketahui manusia yang paling mulia disisi
Allah.
فَلَمَّا
أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ {103} وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا
إِبْرَاهِيمُ {104} قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي
الْمُحْسِنِينَ {105} إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاَءِ الْمُبِينُ {106}
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ {107}
“Tatkala
keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas
pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia:
"Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya
demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak
itu dengan seekor sembelihan yang besar”. (QS. Ash-Shaffat : 103-107)
Maksudnya
: kerelaan Nabi Ibrahim dengan menyembelih anaknya demi keputusan Allah
dengan tunduk dan patuh yang nyata keikhlasannya maka Allah pasti akan
memberi balasan bagi setiap orang yang berbuat baik sesuai yang patut
dia terima dan setimpal dengan yang dia peroleh.[14]
Fungsi evaluasi
1. Penilaian berfungsi selektif
Dengan cara mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya.
2. Penilaian berfungsi diagnostik
Dengan mengadakan penilaian, sebenarnya guru mengadakan diagnostik
kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya, dengan diketahui
sebab-sebab kelemahan ini, akan mudah di cari cara untuk mengatasinya.
3. Penilaian berfungsi sebagai penempatan.[15]
D. Prinsip-prinsip Evaluasi Pendidikan dalam al-Qur’an
Evaluasi dapat terlaksana dengan baik apabila pelaksanaannya senantiasa berpegang pada tiga prinsip berikut ini.
1. Prinsip keseluruhan (al kamal : الكمال / al tamam : التمم)
Penilaian harus mengumpulkan data mengenai seluruh aspek kepribadian. Meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik
a. Aspek kognitif. Cara berfikir seseorang dalam setiap perbuatan
b. Aspek afektif. Cara bersikap seseorang dalam perbuatan
إِلاَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ {3}
“kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran” (QS. Al-‘Ashr:3).[16]
c. Aspek psikomotorik
كَبُرَ مَقْتاً عِندَ اللهِ أَن تَقُولُوا مَا لاَ تَفْعَلُونَ {3}
“Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”.[17]
2. Prinsip kesinambungan (istimrar : استمرار)
Penilaian diusahakan secara kesinambungan / kontinuitas atau terus menerus.
3. Prinsip obyektivitas (maudluiyyah : موضوعية)
Penilaian diusahakan subjektivitas atau jujur, mengatakan sesuatu sesuai dengan apa adanya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللهَ وَكُونُواْ مَعَ الصَّادِقِينَ {119}
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. (QS. At-Taubah:119).[18]
E. Prosedur / Teknik Evaluasi Pendidikan
Teknik evaluasi dalam pendidikan dapat dibagi beberapa langkah diantaranya :
1) Perencanaan
Dapat
dilakukan dengan merumuskan tujuan evaluasi dalam suatu program belajar
mengajar didasarkan atas tujuan yang hendak dicapai.
2) Pengumpulan data
Dengan
cara menetapkan aspek-aspek yang harus dinilai, artinya untuk
memperoleh bahan informasi yang cukup tentang anak didik dengan diadakan
evaluasi yang dapat ditempuh dengan langkah yaitu: pelaksanaan evaluasi, pemeriksaan hasil-hasil evaluasi, dan pemberian kode atau skor.
3) Verifikasi data
Dengan
menentukan metode evaluasi yang akan digunakan aspek yang akan dinilai.
Misalnya : untuk menilai sikap dipergunakan checklist.
4) Analisis data
Dengan cara memilih atau menyusun alat-alat evaluasi yang akan dipergunakan berupa tes maupun bukan tes (non tes).
5) Penafsiran data
Dengan menentukan kriteria yang dipergunakan untuk menentukan frekuensi evaluasi dengan menyusun bahan pelajaran.
III. Kesimpulan
Suatu
cobaan dan ujian dari Allah itu semua semata-mata karena Allah sangat
sayang terhadap hambanya, walaupun hamba tersebut kadang melalaikan apa
yang diperintahkan Allah, ataupun juga apa yang dilarangkan Allah.
Bahkan hamba tersebut sering kali tidak melakukan hak-hak yang mana itu
sangat disenangi Allah.
Maka
dalam evaluasi pendidikan ini semua telah dilakukan hamba-Nya
bermanfaat apa tidak, mereka menggunakan apa yang telah diberi oleh
Allah dengan sebaik-baiknya apa tidak dan yang lebih penting lagi apa
yang berhubungan dengan pendidikan dimana saja tidak saja di sekolah itu
bermanfaat bagi dirinya dan untuk masa depannya.
Maka
dari itu evaluasi pendidikan merupakan solusi terpenting dalam hidup
supaya setiap apa yang telah dilakukan ada suatu tujuan yang menjamin
adanya suatu pokok permasalahan, karena pendidikan merupakan ajaran
hidup dan pengalaman bagi setiap manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Drs. H. Abuddin Nata, MA., Filsafat Pendidikan Islam I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Sugarda Poerbawakatja, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1976.
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an), vol.3, Jakarta: Lentera Hati, 2000.
Ahmad Musthofa al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi (26), Semarang: CV. Toha Putra, 1989.
Prof. Drs. Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Grafindo Perkasa, 1996.
Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2, Jakarta: Gema Insani Press, 1999.
Imam Jalaluddin al-Mahally as-Syuyuti, Tafsir Jalalain, Bandung: Sinar Baru, 1990.
Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001.
[1] Drs. Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, hlm. 1
[2] Drs. H. Abuddin Nata, MA., Filsafat Pendidikan Islam I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, hlm. 131
[3] Sugarda Poerbawakatja, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1976, hlm. 214, Sebagaimana dikutip oleh Drs. Zuhairini, dkk., op.cit., hlm. 120
[4] Drs. Abuddin Nata, MA., op.cit., hlm. 131
[5] Ibid., hlm. 132
[6] Ibid., hlm. 134
[7] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an), vol.3, Jakarta: Lentera Hati, 2000, hlm. 143-144
[8] Ibid., hlm. 148
[9] Drs. H. Abudin Nata, op.cit., hlm. 134-135
[10] Ahmad Musthofa al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi (26), Semarang: CV. Toha Putra, 1989, hlm. 266-271
[11] Prof. Drs. Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Grafindo Perkasa, 1996, hlm. 16-17
[12] Ahmad Musthofa al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi (2), Semarang: CV. Toha Putra, 1989, hlm. 38-39
[13] Ibid., (7), hlm. 208-209
[14] Ibid., (23), hlm. 117-118
[15] Drs. H. Abudin Nata, MA., op.cit., hlm. 138-139
[16] Imam Jalaluddin al-Mahally as-Syuyuti, Tafsir Jalalain, Bandung: Sinar Baru, 1990, hlm. 278
[17] Ahmad Musthafa al-Maraghi, op.cit., hlm. 131
[18] Drs. H. Abudin Nata, MA., op.cit., hlm. 141
Tidak ada komentar:
Posting Komentar