Menurut bahasa, Qira’at adalah bentuk jamak dari qira’ah yang
merupakan isim masdar dari qaraa, yang artinya : bacaan. Pengertian
Qira’at menurut istilah cukup beragam. Hal ini disebabkan oleh keluasan
makna dan sisi pandang yang dipakai oleh ulama tersebut. Berikut ini
akan diberikan dua pengertian Qira’at menurut istilah. Qira’at menurut
al-Zarkasyi merupakan perbedaan lafal-lafal al-Qur’an, baik menyangkut
huruf-hurufnya maupun cara pengucapan huruf-huruf tersebut, sepeti
takhfif, tasydid dan lain-lain.
Dari pengertian di atas, tampaknya al-Zarkasyi hanya terbatas pada
lafal-lafal al-Qur’an yang memiliki perbedaan Qira’at saja. Ia tidak
menjelaskan bagaimana perbedaan Qira’at itu dapat terjadi dan bagaimana
pula cara mendapatkan Qira’at itu.
Adapengertian lain tentang Qira’atyang lebih luas dari pada
pengertian dari al-Zarkasyi di atas, yaitu pengertian Qira’at menurut
pendapat al-Zarqani.
Al-Zarqani memberikan pengertian Qira’at sebagai : “Suatu mazhab yang
dianut oleh seorang imam dari para imam qurra’ yang berbeda dengan yang
lainnya dalam pengucapan al-Qur’an al-Karim dengan kesesuaian riwayat
dan thuruq darinya. Baik itu perbedaan dalam pengucapan huruf-huruf
ataupun pengucapan bentuknya.”
Adabeberapa kata kunci dalam membicarakan qiraat yang harus
diketahui. Kata kunci tersebut adalah Qira’at riwayat dan tariqah.
Berikut ini akan dipaparkan pengetian dan perbedaan antara Qira’at
dengan riwayat dan tariqah, sebagai berikut :
- Qira’ata dalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang imam dari qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas; seperti Qira’at Nafi’, Qira’at Ibn Kasir, Qira’at Ya’qub dan lain sebagainya.
- Sedangkan Riwayat adalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang perawi dari para qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas. Misalnya, Nafi’ mempunyai dua orang perawi, yaitu Qalun dan Warsy, maka disebut dengan riwayat Qalun ‘anNafi’ atau riwayat Warsy ‘an Nafi’.
- Adapun yang dimaksud dengan tariqah adalah bacaan yang disandarkan kepada orang yang mengambil Qira’at dari periwayat qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas. Misalnya, Warsy mempunyai dua murid yaitu al-Azraq dan al-Asbahani, maka disebut tariq al-Azraq ‘an Warsy, atau riwayat Warsy min thariq al-Azraq. Bisa juga disebut dengan Qira’at Nafi’ min riwayati Warsy min tariq al-Azraq.
B. Sejarah Perkembangan Ilmu Qira’at
Pembahasan tentang sejarah dan perkembangan ilmu Qira’at ini dimulai
dengan adanya perbedaan pendapat tentang waktu mulai diturunkannya
qira’at.Adadua pendapat tentang hal ini; Pertama, Qira’at mulai
diturunkan di Makkah bersamaan dengan turunnya al-Qur’an. Alasannya
adalah bahwa sebagian besar surat-surat al-Qur’an adalah Makkiyah di
mana terdapat juga di dalamnya Qira’at sebagaimana yang terdapat pada
surat-surat Madaniyah. Hal ini menunjukkan bahwa Qira’at itu sudah mulai
diturunkan sejak di Makkah.
Kedua, Qira’at mulai diturunkan di Madinah sesudah peristiwa Hijrah,
dimana orang-orang yang masuk Islam sudah banyak dan saling berbeda
ungkapan bahasa Arab dan dialeknya. Pendapat ini dikuatkan oleh hadis
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya, demikian juga
Ibn Jarir al-Tabari dalam kitab tafsirnya. Hadis yang panjang tersebut
menunjukkan tentang waktu dibolehkannya membaca al-Qur’an dengan tujuh
huruf adalah sesudah Hijrah, sebab sumber air Bani Gaffar – yang
disebutkan dalam hadis tersebut–terletak di dekatkotaMadinah.
Kuatnya pendapat yang kedua ini tidak berarti menolak membaca
surat-surat yang diturunkan di Makkah dalam tujuh huruf, karena ada
hadis yang menceritakan tentang adanya perselisihan dalam
bacaansuratal-Furqan yang termasuk dalamsuratMakkiyah, jadi jelas bahwa
dalam surat-surat Makkiyah juga dalam tujuh huruf.
Ketika mushaf disalin pada masa Usman bin Affan, tulisannya sengaja
tidak diberi titik dan harakat, sehingga kalimat-kalimatnya dapat
menampung lebih dari satu Qira’at yang berbeda. Jika tidak bisa dicakup
oleh satu kalimat, maka ditulis pada mushaf yang lain. Demikian
seterusnya, sehingga mushaf Usmani mencakup ahruf sab’ah dan berbagai
Qira’at yang ada.
Periwayatan dan Talaqqi (si guru membaca dan murid mengikuti bacaan
tersebut) dari orang-orang yang tsiqoh dan dipercaya merupakan kunci
utama pengambilan Qira’at al-Qur’an secara benar dan tepat sebagaimana
yang diajarkan Rasulullah SAW kepada para sahabatnya.Parasahabat
berbeda-beda ketika menerima Qira’at dari Rasulullah. Ketika Usman
mengirimkan mushaf-mushaf ke berbagaikotaIslam, beliau menyertakan orang
yang sesuai qiraatnya dengan mushaf tersebut. Qira’at orang-orang ini
berbeda-beda satu sama lain, sebagaimana mereka mengambil Qira’at dari
sahabat yang berbeda pula, sedangkan sahabat juga berbeda-beda dalam
mengambil Qira’at dari Rasulullah SAW.
Dapat disebutkan di sini para Sahabat ahli Qira’at antara lain adalah
: Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit,
Ibn Mas’ud, Abu al-Darda’, dan Abu Musa al-‘Asy’ari.
Parasahabat kemudian menyebar ke seluruh pelosok negeri Islam dengan
membawa Qira’at masing-masing. Hal ini menyebabkan berbeda-beda juga
ketika Tabi’in mengambil Qira’at dari para Sahabat. Demikian halnya
dengan Tabiut-tabi’in yang berbeda-beda dalam mengambil Qira’at dari
para Tabi’in.
Ahli-ahli Qira’at di kalangan Tabi’in juga telah menyebar di
berbagaikota. Para Tabi’in ahli Qira’at yang tinggal di Madinah antara
lain : Ibn al-Musayyab, ‘Urwah, Salim, Umar bin Abdul Aziz, Sulaiman
dan’Ata’ (keduanya putra Yasar), Muadz bin Harits yang terkenal dengan
Mu’ad al-Qari’, Abdurrahman bin Hurmuz al-A’raj, Ibn Syihab al-Zuhri,
Muslim bin Jundab dan Zaid bin Aslam.
Yang tinggal di Makkah, yaitu: ‘Ubaid bin’Umair, ‘Ata’ bin Abu Rabah, Tawus, Mujahid, ‘Ikrimah dan Ibn Abu Malikah.
Tabi’in yang tinggal di Kufah, ialah : ‘Alqamah, al-Aswad, Maruq,
‘Ubaidah, ‘Amr bin Surahbil, al-Haris bin Qais,’Amr bin Maimun, Abu
Abdurrahman al-Sulami, Said bin Jabir, al-Nakha’i dan al-Sya’bi.
Sementara Tabi’in yang tinggal di Basrah , adalah Abu ‘Aliyah, Abu
Raja’, Nasr bin ‘Asim, Yahya bin Ya’mar, al-Hasan, Ibn Sirin dan
Qatadah.
Sedangkan Tabi’in yang tinggal di Syam adalah : al-Mugirah bin Abu Syihab al-Makhzumi dan Khalid bin Sa’d.
Keadaan ini terus berlangsung sehingga muncul para imam qiraat yang
termasyhur, yang mengkhususkan diri dalam Qira’at– Qira’at tertentu dan
mengajarkan Qira’at mereka masing-masing.
Perkembangan selanjutnya ditandai dengan munculnya masa pembukuan
qira’at. Paraahli sejarah menyebutkan bahwa orang yang pertama kali
menuliskan ilmu Qira’at adalah Imam Abu Ubaid al-Qasim bin Salam
yang wafat pada tahun 224 H. Ia menulis kitab yang diberi nama
al-Qira’at yang menghimpun qiraat dari 25 orang perawi. Pendapat lain
menyatakan bahwa orang yang pertama kali menuliskan ilmu qiraat adalah Husain bin Usman bin Tsabit al-Baghdadi al-Dharir yang wafat pada tahun 378 H. Dengan demikian mulai saat itu Qira’at menjadi ilmu tersendiri dalam ‘Ulum al-Qur’an.
Pada penghujung Abad ke III Hijriyah, Ibn Mujahid menyusun Qira’at
Sab’ah dalam kitabnya Kitab al-Sab’ah. Dia hanya memasukkan para imam
qiraat yang terkenal siqat dan amanah serta panjang pengabdiannya dalam
mengajarkan al-Qur’an, yang berjumlah tujuh orang. Tentunya masih banyak
imam Qira’at yanng lain yang dapat dimasukkan dalam kitabnya.
Abu al-Abbas bin Ammar mengecam Ibn Mujahid karena telah mengumpulkan
Qira’at sab’ah. Menurutnya Ibn Mujahid telah melakukan hal yang tidak
selayaknya dilakukan, yang mengaburkan pengertian orang awam bahwa
Qiraat Sab’ah itu adalah ahruf sab’ah seperti dalam hadis Nabi itu. Dia
juga menyatakan, tentunya akan lebih baik jika Ibn Mujahid mau
mengurangi atau menambah jumlahnya dari tujuh, agar tidak terjadi
syubhat.
Banyak sekali kitab-kitab qiraat yang ditulis para ulama setelah
Kitab Sab’ah ini. Yang paling terkenal diantaranya adalah : al-Taysir
fial-Qira’atal-Sab’i yang diisusun oleh Abu Amr al-Dani, Matan
al-Syatibiyah fi Qira’atal-Sab’i karya Imam al-Syatibi, al-Nasyr fi
Qira’at al-‘Asyr karya Ibn al-Jazari dan Itaf Fudala’ al-Basyar fi
al-Qira’atal-Arba’ah ‘Asyara karya Imam al-Dimyati al-Banna. Masih
banyak lagi kitab-kitab lain tentang Qira’at yang membahas qiraat dari
berbagai segi secara luas, hingga saat ini.
C. Pembagian Qira’at dan Macam-macamnya
Ibn al-Jazari, sebagaimana dinukil oleh al-Suyuti, menyatakan bahwa
Qira’at dari segi sanad dapat dibagi menjadi 6 (enam) macam, yaitu :
a) Qira’at Mutawatir
Qira’at Mutawatir adalah Qira’at yang diriwayatkan oleh orang banyak
dari banyak orang yang tidak mungkin terjadi kesepakatan diantara mereka
untuk berbuat kebohongan.
Contoh untuk Qira’at mutawatir ini ialah Qira’at yang telah disepakati jalan perawiannya dari imam Qiraat Sab’ah
b) Qira’at Masyhur
Qira’at Masyhur adalah Qira’at yang sanadnya bersambung sampai kepada
Rasulullah SAW. diriwayatkan oleh beberapa orang yang adil dan kuat
hafalannya, serta Qira’at-nya sesuai dengan salah satu rasam Usmani;
baik Qira’at itu dari para imam Qira’at sab’ah, atau imam Qiraat’asyarah
ataupun imam-imam lain yang dapat diterima Qira’at-nya dan dikenal di
kalangan ahli Qira’at bahwa Qira’at itu tidak salah dan tidak syadz,
hanya saja derajatnya tidak sampai kepada derajat Mutawatir
Misalnya ialah Qira’at yang diperselisihkan perawiannya dari imam
Qira’at Sab’ah, dimana sebagian ulama mengatakan bahwa Qira’at itu
dirawikan dari salah satu imam Qira’at Sab’ah dan sebagian lagi
mengatakan bukan dari mereka.
Dua macam Qira’at diatas, Qira’at Mutawatir dan Qira’at Masyhur,
dipakai untuk membaca al-Qur’an, baik dalam shalat maupun diluar shalat,
dan wajib meyakini ke-Qur’an-annya serta tidak boleh mengingkarinya
sedikitpun.
c) Qira’at Ahad
Qira’at Ahad adalah qiraat yang sanadnya bersih dari cacat tetapi
menyalahi rasam Utsamani dan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab.
Juga tidak terkenal di kalangan imam qiraat.
Qira’at Ahad ini tidak boleh dipakai untuk membaca al-Qur’an dan tidak wajib meyakininya sebagai al-Qur’an.
d) Qira’at Syazah
Qira’at Syazah adalah Qira’at yang cacat sanadnya dan tidak bersambung sampai kepada Rasulullah SAW.
Hukum Qiraat Syazah ini tidak boleh dibaca di dalam maupun di luar sholat.
Qira’at Syazah dibagi lagi dalam 5 (lima) macam, sebagai berikut :
- Ahad, yaitu Qira’at yang sanadnya sahih tetapi tidak sampai mutawatir dan menyalahi rasam Usmani atau kaidah bahasa Arab.
- Syaz, yaitu Qira’atyang tidak mempunyai salah satu dari rukun yang tiga.
- Mudraj, yaitu Qira’atyang ditambah dengan kalimat lain yang merupakan tafsirnya.
- Maudu’, yaitu Qira’at yang dinisbahkan kepada orang yang mengatakannya (mengajarkannya) tanpa mempunyai asal usul riwayat qiraat sama sekali.
- Masyhur, yaitu Qira’atyang sanadnya shahih tetapi tidak mencapai derajat mutawatir serta sesuai dengan kaeidah tata bahasa Arab dan Rasam Usmani.
e) Qira’at Maudu’
Qira’at Maudu’ adalah Qira’at yang dibuat-buat dan disandarkan kepada seseorang tanpa mempunyai dasar periwayatan sama sekali.
f) Qira’at Syabih bil Mudraj
Qiraat Sabih bil Mudraj adalah Qira’at yang menyerupai kelompok
Mudraj dalam hadis, yakni Qira’at yang telah memperoleh sisipan atau
tambahan kalimat yang merupakan tafsir dari ayat tersebut.
D. Beberapa bembagian qiro’at menurut tingkatan
Berikut ini adalah pembagian tingkatan qiraat para imam qiraat
berdasarkan kemutawatiran qiraat tersebut, para ulama telah membaginya
ke dalam 3 (tiga) kategori, yaitu :
-
kemudian bersama ayahnya berangkat ke Makkah dan Madinah. Wafat di Kufah pada tahun
- Qira’at yanng telah disepakati kemutawatirannya tanpa ada perbedaan pendapat di antara para ahli Qira’at yaitu para imam Qira’at yang tujuh orang (Qira’atSab’ah)
- Qira’at yang diperselisihkan oleh para ahli Qira’at tentang kemutawatirannya, namun menurut pendapat yang shahih dan masyhur qiraat tersebut mutawatir, yaitu Qira’at para imam Qira’at yang tiga; imam Abu Ja’far, Imam Ya’kub dan Imam Khalaf.
- Qira’at yang disepakati ketidakmutawatirannya (Qira’atsyaz) yaitu Qira’at selain dari Qira’at para imam yang sepuluh (Qira’at‘Asyarah).
E. Mengenal Imam-Imam Qira’at
Berikut ini adalah para imam Qira’at yang terkenal dalam sebutan Qira’at Sab’ah
- Nafi’al-Madani
Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi’ bin Abdurrahman bin Abu
Nu’aim al-Laitsi, maula Ja’unah bin Syu’ub al-Laitsi. Berasal
dariIsfahan. Wafat di Madinah pada tahun 177 H.
Ia mempelajari Qira’atdari Abu Ja’far Yazid bin Qa’qa’, Abdurrahman
bin Hurmuz, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah
al-Makhzumi; mereka semua menerima qiraat yang mereka ajarkan dari Ubay
bin Ka’ab dari Rasulullah.
Murid-murid Imam Nafi’ banyak sekali, antara lain : Imam Malik bin
Anas, al-Lais bin Sa’ad, Abu ‘Amar ibn al-‘Alla’, ‘Isa bin Wardan dan
Sulaiman bin Jamaz.
Perawi Qira’atImam Nafi’ yang terkenal ada dua orang, yaitu Qaaluun (w. 220 H) dan Warasy (w.197 H).
- Ibn Kasir al-Makki
Nama lengkapnya adalah Abdullah ibn Kasir bin Umar bin Abdullah bin
Zada bin Fairuz bin Hurmuz al-Makki. Lahir di Makkah tahun 45 H. dan
wafat juga di Makkah tahun 120 H.
Beliau mempelajari Qira’atdari Abu as-Sa’ib, Abdullah bin Sa’ib
al-Makhzumi, Mujahid bin Jabr al-Makki dan Diryas (maula Ibn ‘Abbas).
Mereka semua masing-masing menerima dari Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Sabit
dan Umar bin Khattab; ketiga Sahabat ini menerimanya langsung dari
Rasulullah SAW.
Murid-murid Imam Ibn KAsir banyak sekali, namun perawi qiraatnya yang
terkenal ada dua orang, yaitu Bazzi (w. 250 H) dan Qunbul (w. 251 H).
- Abu’Amr al-Basri
Nama lengkapnya Zabban bin ‘Alla’ bin ‘Ammar bin ‘Aryan al-Mazani
at-Tamimi al-Bashr.Adayang mengatakan bahwa namanya adalah Yahya. Beliau
adalah imam Bashrah sekaligus ahli qiraat Bashrah. Beliau lahir di
Mekkah tahun 70 H, besar di Bashrah,154 H.
Beliau belajar Qira’at dari Abu Ja’far, Syaibah bin Nasah, Nafi’ bin
Abu Nu’aim, Abdullah ibn Kasir, ‘Ashim bin Abu al-Nujud dan Abu
al-‘aliyah. Abu al-‘Aliyah menerimanya dari Umar bin Khattab, Ubay bin
Ka’ab, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Abbas. Keempat Sahabat ini
menerima Qira’atlangsung dari Rasulullah SAW.
Murid beliau banyak sekali, yang terkenal adalah Yahya bin Mubarak
bin Mughirah al-Yazidi (w. 202 H.) Dari Yahya inilah kedua perawi qiraat
Abu ‘Amr menerima qiraatnya, yaitu al-Duuri (w. 246 H) dan al-Suusii
(w. 261 H).
- Abdullah bin ‘Amir al-Syami
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin ‘Amir bin Yazid bin Tamim bin
Rabi’ah al-Yahshabi. Nama panggilannya adalah Abu ‘Amr, ia termasuk
golongan Tabi’in. Beliau adalah imam qiraat negeri Syam, lahir pada
tahun 8 H, wafat pada tahun 118 H di Damsyik.
Ibn ‘Amir menerima Qira’atdari Mugirah bin Abu Syihab, Abdullah bin
Umar bin Mugirah al-Makhzumi dan Abu Darda’ dari Utsaman bin Affan dari
Rasulullah SAW.
Di antara para muridnya yang menjadi perawi qiraatnya yang terkenal adalah Hisyam (w. 145 H) dan Ibn Zakwaan (w. 242 H).
- ‘Ashim al-Kufi
Nama lengkapnya adalah ‘Ashim bin Abu al-Nujud.Adayang mengatakan
bahwa nama ayahnya adalah Abdullah, sedang Abu al-Nujud adalah nama
panggilannya. Nama panggilan ‘Ashim sendiri adalahAbu Bakar,iamasih
tergolong Tabi’in. Beliau wafat pada tahun 127 H.
Beliau menerima Qira’atdari Abu Abdurrahman bin Abdullah al-Salami,
Wazar bin Hubaisy al-Asadi dan Abu Umar Saad bin Ilyas al-Syaibani.
Mereka bertiga menerimanya dari Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud
menerimanya dari Rasulullah SAW.
Di antara para muridnya yang menjadi perawi qiraatnya yang terkenal adalah Syu’bah (w.193 H) dan Hafs (w. 180H).
- Hamzah al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Hamzah bin Habib bin ‘Ammarah bin Ismail
al-Kufi. Beliau adalah imam qiraat di Kufah setelah Imam ‘Ashim. Lahir
pada tahun 80 H., wafat pada tahun 156 H di Halwan, suatukotadiIraq.
Beliau belajar dan mengambil qiraat dari Abu Hamzah Hamran bin A’yun,
Abu Ishaq ‘Amr bin Abdullah al-Sabi’I, Muhammad bin Abdurrahman bin Abu
Ya’la, Abu Muhammad Talhah bin Mashraf al-Yamani dan Abu Abdullah
Ja’far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Zainul ‘Abidin bin Husein bin
Ali bin Abi Thalib serta Abdullah bin Mas’ud dari Rasulullah SAW.
Di antara para muridnya yang menjadi perawi Qira’at-nya yang terkenal adalah Khalaf (w. 150 H) dan Khallad (w. 229 H).
- Al-Kisa’i al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Ali bin Hamzah bin Abdullah bin Usman
al-Nahwi. Nama panggilannya Abul Hasan dan ia bergelar Kisa’i karena ia
mulai melakukan ihram di Kisaa’i. Beliau wafat pada tahun 189 H.
Beliau mengambil Qira’atdari banyak ulama. Diantaranya adalah Hamzah
bin Habib al-Zayyat, Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Laia, ‘Ashim bin
Abun Nujud, Abu Bakar bin’Ilyasy dan Ismail bin Ja’far yang menerimanya
dari Syaibah bin Nashah (guru Imam Nafi’ al-Madani), mereka semua
mempunyai sanad yang bersambung kepada Rasulullah SAW.
Murid-murid Imam Kisaa’i yang dikenal sebagai perawi yang dikenal
sebagai perawi qira’at-nya adalah al-Lais (w. 240 H) dan Hafsh al-Duuri
(w. 246 H).
F. Syarat-Syarat Sahnya Qiraat
Paraulama menetapkan tiga syarat sah dan diterimanya qiraat. yaitu :
- Sesuai dengan salah satu kaidah bahasa Arab.
- Sesuai dengan tulisan pada salah satu mushaf Usmani, walaupun hanya tersirat.
- Shahih sanadnya.
Yang dimaksud dengan “sesuai dengan salah satu kaidah bahasa Arab“
ialah: tidak menyalahi salah satu segi dari segi-segi qawa’id bahasa
Arab, baik bahasa Arab yang paling fasih ataupun sekedar fasih, atau
berbeda sedikit tetapi tidak mempengaruhi maknanya. Yang lebih dijadikan
pegangan adalah qiraat yang telah tersebar secara luas dan diterima
para imam dengan sanad yang shahih.
Sementara yang dimaksud dengan “sesuai dengan salah satu tulisan pada
mushaf Usmani” adalah sesuainya qiraat itu dengan tulisan pada salah
satu mushaf yang ditulis oleh panitia yang dibentuk oleh Usman bin
‘Affan dan dikirimkannya ke kota-kota besar Islam pada masa itu.
Mengenai maksud dari “shahih sanadnya” ini ulama berbeda pendapat.
Sebagian menganggap cukup dengan shahih saja, sebagian yang lain
mensyaratkan harus mutawatir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar