A. PERSENTUHAN ISLAM DENGAN KEBUDAYAAN MELAYU DAN JAWA
Dalam Islam terhadap ajaran tauhid,
sesuatu konsep sentral yang berisi ajaran bahwa Tuhan adalah pusat
segala sesuatu, dan manusia haraus mengabdikan dirinya sepenuhnya
kepada-NYA. Konsep ini dijelaskan dalam beberapa literatur dengan
penjelasan yang berbeda. Di pesantren-pesantren tradisional salafi,
kalimat lailaha illa Allah sering ditafsirkan sebagai berikut: pertama, la mujudu illa Allah (tidak ada yang “wujud” kecuali Allah); kedua, la ma'buda illa Allah (tidak ada yang disembah kecuali Allah); ketiga, la maqsud illa Allah (tidah ada yang dimaksud kecuali Allah); dan keempat, la mathlub illa Allah (tidak ada yang diminta kecuali Allah).
Indonesia pernah mengalami dualisme kebudayaan, yaitu antara kebudayaan
keraton dan kebudayaan populer. Dua jenis kebudayaan ini sering
dikategorikan sebagai kebudayaan tradisional.
Konsep kekuasaan Jawa sungguh berberbeda dengan konsep kekuasaan islam.
Dalam kebudayaan Jawa dikenal konsep Raja Absolut, islam justru
mengutamakan konsep Raja Adil, al-Malik al-Adil.
Akan tetapi, sesuatu hal yang perlu dicatat adalah kebudayaan karaton
diluar jawa memiliki konsep yang lebih dekat dengan gagasan Islam. Di
Aceh, misalnya, raja memiliki sebutan al-Malik al-Adil.
Ini berarti kebudayaan keraton di Jawa lebih mengutamakan kekuasaan,
sedangkan kebudayaan kerabudayaan keraton diluar pulau Jawa lebih
mengutamakan keadilan. Perbedaan lain antara kebudayaan masyarakat
berdasarkan atas kemutlakan kekuasaan raja, ketertiban masyarakat
berdasarkan atas kemutlakan kekuasaan raja, sedangkan dalam islam,
ketertiban sosial akan terjamin jika peraturan-peraturan syariat
ditegakan. Dengan kata lain, kebudayaan karaton di Jawa mementingkan
kemutlakan kekuasaan raja untuk ketertiban sosial, sedangkan Islam
mementingkan hukum yang adil untuk diteganya ketertiban sosial. Karna
terjadi perbedaan yang begitu tajam, yang sering terjadi ketegangan
antara Isalam dengan kebudayaan keraton jawa. (Kuntowijoyo,1991: 232)
B. INOVASI DAN PENGARUH ISLAM DALAM SASTRA, SENI, DAN ARSITEK
Ekspresi astentik Islam di Indonesia, paling tidak, dapat dilihat dalam
dua bidang: sastra dan arsitek. Kecendrungan sastra sufistik
(transendental) telah muncul di Indonesia sekitar tahun 1970. kemunculan
sastra berkecendrungan sufistik ditandai munculnya karya-karya yang
ditulis pada tahun tuju puluhan, di antaranya Godlod dan Alam Makrifah
kumpulan cerpen Danarto; Khotbah di atas bukit karya kuntowijoyo, dan Arafah karya M. Fudoli Zaini. Disusul karya-karya berikutnyaseperti Sanu Infinitina Kembar (1985) karya Motinggo busye (alm) (Abdul Hadi WM dalam Yustino dkk. (Dewan Redaksi), 1993: 74)
Eksperesi estetik Islam lainnya tergambarkan dalam arsitek
masjid-masjid tua. Citra masjid tua adalah contoh dari interaksi agama
dengan teradisi arsitek pra-Islam diIndonesia dengan konstruksi kayu dan
atap tumpang bentuk limas. Umpamanya Masjid Demak, Masid Kudus, Masjid
Cirebon, dan masjid Banten sebagai cikal-bakal masjid di Jawa. Sedangkan
di Aceh dan Medan, corak masjid tua memperhatikan sistem atap kubah.
Menurut para ahli, masjid-masjid tua di Aceh dan Medan merupakan penerus
dari gaya masjid Indo-Persi dengan ekspresi struktur bangunan yang
berbeda dengan corak masjid atap tumpang (Wiyoso yodoseputro dalam
Yustino dkk. (Dewan Redaksi), 1993: 11-3)
Menurut Nurcholish madjid (dalam budhy Munawar Rachman (ed.), 1994:
463-4), asitektur masjid indonesia banyak diilhami oleh gaya arsitektur
kuil Hindu yang atapnya bertingkat tiga. Seni arsitektur sering
ditafsirkan sebagai lambang tiga jenjang perkembangan penghayatan
keagamaan manusia, yaitu tingkat dasar atau pemulaan (purwa), tingkat menengah (madya), tingkat terakhir yang maju dan tinggi (wusana). Damnbar itu dianggap sejajardengan vertikal islam, iman, dan ihsan. Selain itu, hal itu dianggap sejajar dengan syari'at, thariqat, dan ma'rifat.
- ISLAM DAN ADAT MELAYU DI SULAWESI SELATAN DAN ACEH
Pengaruh
islam dalam kebudayaan Sulawesi selatan antara lain tergambarkan dalam
sulapa eppa'e (pepatah orang tua kepada anaknya yang hendak merantau.
Bunyi sulapa eppa'e adalah sebagai berikut.
Abu bakkareng tettong riolo
Ummareng tettong di atau
Bagenda Ali tettong ri abeo
Usmang tettong ri munri
Kun fayakun
Barakka la illaha illa'llah
muhammadun rasulullah
Abu Bakar berdiri didepan
Umar berdiri sebelah kanan
Baginda Ali berdiri sebelah kiri
Usman berdiri di belakang
kesusastraan Aceh banyak berbentuk pepatah, pantun, syair, dan hikayat. Salah satunya sastra dalam bentuk pepatah adalah:
Uang habis, gaseh pun kurang
mana mau pakai lagi, aku sudah hina
(Tgk. H.Muslim Ibrahim dalam Yustino dkk.,(Dewan Redaksi), 1993: 276)
Ringkasan dari buku Metodologi Studi Islam, karya Drs. Atang Abd. Hakim, MA., Dr. Jaih Mubarok, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya Offset, cet. x, 2008), 27-39
Tidak ada komentar:
Posting Komentar