Pendahuluan
Sudah
menjadi kelaziman dari munculnya seorang rasul dengan seruan agama baru
untuk disertai dengan mukjizat. Dengan mu’jizat itu seorang rasul baru
diberdayakan oelh Allah untuk sanggup membalikkan pandangan umatnya yang
sedang mengalamai fase keterkaguman dengan salah satu aspek kehidupan
keduniaan, menuju jalan agama Allah yang lurus. Sejarah nabi dan rasul
menunjukkan kebhinekaan corak mu’jizat yang tidak lain sebagai respon
logis dari tuntutan realitas kehidupan umat.
Fenomena
al-Quran sebagai mu’jizat, berikut segala segi dan fungsinya, akan
banyak ditelaah dalam tulisan ini. Pembahasan al-Quran sebagai mu’jizat
oleh para ulama masih menyisahkan perbedaan
pendapat tentang derivasi serta domain kemu’jizatan al-Quran ditambah
lagi munculnya pendapat yang cenderung melimitasi pada segi kemu’jizatan
dengan menafikan segi yang lain. Berangkat dari sini, penulis bermaksud
untuk mengkaji beberapa segi kemukjizatan al-Quran yang diharapkan
dapat menampilkan keterwakilan seluruh pergolakan pendapat dan pemikiran
yang bergulir disekitar obyek telaah kemu’jizatan al-Quran.
Makna i’jaz al-Quran
Pengertian i’jaz menurut bahasa:
Untuk
mendapatkan makna i’jaz al-Quran, yang merupakan kata majemuk yang
dalam bahasa Arab dinamakan tarkib idhofi, terlebih dahulu kita harus
memahami makna i’jaz secara etimologi. I’jaz adalah isim mashdar dari
‘ajaza-yu’jizu-i’jazan yang mempunyai arti “ketidakberdayaan atau
keluputan” (naqid al-hazm). Dikatakan : a’jazani al-amru, artinya:
“perkara itu luput dariku”. Makna leksikal kedua adalaha “membuat tidak
mampi”, seperti dalam contoh a’jaza akhoohu “dia telah membuat
saudaranya tidak mampi” manakala dia telah menetapkan ketidakmampuan
saudaranya itu dalam suatu hal. Kata i’jaz juga berarti “terwujudnya
ketidakmampuan”, seperti dalam contoh: a’jaztu zaidan “aku mendapati
Zaid tidak mampu”.[1]
Pengertian i’jaz secara istilah:
Penampakan
kebenaran pengklaiman kerasulan nabi Muhammad SAW dalam ketidakmampuan
orang Arab untu menandingi mukjizat nabi yang abadi, yaitu al-Quran.[2]
Perbuatan seseorang pengklaim bahwa ia menjalankan fungsi ilahiyah
dengan cara melanggar ketentuan hokum alam dan membuat orang lain tidak
mampu melakukannya dan bersaksi akan kebenaran klaimnya.[3]
Pengertian mukjizat:
- Sebuah fenomena adikodrati disertai dengan tantangan yang taktertandingi.[4]
- Sebuah perkara luar biasa (khoriqun lil ‘adah) yang muncul pada diri seorang yang mengaku nabi dalam sebuah kapasitas tertentu yang tidak bias dilakukan oleh siapapun yang mengingkarinya.[5]
Macam-macam mukjizat
Secara umum mukjizat dapat digolongkan menjadi dua klasifikasi, yaitu:
Mu’jizat Indrawi (Hissiyyah)
Mukjizat
jenis ini diderivasikan pada kekuatan yang muncul dari segi fisik yang
mengisyaratkan adanya kesaktian seorang nabi. Secara umum dapat diambil
contoh adalah mukjizat nabi Musa dapat membelah lautan, mukjizat nabi
Daud dapat melunakkan besi serta mukjizat nabi-nabi dari bani Israil
yang lain. Bahkan secara umum bila melihat komentar Imam Jalaludin
as-Suyuthi, dimana beliau berpendapat bahwa kebanyakan maukjizat yang
ditanpakkan Allah pada diri para nabi yang diutus kepada bani Israil
adalah mukjizat jenis fisik. Beliau menambahkan hal itu dikarenakan atas
lemah dan keterbelakangan tingkat intelegensi bani Israil.[6]
Mukjizat Rasional (‘aqliyah)
Mukjizat
ini tentunya sesuai dengan namanya lebih banyak ditopang oleh kemampuan
intelektual yang rasional. Dalam kasus al-Quran sebagai mukjizat nabi
Muhammad atas umatnya dapat dilihat dari segi keajaiban ilmiah yang
rasional dan oleh karena itulah mukjizat al-Quran ini bias abadi sampai
hari Qiamat. Jalaludin as-Suyuthi kembali berkomentar, bahwa sebab yang
melatarbelakangi diberikannya mukjizat rasional atas umat nabi Muhammad
adalah keberadaan mereka yang sudah relative matang dibidang
intelektual. Beliau menambahkan, oleh karena itu al-Quran adalam
meukjizat rasional, maka sisi i’jaznya hanya bias diketahui dengan
kemampuan intelektual, lain halnya dengan mukjizat fisik yang bias
diketahui dengan instrument indrawi. Meskipun al-Quran diklasifikasian
sebagai mukjizat rasional ini tidak serta merta menafikan
mukjizat-mukjizat fisik yang telah dianugrahkan Allah kepadanya utnuk
memperkuat dakwahnya.
Segi-segi kemukjizatan al-Quran
Segi bahasa dan susunan redaksinya
Sejarah
telah menyaksikan bahwa bangsa Arab pada saat turunnya al-Quran telah
mencapai tingkat yang belum pernah dicapai oleh bangsa satu pun yang ada
didunia ini, baik sebelum dan seudah mereka dalam bidang kefashihan
bahasa (balaghah). Mereka juga telah meramba jalan yang belum pernah
diinjak orang lain dalam kesempurnaan menyampaikan penjelasan
(al-bayan), keserasian dalam menyusun kata-kata, serta kelancaran
logika.[7]
Oleh
karena bangsa Arab telah mencapai taraf yang begitu jauh dalam bahasa
dan seni sastra, karena sebab itulah al-Quran menantang mereka. Padahal
mereka memiliki kemampuan bahasa yang tidak bias dicapai orang lain
seperti kemahiran dalam berpuaisi, syi’ir atau prosa (natsar),
memberikan penjelasan dalam langgam sastra yang tidak sampai oleh selain
mereka. Namun walaupun begitu mereka tetap dalam ketidakberdayaan
ketika dihadapkan dengan al-Quran.[8]
Dari
sini bias disimpulkan bahwa setiap perbuatan yang tidak mampu oleh
seorang pun, sementara sarana-sarana yang diperlukan secara berlimpah,
sedang motivasi juga kuat, maka itu menandakan adanya ketidak mampuan
dikerjakannya pekerjaan itu. Dan apabila hal itu telah terbukti, serta
kita tahu bangsa Arab telah ditantang al-Quran namun tak mampu
menjawabnya, meskipun mereka sangat ingin melakukannya dan memilki
sarana yangkuat untuk itu. Maka tahulah kita bahwa tantangan itu
merupakan tantangan yang tidak mampu mereka layani.
Selanjutnya
apabila ketidakmampuan bangsa Arab telah terbukti sedangkan mereka jago
dalam bidang bahasa dan sastra, maka terbukti pulalah kemukjizatan
al-Quran dalam segi bahasa dan sastra dan itu merupakan argumenatasi
terhadap mereka maupun terhadap kaum-kaum selain mereka. Sebab dipahami
bahwa apabila sebuah pekerjaan tidak bias dilakukan oleh mereka yang
ahli dalam bidangnya tentunya semakin jauh lagi kemustahilan itu bias
dilakukan oleh mereka yang tidak ahli dibidangnya.[9]
Berkaitan
dengan masalah pembuktian akan ketidak mampuan bangsa Arab untuk
menyainngi al-Quran para ulama banyak memberikan komentar yang
mengisyaratkan adanya perbedaan tentang ihwal ketidakmampuan itu bias
terjadi. Secara umum pendapat ulama dalam masalah sebab terjadinya
fenomena ketidakmampuan orang Arab untuk menandingi al-Quran ada dua
pendapat, yaitu:[10]
- Muncul dari factor i’jaz yang terkait dan inheren dalam al-Quran
- Muncul dari luar al-Quran dengan adanya kesengajaan Allah untuk melemahkan orang Arab secara intelektual (sharfah)
Segi isyarat ilmiah
Pemaknaan
kemukjizatan al-Quran dalam segi ilmiyyah adalah dorongan serta
stimulasi al-Quran kepada manusia untuk selalu berfikir keras atas
dirinya sendiri dan alam semesta yang mengitarinya.[11]
Al-Quran memberikan ruangan sebebas-bebasnya pada pergulan pemikiran
ilmu pengetahuan sebagaimana halnya tidak ditemukan pada kitab-kitab
agama lainnya yang malah cenderung restriktif. Pada khirnya teori ilmu
pengetahuan yang telah lulus uji kebenaran ilmiahnya akan selalu
koheheren dengan al-Quran. Al-Quran dalam mengemukakan dalil-dalil,
argument serta penjelasan ayat-ayat ilmiah, menyebutkan isyarat-isyarat
ilmiah yang sebagaiannya baru terungkap pada zaman atom, planet dan
penaklukan angkasa luar sekarang ini. Diantaranya adalah :
- “Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS. Al-Anbiya’: 30). Dalam ayat ini terdapat isyarat ilmiah tentang sejarah tata surya dan asal mulanya yang padu, kemudian terpisah-pisahnya benda-benda langit (planet-planet), sebagian dari yang lain secara gradual. Begitu juga di dalamnya terdapat isyarat tentang asal-usul kehidupan yaitu dari air.
- “Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (QS. Al-Hijr: 22) ayat ini meberikan isyarat tentang peran angin dalam turunnya hujan begitu juga tentang pembuahan serbuk bunga tumbuh-tumbuhan.
- “Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam Keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka,” (QS. Al-Zalzalah: 6) adanyan pemeliharaan dan pengabadian segala macam perbuatan manusia di dunia. Dan jika ini dapat dilakukan manusia, maka pastilah itu jauh lebih mudah bagi Allah
- “Bukan demikian, sebenarnya Kami Kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna.” (QS. Al-Qiyamah: 4) dianatara kepelikan penciptaan manusia adalah sidik jarinya. Ayat ini menyebtkan kenyataan ilmiah bahwa tidak ada jari-jari tangan seorang manusia yang bersidik jari yang sama dengan manusia yang lainnya
Segi pemberitaan yang ghaib
Surat-surat
dalam al-Quran mencakup banyak berita tentang hal ghaib. Kapabilitas
al-Quran dalam memberikan informasi-informasi tentang hal-hal yang ghaib
seakan menjadi prasyarat utama penopang eksistensinya sebgai kitab
mukjizat. Akan tetapi pemberian informasi akan segala hal yang ghaib
tidak memonopoli seuruh aspek kemukjizatan al-Quran itu sendiri.
Diantara contohnya adalah:
- Keghaiban masa lampau. Al-Quran sangat jelas dan fasih seklai dalam menjelaskan cerita masa lalu seakan-akan menjadi saksi mata yang langsung mengikuti jalannya cerita. Dan tidak ada satupun dari kisah-kisah tersebut yang tidak terbukti kebenarannya. Diantaranya adalah: Kisah nabi Musa: Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.” mereka berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan Kami buah ejekan?”[62] Musa menjawab: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil”.(QS. Al-baqarah: 67) Kisah Fir’aun : 4. Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka[1111]. Sesungguhnya Fir’aun Termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qoshosh: 4)
- Keghaiban masa sekarang. Terbukanya niat busuk orang munafik di masa rasulullah. 204. Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah penantang yang paling keras.(QS. Al-Baqoroh: 204)
- Keghaiban masa yang akan dating. Ghulibatir ruum. Fii adnal ‘ardhii wahum min ba’di ghalibiin sayaghlibun fi bid’i sinin (QS. Ar-Rum 2-4)
Segi petunjuk penetapan hokum syara’
Diantara
hal-hal yang mencengangkan akal dan tak mungkin dicari penyebabnya
selain bahwa al-Quran adalah wahyu Allah, adalah terkandungnya syari’at
paling ideal bagi umat manusia, undang-undang yang paling lurus bagi
kehidupan, yang dibawa al-Quran utnuk mengatur kehidupan amanusia yang
mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Antara lain contohnya :
- Keadilan. “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (QS. An-nahl: 90)
- Mencegah pertumpahan darah. “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain[411], atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya[412]. Dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu[413] sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.”
- Pertahanan untuk menghancurkan fitnah dan agresi. “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah: 193)
Penutup
Sebuah
pengembaraan intelektual memang sebuah kegiatan yang tiada akhir.
Terutama lagi apabila obyek tela’ahnya adalah al-Quran sebgai sosok
kitab mukjizat yang tidak akan usang dimakan zaman. Bila boleh
diibaratkan al-Quran seakan berlian yang akan menampilkan sorot cahaya
kemilau yang beraneka ragam warnanya sesuai dengan kondisi dan tuntutan
yang melatrbelakangi seseorang yang sengaja menelitinya atau berniat
mengharap berkahnya.
Mungkin
karena itulah, setidaknya dari ulasan makalah singkat ini,
keanekaragaman informasi dari segi kemukjizatan al-Quran yang ditemukan
dari pendapat-pendapat para ulama menjadi hal yang bias dimaklumi. Akan
tetapi yang perlu digaris bawahi adalah segala pendapat tentang segi
kemukjizatan al-Quran adalah merupakan varian yang saling mengisi dan
melengkapi konstruk fenomena al-Quran sebagai mukjizat, bukan
sebalikanya saling menafikan.
Daftar pustaka
Abi alFadl Jalaludin Muhammad, Lisan al-Arab, juz V, Dar el-Fikr, Libanon
Manna’ al-Qathan, Mabahis fi Ulumil al-Quran, Mantsurat al-Ashr al-Hadits, Mesir
Jalaludin as-Suyuthi, al-Itqon fi ulumi al-Quran, juz II, Muassasah al-kutub as-Saqofiyah, Mesir
Thahir bin shalih al-Jazari, Jawahirul Kalamiyah fi Idhohil aqidatul Islamiyah, al-Hidayah, Surabaya
Muhammad bin Alwi al-Maliki, Zubdatul Itqan fi ulumil Quran, Makkah
Abdul Qahir al-Jurjani, Dala’ilul I’jaz, Taba’at al-Madany. Mesir
Ibn al-Khatib, al-Furqon, Dar el-Kutub al-Ilmiah, Libanon
M. Abdul Adzim az-Zarqoni, Manahilul Irfan fi Ulumil Quran, Juz III, Dar el-Kutub al-Ilmiyah, Beirut
Mansur Hasbunabi, al-Kaun wa al-I’jaz fi al-Quran, Dar el-Fikr al-Araby, Libanon
[1] Abi alFadl Jalaludin Muhammad, Lisan al-Arab, juz V, hal. 369-370
[2] Manna’ al-Qathan, Mabahis fi Ulumil al-Quran, hal. 258-259
[3] Imam al-Khu’I, al-Bayan, juz I hal. 34
[4] Jalaludin as-Suyuthi, al-Itqon fi ulumi al-Quran, juz II, hlm. 311
[5] Thair bin shalih al-Jazari, Jawahirul Kalamiyah fi Idhohil aqidatul Islamiyah, hal. 26
[6] Jalaludin
as-Suyuthi, al-Itqon, juz II, hal 311. lihat juga Muhammad bin Alwi
al-Maliki, Zubdatul Itqan fi ulumil Quran, hal. 311
[7] At-Thbathaba’I, al-Mizan, juz I, halm. 66
[8] Manna’
al-Qathan, Mabahis fi Ulumil Quran, hal. 264-265. tantangan al-Quran
pada orang-orang Arab pada saat itu tidak hanya sekali. Pertama
tantangan itu berupa undangan bagi orang-orang Arab beserta seluruh
keuatan pendudkungnya baik dari jin atau manusia utnk membuat padanan
al-Quran (QS. Al-Isro’: 88). Kemudian tantangan itu ditingkatkan menjadi
10 surat (QS. Hud: 13). Pada khirnya tantangan terakhir hanya untuk
meniru satu saurat dari al-Quran (QS. Al-Baqarah: 23). Lihat Abdul Qahir
al-Jurjani, Dala’ilul I’jaz, hal. 385. dikatakan bahwa al-Quran itu
adalam kalam tapi tidak seperti kalam manusia, sehingga para penyair
Arab seperti Umrul Qais hanya ahli dalam hal ekspresi kegembiraan serta
penggamabaran keelokan wanita, lalu an-Nabigho ahli dibidang syi’ir
tentang ekspresi ketakutan, syi’ir al-A’sya paling demonstrative dalam
hal penghibaan atau permohonan, sedangkan syi’ir-syi’ir Zuhair hanya
piawai dalam penyusunan kata sebagai ungkapan cinta dan pengandaian.
Lihat Ibn al-Khatib, al-Furqon, hal. 14
[9] M. Abdul Adzim az-Zarqoni, Manahilul Irfan fi Ulumil Quran, Juz III, hal. 332
[10] Manna’ al-Qathan, Mabahis fi ulumil Quran, halm. 261
[11] Mansur Hasbunabi, al-Kaun wa al-I’jaz fi al-Quran, hlm. 19-20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar