A.
Latar belakang
Setiap manusia
pasti menginginkan kehidupan yang harmonis, yang penuh dengan kedamaian,
ketenangan dan ketentraman, saling menghormati, menghargai dan membantu antara
satu dengan yang lainnya. Semuanya itu tidak akan pernah terwujud, kecuali jika
setiap individu yang ada dalam satu masyarakat, menghendaki kebaikan dan
kebahagiaan bagi orang lain seperti ia menghendakinya untuk dirinya sendiri.
Karena itulah Islam mengaitkan persatuan dengan Iman, bahkan merupakan bagian
yang tak terpisahkan. Persaudaraan di dalam islam memilki nilai yang sangat besar, bahkan tidak
dikatakan seseorang beriman sehingga dia mencitai saudaranya seperti dia
mencintai dirinya sendiri. Oleh karena itu memperkokoh pilar-pilar persaudaraan
merupakan salah satu tugas penting bagi kita, dan untuk memperkokoh pilar-pilar
persaudaraan maka dibutuhkan individu-individu yang memiliki ahklaq yang mulia,
hati yang bening bersih dan selamat, karena persaudaraan tidak akan pernah
terwujud manakala setiap orang sudah tidak memiliki lagi kemuliaan akhlaq yang
terwujud dari kebersihan hati.
Seperti
yang terjadi dengan kondisi sekarang ini dimana manusia berada dalam kegelapan,
dimana setiap orang meraba-raba namun tidak menemukan denyut nurani, tidak merasakan
sentuhan kasih sayang, tidak melihat sorot mata persahabatan yang tulus, dunia
kita telah berubah menjadi hutan belantara, dimana bahasa global kita adalah
kekuatan besi dan baja, bahasa bisnis kita adalah persaingan, bahasa politik
kita adalah penipuan, bahasa sosial kita adalah pembunuhan, dan bahasa jiwa
kita adalah kesepian dan keterasingan. Kita adalah masyarakat sipil yang
berwatak militer, kita adalah masyarakat peradaban yang berbudaya primitif,
kita adalah manusia-manusia sepi di tengah keramaian dan kita adalah
manusia-manusia merana di tengah kemelimpahan.
Pembunuhan, perzinahan, pemerkosaan,
penyimpangan sexual, perkelahian antar warga, perkelahian antar pelajar, judi
dan mabuk yang meraja lela dimana-mana, praktek riba yang dianggap biasa, korupsi
dan kolusi yang membudaya, aborsi, penistaan agama, ghibah, aksi-aksi
pornografi dan pornoaksi yang menyebar disetiap media dan lain sebaginya,
itulah krisis moral yang sedang melanda kehidupan kita sekarang ini, yang
merusak tatanan kehidupan manusia. Semuanya itu terjadi karena manusia-manusia
zaman ini telah kehilangan cahaya kehidupan yang dapat membimbing mereka menuju
keselamatan dan kebahagiaan.
1
Dunia ini gelap gulita. Dan hanya cahaya Alloh
lah yang dapat meneranginya kembali. Maka Alloh berfirma :
“...dan barang siapa yang tidak diberi cahaya
oleh Alloh, maka tiadalah ia mempunyai cahaya sedikitpun juga.” (QS : 24 : 40
).
“ maka barang siapa yang mengikuti
petunjuk-Ku, niscaya tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak pula mereka
bersedih hati.” ( QS : 2 : 38 ).
“ Thoohaa. Kami tidak menurunkan Al Qur’an
kamu agar kamu menderita.”( QS : 20 : 1-2 )
Oleh karena itu agar tercipta kehidupan yang
harmonis yang penuh dengan ketenangan, ketentraman, kedamaian, dan kebahagiaan
maka marilah kita kembali kepada cahaya Alloh SWT yang tertuang di dalam Al
Qur’an dan sunnah-sunnah Rosululloh Muhammad SAW. kita kembali menempuh jalan
Alloh, ajaran Islam. Perbaiki akhlaq dan karakter kita dengan ajaran Islam.
Kita rajut kembali tali persaudaraan diantara kita dengan pondasi keimanan,
kita hiasi diri dan etika pergaulan kita dengan ajaran Islam, kita seru manusia
kepada kebaikan-kebaikan, dan cegah mereka dari segala keburukan. Dan kita
didik generasi-generasi penerus kita dengan ajaran Islam yang lurus dan benar.
B.
Rumusan masalah
Dari paparan singkat latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
a.
Memahami arti pentingnya persaudaraan
b.
Memahami dan mengamalkan etika pergaulan dalam Islam
c.
Memahami keutamaan menyeru kepada kebaikan dan mencegah keburukan
d.
Memahami korelasi persaudaraan dengan dunia pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. HADITS-HADITS TENTANG PERSUDARAAN MUSLIM
1. Hadits Persaudaraan Muslim
عنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ
تَنَاجَشُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ
بَعْضٍ وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَاناً. الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ
يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَكْذِبُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ. التَّقْوَى
هَهُنَا –وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ – بِحَسَبِ امْرِئٍ مِنَ
الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ
حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ .[رواه مسلم]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia
berkata: Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah
kalian saling dengki, saling menipu, saling marah dan saling memutuskan
hubungan. Dan janganlah kalian menjual sesuatu yang telah dijual kepada orang
lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah
saudara bagi muslim yang lainnya, (dia) tidak menzaliminya dan mengabaikannya,
tidak mendustakannya dan tidak menghinanya. Taqwa itu disini (seraya
menunjuk dadanya sebanyak tiga kali). Cukuplah seorang muslim dikatakan
buruk jika dia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim yang
lain; haram darahnya, hartanya dan kehormatannya.” (Riwayat Muslim)
Kosa kata / مفردات :
تحاسدوا :
(kalian) saling dengki
|
تناجشوا :
(kalian) saling menipu
|
تباغضوا : (kalian) saling membenci
(يبع (يبيع : Menjual
|
تدابروا :
(kalian) saling memutuskan hubungan
|
(يحقر(ه : Menghina(nya)
|
(يخذلـ(ـه : Merendahkan(nya)
|
بحسب :
Cukup
|
(صدر(ه : Dada(nya)
|
- Kenapa hadis ini ditekankan ? Masalah penyakit hati yang sangat berbahaya
- Larangan untuk saling dengki. Dengki di sini bermaksud menginginkan agar nikmat atau kelebihan atau kebolehan atau keistimewaan yang ada pada orang lain di alihkan kepadanya atau terhapus.
- Larangan untuk berbuat keji dan menipu dalam urusan jual beli.
- Diharamkan untuk memutuskan hubungan terhadap muslim. Sebaliknya harus dijaga persaudaraan dan hak-haknya kerana Allah ta’ala.
- Islam bukan hanya aqidah dan ibadah saja, tetapi juga di dalamnya terdapat urusan akhlak dan muamalah.
- Hati merupakan sumber rasa takut kepada Allah ta’ala.
- Taqwa merupakan barometer keutamaan dan timbangan seseorang.
- Islam memerangi semua akhlak tercela kerana hal tersebut berpengaruh negatif dalam masyarakat Islam.
- Islam bukanlah sekadar lantunan kata-kata, tetapi ia mencakupi akhlak yang merupakan nilai-nilai luhur dalam bentuk perbuatan yang lahir daripada keimanan yakni orang yang bersih hatinya.
- Petanda hati yang kotor lahir daripada perbuatan dengki, khianat, menipu, pemarah, , menzalimi, berkata kotor yang akhirnya akan memutuskan hubungan silaturrahim. Memutuskan silaturrahim hukumnya haram dan termasuk sebagai maksiat yang besar (Surah 47: 22-23) dan dipercepatkan hukumannya di dunia, “Tidak ada dosa yang lebih layak dipercepat hukumannya di dunia, dan apa yang dipersiapkan Allah baginya di akhirat daripada tindakan kezaliman dan memutuskan hubungan silaturrahim” (HR Ibnu Majah dan Tirmizi)
- Dibenarkan cemburu dalam dua perkara “… seseorang yang Allah berikannya harta, lalu dia menginfaqkannya pada waktu malam dan waktu siang, dan seseorang yang Allah kurniakannya al-Quran, lalu dia bangun dengannya pada waktu malam dan waktu siang.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, Tirmizi dan Ibnu Majah) ataupun membenci kerana Allah atas kemaksiatan yang berlaku
- Pentingnya tarbiyah ruhiyah untuk memastikan para Da’i mampu untuk mengawal emosi.
- Emosi yang tidak terkawal hanya akan meletihkan, menyakitkan dan meresahkan diri sendiri. Dikala marah, kemarahannya meluap-luap, tubuhnya gementar, mudah memaki siapa saja, seluruh isihati akan ditumpah luahkan, nafasnya terpengap-pengap dan dia akan berbuat sekehendak hatinya.
- Rumah tangga pun runtuh kerana kegagalan suami-isteri mengawal emosi masing-masing (an-Nisa’: 19).
- Bangunan jamaah kaum muslimin akan runtuh bukan disebabkan oleh kekurangan material, tetapi atas kemiskinan akhlak ahlinya yang mengikut al-hawa (Surah 49: 10). Bahkan kedengkian itu merusakkan amalan peribadi, “Jauhilah olehmu sekalian sifat dengki, kerana dengki itu akan memakan segala kebaikan seperti api yang membakar kayu” dan mencukur agama “Akan menjalar kepada kamu penyakit umat-umat yang terdahulu; hasad dan benci membenci. Itu sebenarnya pencukur. Aku tidak menyatakan pencukur rambut, tetapi ia mencukur agama”
- Apa tindakan kita ketika ada sangkaan buruk tersebar?
- “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari sangkaan (supaya kamu tidak tergelincir ke dalam sangkaan yang dilarang) kerana sesungguhnya sebahagian dari sangkaan itu adalah dosa…” (al-Hujurat: 12)
- Al-Qardawi menerangkan maksud jangan kamu membenarkan sangkaan buruk itu adalah dengan tidak berubahnya sikap dan pandangan kamu terhadap orang yang disangka buruk itu. Jika itu tidak dikawal, bermakna kamu sudah membenarkannya.
- Imam Fakhruddin Ar-Razi menguraikan :“Sangkaan ini mestilah disokong oleh ijtihad (usaha bersungguh memastikan kebenarannya, dan penyelidikan yang dalam”(Tafsir Ar-Razi, 28/115)
- Takwa merupakan ikatan yang mengikat jiwa agar tidak lepas control mengikuti keinginan dan hawa nafsunya. Dengan ketakwaan seseorang dapat menjaga dan mengontrol etika dan budi pekertinya dalam setiap saat kehidupannya karena ketakwaan pada hakikatnya adalah muroqabah dan berusaha keras mencapai keridhoan Allah serta takut dari adzabNya
- Jangan menyerang kesalahan peribadi secara terang-terangan melainkan menggunakan kaedah yang lebih hikmah. Apalagi dalam hubungan antara pimpinan dan para ahli, guru dan siswa, seringkali berlaku kegoncangan apabila guru tersilap langkah dalam teguran sehingga memburuk-burukkan siswa di hadapan yang lain. Setiap manusia itu ada kehormatan yang Allah berikan.
Sedang
berkhutbah
|
:
|
يخْطُبُ
|
Menyendiri
|
:
|
يَخْلُوْ
|
Muhrim, orang
yang haram dinikahi
|
:
|
مَحْرَمٍ
|
Mengadakan
perjalanan
|
:
|
تُسَافِرُ
|
Keluar
mengerjakan haji
|
:
|
خَرَجَتْ حَا جَّةً
|
Menulis,
mendaftar
|
:
|
اكْتَتَبْتَ
|
Perang
|
:
|
غَزْوَةٌ
|
Pergi
berangkat.
|
:
|
اِنْطَلِقَ
|
2.
HADITS MEMELIHARA SILATURROHIIM
عن النعما ن بن بشيررضى الله
عنهماقال:قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:ترى المؤمنين فىتراحمهم وتوادهم
وتعاطفهم كمثل الجسد اذااشتكىعضوتداعىسائرجسده بالسهر والحمى.(اخرجه
البخارى:78كتاب الأدب:27-باب رحمة الناس والبهائم)
Terjemah hadits :
“ An-Nu’man bin
Basyir berkata, ‘ Nabi SAW bersabda,’Anda akan melihat kaum mukminin dalam
kasih sayang dan cinta-mencintai, pergaulan mereka bagaikan satu badan, jika
satu anggotanya sakit, maka menjalarlah kepada lain-lain anggota lainnya
sehingga badannya terasa panas dan tidak dapat tidur.”(HR. Bukhori)
سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ رِزْقُهُ
أَوْيُنْسَأَلَهُ فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
أخرخه البخارى فى :
34 ـ كتاب البيوع 31 ـ باب من أحبّ البسط فى الرّزق
Terjemah hadits :
“Anas bin Malik r.a. berkata, “Saya telah
mendengar Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang ingin diluaskan rizkinya dan dipanjagkan umurnya, hendaklah menyambung hubungan famili
(kerabat).( Dikeluarkan
oleh Bukhori : kitab “jual beli”, bab : siapa yang menyukai dilapangkan rizqi )
3.
HADITS LARANGAN MEMUTUSKAN SILATURROHIIM
Terjemah hadits
:
Dari Jubair bin Muth’im Radiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Tidak akan masuk surga orang yang memutus
silaturahim”. (Muttafaqun ‘alaih).
4
Pelajaran
yang terdapat dalam hadits-hadits di atas adalah / الفوائد من
الحديث
:
Fiqh Dakwi dan Tarbawi :
5
Imam Hasan Al-Banna mengatakan, “Yang saya maksud dengan ukhuwah
adalah terikatnya hati dan rohani dengan ikatan aqidah. Aqidah adalah ikatan
yang paling kokoh dan paling mulia. Ukhuwah adalah saudara keimanan, sedangkan
perpecahan adalah sumber kembar kekufuran. Kekuatan yang pertama adalah
kekuatan persatuan. Tidak ada persatuan tanpa cinta kasih, minimal cinta kasih
dalam, kelapangan dada dan maksimalnya adalah itsar (mementingkan oran lain
dari diri sendiri).
7
B.
HADITS-HADITS TENTANG PERGAULAN
Sebagian umat Islam, kita tentu mengetahui
dengan baik bahwa Allah SWT telah menetapkan batas-batas dalam pergaulan. Yang
mana dalam pergaulan terkadang manusia tidak lepas dari kesalahan, dosa, dan
kekhilafan. Untuk itu perlu rujukannya dalam bertingkah laku. Rujukan tersebut diantaranya
adalah hadits-hadits/sabda Rasulullah SAW, karena risalah pertama yang
disampaikan kepada umat Islam adalah tentang akhlak. Hendaknya dalam kehidupan
sehari-hari kita mengikuti petunjuk-petunjuk yang telah disampaikan pada kita
secara jelas. Agar dalam pergaulan sehari-hari, kita tidak melampaui batas yang
telah ditetapkan, maka kita harus dapat memahami sabda-sabda Rasulullah
tersebut.
Seperti yang
kita ketahui bersama, bahwa hanya pergaulan bebas dan semacamnya hampir-hampir
tidak memiliki rem, kaum muda saat ini berbuat sekehendak hatinya. Begitu pula
halnya kebiasaan nongkrong di jalan hampir-hampir jadi tradisi serta hubungan
silaturrahmi pun jarang dilakukan.
Untuk itulah,
kita sebagai orang yang berilmu agar bisa mencari jalan keluar untuk berbagai
macam permasalahan dan kemudian kita dapat memprakteknya dalam kehidupan
sehari-hari.
1. Larangan Berduaan Tanpa Mahram (LM: 1671)
وَعَنْهُ رَضِى اللهُ َعْنهُ قَالَ : سَمِعْتُ رسول اللهِ
صلى الله عليه و سلم َيخْطُبُ يَقُوْلُ : لاَيَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِإِمْرَأَةٍ
اِلاَّوَمَعَهَاذُوْمَحْرَمٍ وَلاَ تُسَافِرُ الْمَرْأَةُ ِالاَّمَعَ ِذيْ
مَحْرَمٍ. فَقَامَ رَجُلٌ. فقال:يارسول الله، ِإنَّ ِإمْرَأَتِى خَرَجَتْ حَا
جَّةً وَ ِإنِّى ِاكْتَتَبْتُ فِى غَزْوَةٍ كَذَاوَكَذَا، فَقَالَ : اِنْطَلِقْ
فَحَجِّ مَعَ إِ مْرَأَتِكَ. (متفق عليه)
Terjemahan Hadits :
"Ibnu Abbas berkata :
"Saya mendengar Rasulullah SAW berkotbah, "Janganlah seorang
laki-laki bersama dengan seorang perempuan, melainkan
(hendaklah) besertanya (ada) mahramnya, dan janganlah bersafar (bepergian)
seorang perempuan, melainkan dengan mahramnya. "Seorang berdiri dan
berkata : Ya Rasulullah, istri saya keluar untuk haji, dan saya telah
mendaftarkan diri pada peperangan anu dan anu." Maka beliau bersabda,
"Pergilah dan berhajilah bersama istrimu." [1] (Mutatafaq’alaih)
8
2. Tinjauan
Bahasa
3.
Penjelasan Hadits
Larangan tersebut, antara lain dimaksudkan sebagai batasan dalam pergaulan
antara lawan jenis demi menghindari fitnah. Dalam kenyataannya, di
negara-negara yang menganut pergaulan bebas, norma-norma hukum dan kesopanan
merupakan salah satu pembeda antara manusia dengan binatang seakan-akan hilang.
Hal ini karena kesenangan dan kebebasan dijadikan sebagai rujukan utama.
Akibatnya, perzinahan sudah bukan hal yang aneh, tetapi sudah biasa terjadi,
bahkan di tempat-tempat umum sekalipun. Kalau demikian adanya, apa bedanya
antara manusia dengan binatang ?
Oleh karena itu, larangan Islam, tidak semata-mata untuk membatasi pergaulan,
tetapi lebih dari itu, yaitu untuk menyelamatkan peradaban manusia. Berduaan
dengan lawan jenis merupakan salah satu langkah awal terhadap terjadinya
fitnah. Dengan demikian, larangan perbuatan tersebut, sebenarnya sebagai
langkah preventif agar tidak melanggar norma-norma hukum yang telah ditetapkan
oleh agama dan yang telah disepakati masyarakat.
Adapun larangan kedua, tentang wanita yang bepergian tanpa mahram, terjadi
perbedaan pendapat di antara para ulama. Ada yang menyatakan bahwa larangan
tersebut sifatnya mutlak. Dengan demikian, perjalanan apa saja, baik yang dekat
maupun yang jauh, harus disertai mahram. Ada yang berpendapat bahwa perjalanan
tersebut adalah perjalanan jauh yang memerlukan waktu minimal dua hari. Ada
pula yang berpendapat bahwa larangan tersebut ditujukan bagi wanita yang masih
muda-muda saja, sedangkan bagi wanita yang sudah tua diperbolehkan, dan masih
banyak pendapat lainnya.
Sebenarnya, kalau dikaji secara mendalam, larangan wanita mengadakan safar
adalah sangat kondisional. Seandainya wanita tersebut dapat menjaga diri dan
meyakini tidak akan terjadi apa-apa. Serta merasa bahwa ia akan merepotkan
mahramnya setiap kali akan pergi. Maka perjalanannya dibolehkan. Misalnya pergi
untuk kuliah, kantor dan lain-lain yang memang sudah biasa dilakukan setiap hari, apabila
kalau kantor atau tempat kuliahnya dekat. Namun demikian, lebih baik ditemani
oleh mahramnya, kalau tidak merepotkan dan menganggunya.
Dengan demikian, yang menjadi standar adalah kemaslahatan dan keamanan.
Begitu pula pergi haji, kalau diperkirakan akan aman, apalagi pada saat ini
telah ada petugas pembimbing haji yang akan bertanggung jawab terhadap
keselamatan dan kelancaran para jamaah haji, maka seorang wanita yang pergi
haji tidak disertai mahramnya diperbolehkan kalau memang dia sudah memenuhi
persyaratan untuk melaksanakan ibadah haji.
9
2. HADITS
SOPAN SANTUN DAN DUDUK DI JALAN
1.
عَنْ أَبِى سَعِيْدِ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ
الله ُعَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :إِيَّاكُمْ
وَالْجُلُوْسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ فَقَالُوْا : مَالَنَابُدٌّ إِنَّمَاهِيَ
مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيْهَا قَالَ : فَإِذَاأَبَيْتُمْ إِلاَّ الْمَجَالِسَ
فَأَعْطُوْاالطَّرِيْقَ حَقَّهَا قَالُوْا : وَمَاحَقُّ الطَّرِيْقِ ؟ قَالَ :
غَضُّ اْلبَصَرِوَكَفُّ اْلاَذَى وَرَدُّ السَّلاَم ِوَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوْفِ
وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ. (رواه البخاري ومسلم وأبوداود)
Terjemahan Hadits :
"Dari Abu Said
Al-Khudry r.a. Rasulullah SAW. bersabda, Kami semua harus menghindari untuk
duduk di atas jalan (pinggir jalan)-dalam riwayat lain, di jalan – mereka
berkata, "Mengapa tidak boleh padahal itu adalah tempat duduk kami untuk
mengobrol. Nabi bersabda, "Jika tidak mengindahkan larangan tersebut
karena hanya itu tempat untuk mengobrol, berilah hak jalan." Mereka
bertanya, "Apakah hak jalan itu?" Nabi bersabda, "Menjaga
pandangan mata, berusaha untuk tidak menyakiti, menjawab salam, memerintahkan
kepada kebaikan dan larangan kemunkaran."[2]
(H.R Bukhari, Muslim, dan
Abu Dawud)
Pelajaran
yang dapat di ambil dari hadits di atas adalah
Rasulullah SAW melarang duduk di pinggir jalan, baik di tempat duduk yang
khusus, seperti diatas kursi, di bawah pohon, dan lain-lain. Sebenarnya
larangan tersebut bukan berarti larangan pada tempat duduknya, yakni bahwa
membuat tempat duduk di pinggir jalan itu haram. Terbukti ketika para sahabat
merasa keberatan dan berargumen bahwa hanya itulah tempat mereka mengobrol.
Rasulullah SAW. pun membolehkannya dengan syarat mereka harus memenuhi hak jalan,
yaitu berikut ini.
a. Menjaga Pandangan Mata
Menjaga pandangan
merupakan suatu keharusan begi setiap muslim atau muslimat, sesuai dengan perintah
Allah SWT. Dalam al-Qur'an :
Artinya : "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
Hal itu tidak mungkin
dapat dihindari bagi mereka yang sedang duduk dipinggir jalan. Ini karena akan
banyak sekali orang yang lewat, dari berbagai usia dan berbagai tipe. Maka
bagi para lelaki janganlah memandang dengan sengaja kepada para wanita yang
bukan muhrim dengan pandanagan syahwat. Begitu pula, tidak boleh memandang
dengan pandangan sinis atau iri kepada siapa saja yang lewat. Pandangan seperti
tidak hanya akan melanggar aturan Islam. Tetapi akan menimbulkan kecurigaan,
persengketaan dan memarahan dari orang yang dipandangnya, apalagi begi mereka
yang mudah tersinggung. Oleh karena itu, mereka yang sedang duduk dipinggir
harus betul-betul menjaga pandangannya.
b. Tidak Menyakiti
Tidak boleh menyakiti orang-orang yang lewat, dengan lisan, tangan, kaki,
dan lain-lain. Dengan lisan misalnya mengata-ngatai atau membicarakannya,
dengan tangan misalnya melempar dengan batu-batu kecil atau benda apa saja
yang akan menyebabkan orang lewat sakit dan tersinggung, tidak memercikkan air,
dan lain-lain yang akan menyakiti orang yang lewat atau menyinggung
perasaannya.
c. Menjawab Salam
Menjawab salam hukumnya adalah wajib meskipun mengucapkan- nya sunnat. Oleh
karena itu, jika ada yang mengucapkan salam ketika duduk dijalan, hukum
menjawabnya adalah wajib. Untuk lebih jelas tentang salam ini, akan dibahas di
bawah.
d. Memerintahkan kepada Kebaikan dan
Melarang kepada Kemungkaran.
Apabila sedang duduk di jalan kemudian melihat ada orang yang berjalan
dengan sombong atau sambil mabuk atau memakai kendaraan dengan ngebut, dan
lain-lain, diwajibkan menegurnya atau memberinya nasihat dengan cara yang
bijak. Jika tidak mampu, karena kurang memiliki kekuatan untuk itu, doakanlah
dalam hati supaya orang tersebut menyadari kekeliruan dan kesombongannya.
3. HADITS MENYEBARLYUASKAN SALAAM (BM: 1559/1469)
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَلاَمٍ قَالَ : قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَااَيُّهَا النَّاسُ، اَفْشُوْا السَّلاَمِ
وَصِلُّوْا اْلأَرْحَامِ وَاَطْعِمُوْا الطَّعَامَ وَصَلُّوْا بِاللَّيْلِ وَ
النَّاسُ نُيَّامٌ تَدْ خُلُوْ الْجَنَّةَ بِسَلاَمٍ.
Terjemahan
Hadits :
"Dari Abdullah bin Salam ia berkata, telah bersabda
Rasulullah SAW, "Hai Manusia, siarkanlah salam dan hubungan
kekeluarga-keluarga dan berilah makan dan shalatl;ah pada malam ketika manusia
tidur, niscaya kamu masuk surga dengan sejahtera."[3]
(Dikeluarkan oleh Turmudzi dan ia sahihkannya)
Hadits Kedua:
عَنْ
عَيْدِ اللهِ بْنِ سَلاَمٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص م: يَااَيُّهَاالنَّاسُ،
اَفْشَوْا السَّلاَم،َ وَصِلُوْا اْلاَحَامَ وَاَطْعِمُوْ الطَّعَامَ، وَصَلُّوْا
بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَّامٌ، تَذْخُلُوْ الْجَنَّةَ بِسَلاَمٍ.
Terjemahan hadits:
“Dari Abdullah bin Salam,
Ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: hai manusia! Siarkanlah salam dan
hubungilah keluarga-keluarga dan berikan makan dan sembahyanglah pada malam
ketika manusia tidur, niscaya kamu masuk surga dengan sederhana.
Pelajaran yang dapat di ambil dari
hadits di atas adalah
Hadits diatas
mengandung pelajaran, yaitu sebagai berikut : Menyiarkan (menyebarkan)
Salam
Salam merupakan
salah satu identitas seorang muslim untuk saling mendoakan antar sesama muslim
setiap kali bertemu. Mengucapkan salam menurut kesepakatan para ulama hukumnya sunat
mu'akad. Ini dipahami dari ayat 81 surat An-Nisa :
وَ إِذَاحُيِّيْتُمْ بِتَحِيَّةٍ
فَحَيُّوْابِأَحْسَنَ مِنْهَاأَوْرُدُّوْهَاإِنَّ الله َكَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ
حَسِيْبًا (النساء )
Artinya :
"Apabila ada orang
memberi hormat (salam) kepada kamu, balaslah hormat (salamnya) itu dengan cara
yang lebih baik, atau balas penghormatan itu (serupa dengan penghormatannya).
Sesungguhnya Tuhan itu menghitung segala sesuatu".
(Q.S An-Nisa : 81)
Mengucapkan salam tidak hanya
disunahkan ketika berjumpa dengan orang yang dikenal saja, tetapi juga bertemu
dengan orang yang belum dikenal. Sebagaimana dinyatakan dalam hadits lain yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim :
عَنْ عَبْدِ اللهِ ابْنِ عُمَرَرَضِى الله ُأَنْهُ
رَجُلاً سَأَلَ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَيُّ اْلإِ سْلاَمُ
خَيْرٌ ؟ قَالَ : تُطْعِمُ َوتَقْرَءُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ. (رواه البخارى ومسلم)
Artinya :
"Abdullah
Ibn Umar berkata, bahwa seorang laki-laki telah bertanya kepada Rasulullah SAW,
"Islam seperti apakah yang paling baik ? Nabi Menjawab, "Memberi
makan dan mengucapkan salam, baik kepada kamu kenal mapun kepada orang yang
tidak kamu kenal.
(H.R Bukhari
da Muslim)
12
Dengan
hadits lain juga diterangkan tentang siapa yang pertama kali harus mengucapkan
salam, yaitu orang yang dalam kendaraan kepada yang berjalan kaki, orang yang
berjalan kepada yang duduk, kelompok yang sedikit kepada kelompok yang besar.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadits :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ الله ُعَنْهُ أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله
ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : يُسَلِّمُ الرَّاكِبُ عَلَى الْمَاشِى وَ الْمَاشِى
عَلىَ اْلقَاعِدِ وَ اْلقَلِيْلُ عَلَى اْلكَثِيْرِ. متفق عليه وَفِى رِوَاَيةٍ
لِلْبُخَارِىِّ : وَالصَّغِيْرُ عَلَى اْلكَبِيْرِ.
Artinya :
"Abu
Hurairah r.a berkata : "Rasulullah SAW bersabda, orang yang berkendaraan
memberi salam kepada yang berjalan, dan yang berjalan memberi salam kepada
orang yang duduk. Dan rombongan yang sedikit memberi salam kepada yang
banyak."
(H.R
Bukhari dan Muslim)
Dalam
riwayat Bukhari : "Dan yang kecil memberi salam kepada yang
besar."
Salam juga
disunahkan diucapkan dalam berbagai situasi, misalnya ketika hendk masuk Srumah orang
lain. Sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur'an :
Artinya :
"Maka apabila kamu memasuki (suatu
rumah dari) rumah- rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya
yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari
sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah
menjelaskan ayat-ayatnya(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya.
(Q.S.
An-Nur : 61)
Begitu pula
ketika meninggalkan suatu tempat atau rumah disunahkan pula mengucapkan salam.
Rasulullah SAW bersabda:
اِذَادَ
خَلْتُمْ بَيْتًافَسَلِّمُوْا عَلَى أَهْلِهِ فَإِذَاخَرَجْتُمْ فَأَوْدَعُوْا
أَهْلَهُ بِسَلاَمِ. (رواه البيهقى)
Artinya:
”Apabila
seorang diantara kamu masuk ke dalam suatu rumah, maka hendaklah iamengucap
salam. Apabila ia lebih dahulu berdiri meninggalkan rumah itu, hendaklah ia
mengucapkan atau memberi salam pula”.
(HR.
Al-Baihaqi)
13
3. HADITS-HADITS TENTANG AJAKAN KEPADA
KEBAIKAN
1.
HADITS
TENTANG AJAKAN KEPADA YANG MA’RUF DAN MENJAUHI YANG MUNGKAR
ﻋﻦ ﺣﺬﻴﻔﺔ ﺮﺻﻰ ﺍﷲ ﻋﻦ ﺍﻠﻧﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﻋﻠﻴﻪ
ﻮﺴﻠﻤ ﻘﺎﻝ : ﻮﺍﻠﺫﻱ ﻧﻔﺴﻰ ﺒﻴﺪﻩ ﻠﺘﺎﻤﺮﻥ ﺒﺎﻠﻤﻌﺮﻭﻑﻭﻠﺘﻧﻬﻭﻥ ﻋﻥ ﺍﻠﻤﻧﻜﺮ ﺍﻭ ﻠﻴﻭﺸﻜﻥ ﺍﷲ ﺍﻥ
ﻴﺑﻌﺙ ﻋﻠﻴﻜﻤ ﻋﻘﺎﺑﺎ ﻤﻨﻪ ﺛﻤ ﺗﺪﻋﻭﻨﻪ ﻔﻼ ﻴﺴﺗﺟﺎﺏ ﻠﻜﻤ (ﺮﺍﻭﻩﺍﻠﺮﻤﺫﻯ)
Terjemah
Hadits:
“Huzaifah berkata bahwa Nabi
bersabdah, “Demi Allah yang jiwaku ada ditangan-Nya, kamu harus menganjurkan
kebaikan dan mencegah dari kemungkaran,atau kalau tidak, pasti Allah akan
menurunkan siksa kepadamu, kemudian kamu berdoa, maka tidak diterima doa dari
kamu.” (H.R. Tirmidzi)
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ دَعَا
اِلَى هُدًي كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثلُ أُجُوْرِ مَنْ تَبَعَهُ لَا يَنْقُصُ
ذَلِكَ مِنْ اُجُوْرِهِمْ شَيْئا وَمَنْ دَعَا اِلَى ضَلَالَةَ كَانَ عَلَيْهِ
مِنَ الْإِثْمِ مِثلُ آثَامِ مَنْ تَبَعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ
شَيْئا (روه مسلم
Terjemah hadits :
Dari Abu Hurairah ra, ia
berkata: sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “siapa saja yang mengajak kepada
kepada kebenaran, maka ia memperoleh pahala seperti pahala orang yang
mengerjakannya tanpa dikurangi sedikitpun. Dan siapa saja
yang mengajak kepada kesesatan, maka ia mendapat dosa seperti dosa orang yang
mengerjakan tanpa dikurangi sedikitpun” (HR Muslim)
عَنْ اَبِيْ سَعِيْدِ الْخُدْرِيِّ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ
فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ
وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإيْمَانِ (روه المسلم(
Dari Abu Sa’id Al Khudri ra, ia berkata saya
telah mendengar Rasulullah saw berabda: Barang siapa diantara kalian yang
melihat kemungkaran maka ubahlah kemungkaran tersebut dengan tangannya jika
tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan
itulah selemah selamahnya iman. (HR.muslim).
Dari hadits di atas dapat disimpulkan bahwa
terdapat tiga tingkatan melarang dari kemungkaran, yaitu:
1.
Mengingkari dengan tangan.
2.
Mengingkari
dengan
lisan.
3.
Mengingkari dengan hati.
Dalam hadits lain nabi meriwayatkan perumpamaan
orang-orang yang enggan menyuruh kepada amar makruf nahi mungkar.
عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِ ص م قَالَ "مَثَلُ الْقَائِمِ فِي
حُدُوْدِ اللهِ وَاْلوَاقِعِ فِيْهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوْا عَلَى
سَفِيْنَةٍ فَصَارَ بَعْضُهُمْ اَعْلاَهَا وَ بَعْضُهُمْ اَسْفَلَهَا، وَكَانَ
الَّذِيْنَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ الْمَاءِ مَرُّوْا عَلَى مَنْ
فَوْقَهُمْ فَقَالُوْا: لَوْاَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيْبِنَا خَرْقًا وَلَمْ
نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا فَاِنْ تَرَكُوْهُمْ وَمَا أَرَادُوْا هَلَكُوْا جَمِيْعًا
وَاِنْ أَخَذُوْا عَلَى أَيْدِيْهِمْ نَجَوْا وَ نَجَوْا جَمِيْعًا (روه البخاري(
15
Dari An-Nu’man Ibn Basyir
ra, dari nabi saw beliau bersabda perumpamaan orang yang teguh menjalanankan
hukum Allah dan orang-orang yang terjerumus di dalam adalah bagaikan satu kaum
yang terbagi tempat dalam satu kapal sebagian mereka ada di bagian atas kapal
dan sebagian lagi ada di bagian bawah. Sedang orang di
bagian bawah jika memerlukan air mereka harus naik ke atas melewati orang-orang
yang di atas. Maka mereka berkata “seandainya jika kita melobangi di bagian
bawah, kita tidak lagi menunggu orang-orang yang di atas kita”. Maka jika
mereka yang di atas membiarkan maksud mereka (yang dibawah) pasti mereka semua
binasa. Tetapi jika mereka mencegah tangan mereka, tentu mereka selamat dan
semuanya selamat. (HR.Bukhari).
Allah juga berfirman dalam surat Al-A’raf : 165
فَلَمَّا نَسُوْا مَا ذَكِّرُوْا بِهِ
أَنجَيْنَا الَّذِيْنَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوْءِ وَأَخَذْنَا الَّذِيْنَ
ظَلَمُوْا بِعَذَابِ بَئِيْسِ بِمَا كَانُوْا يَفْسُقُوْنَ
Maka setelah mereka melupakan apa yang
diperingati kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari
perbuatan jahat dan kami timpakan kepada orng-orang yang zhalim siksaan yang
keras, di sebabkan mereka selalu berbuat fasik. (Al-A’raf :
165)
2.
HADITS TENTANG
KEUTAMAAN MENGAJAK KEPADA KEBAIKAN
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال
: مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ
أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا
إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا
يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا.
(رواه مسلم)
Terjemah hadits
:Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda: “Barangsiapa menyeru kepada hidayah (jalan petunjuk dan
kebaikan), maka ia akan mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang yang
mengikuti (atau mengerjakan)nya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan
barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka ia mendapatkan dosa sebagaimana dosa
orang yang mengikuti (mengerjakan)nya tanpa mengurangi dosa mereka
sedikitpun.”. (HR. Muslim no. 6750).
16
حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ
حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيْرُ بْنُ عَبْدِ الْحَمِيْدِ عَنِ اْلأَعْمَشِ عَنْ
مُوْسَى بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ يَزِيْدَ وَأَبِي الضُّحَى عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
بْنِ هِلاَلٍ اَلْعَبْسِيِّ عَنْ جَرِيْرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ:
جَاءَ نَاسٌ مِنَ
اْلأَعْرَابِ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِمُ
الصُّوْفُ فَرَأَى سُوءَ حَالِهِمْ قَدْ أَصَابَتْهُمْ حَاجَةٌ فَحَثَّ النَّاسَ
عَلَى الصَّدَقَةِ فَأَبْطَئُوْا عَنْهُ حَتَّى رُئِيَ ذَلِكَ فِي وَجْهِهِ قَالَ
ثُمَّ إِنَّ رَجُلاً مِنَ اْلأَنْصَارِ جَاءَ بِصُرَّةٍ مِنْ وَرِقٍ ثُمَّ جَاءَ
آخَرُ ثُمَّ تَتَابَعُوْا حَتَّى عُرِفَ السُّرُوْرُ فِي وَجْهِهِ فَقَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ
سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ
بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ
سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ
عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
Trjemah hadits :Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin
Harb telah menceritakan kepada kami Jarir bin ‘Abdul
Hamid dari Al A’masy dari Musa bin ‘Abdullah bin
Yazid dan Abu AdhDhuhadari ’Abdurrahman bin Hilal Al
‘Absi dari Jarir bin ‘Abdullah dia berkata: Pada suatu
ketika, beberapa orang Arab badui datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dengan mengenakan pakaian dari bulu domba (wol). Lalu Rasulullah
memperhatikan kondisi mereka yang menyedihkan. Selain itu, mereka pun sangat
membutuhkan pertolongan. Akhirnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menganjurkan para sahabat untuk memberikan sedekahnya kepada mereka. Tetapi
sayangnya, para sahabat sangat lamban untuk melaksanakan anjuran Rasulullah
itu, hingga kekecewaan terlihat pada wajah beliau. Jarir berkata: Tak lama
kemudian seorang sahabat dari kaum Anshar datang memberikan bantuan sesuatu
yang dibungkus dengan daun dan kemudian diikuti oleh beberapa orang sahabat lainnya.
Setelah itu, datanglah beberapa orang sahabat yang turut serta menyumbangkan
sedekahnya (untuk diserahkan kepada orang-orang Arab badui tersebut) hingga
tampaklah keceriaan pada wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
17
Kemudian
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: Barang siapa dapat memberikan suri tauladan
yang
baik dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut dapat diikuti oleh
orang-orang
sesudahnya, maka akan dicatat untuknya pahala sebanyak yang diperoleh
orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun pahala yang
mereka
peroleh. Sebaliknya, barang siapa memberikan suri tauladan yang buruk
dalam
Islam, lalu suri tauladan tersebut diikuti oleh orang-orang sesudahnya,
maka
akan dicatat baginya dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang
mengikutinya
tanpa mengurangi dosa yang mereka peroleh
sedikitpun.
Pelajaran yang dapat diambil dari hadits-hadits
di atas adalah :
1.
Alloh SWT memerintahkan kita untuk
berlomba-lomba melakukan kebaikan.
2.
Da’wah adalah salah satu kebaikan yang wajib
kifayah dilaksanakan.
3.
Alloh memberikan keutamaan yang besar kepada
orang-orang yang melakukan. amar ma’ruf nahi mungkar.
4.
Alloh memerintahkan kita untuk menjauhi dan
mencegah kemungkaran.
5.
Ancaman bagi orang-orang yang tidak mau
melakukan amarma’ruf nahi mungkar adalah azab yang pedih.
6.
Alloh memerintahkan kita untuk melakukan
kebaikan dan mencegah keburukan.
Tidak seperti
anggapan sekelompok orang yang hanya terfokus kepada mengajak kebaikan saja dan
tidak mencegah kemungkaran, mereka beranggapan keburukan akan hilang kalau
semua orang berbuat kebaikan.
7.
Mencegah kemungkaran ada tiga tingkatan yaitu :
dengan lisan, dengan tangan, dan dengan hati.
8.
Keutamaan yang besar Alloh berikan kepada
orang-orang yang melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar.
18
BAB III
KORELASI HADITS DENGAN
DUNIA PENDIDIKAN
Islam adalah agama yang
sempurna yang ajarannya mencangkup seluruh dimensi kehidupan, bahkan tidak
hanya dimensi kehidupan dunia saja tetapi juga dimensi kehidupan akhirat.
Pendidikan dalam Islam merupakan suatu proses pembentukan pribadi manusia agar
menjadi manusia yang sempurna yaitu manusia yang memiliki kecerdasan spiritual,
kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Manusia yang memiliki keimanan
yang kuat, cerdas dan juga akhlaq yang mulia.
Pendidikan dari segi bahasa berasal dari kata
education yang dapat diartikan (pengembangan), teaching (pengajaran), pedagogy
(pembinaan kepribadian), instruction (perintah), breeding (memberi makna),
raising (menumbuhkan). Dalam bahasa Arab kata pendidikan merupakan terjemahan
dari kata al-tarbiyah yang dapat diartikan proses menumbuhkan dan mengembangkan
potensi yang terdapat pada diri seseorang, baik secara fisik, psikis, sosial
maupun spiritual. Selain itu kata tarbiyah juga dapat berarti menumbuhkan dan
mendewasakan peserta didik, memperbaiki, menguasai urusan, memelihara dan
merawat, memperindah, memberi makna, mengasuh, memiliki, mengatur dan menjaga
kelangsungan maupun eksistensi seseorang.
Kata tarbiyah sebagaimana
tersebut di atas juga mencakup pengertian al-taklim (pengajaran tentang ilmu
pengetahuan), al-ta’dib (pendidikan budi pekerti), al-tahdzib (pendidikan budi
pekerti), al-mauidzoh (nasihat tentang kebaikan), al-riyadho (latihan mental
spiritual), al-tazkiyah (pendidikan kebersihan diri), al-talqin (bimbingan dan
arahan), al-tadiris (pengajaran), al-tafaqquh (memberikan pengertian dan
pemahaman), al-tabyin (penjelasan), al-tazkiroh (memberikan peringatan), dan
al-irsyad (memberikan bimbingan).4
Jadi korelasi antara
hadits-hadits yang telah dibahas di atas dengan dunia pendidikan bila ditinjau
dari makna pendidikan baik secara bahasa ataupun istilah adalah mengajarkan
tentang mental spiritual, nasehat kebaikan, memberikan peringatan dan
bimbingan, menjaga kebersihan diri, dan pembinaan kepribadian agar memiliki budi
pekerti yang mulia.
BAB IV
KESIMPULAN
1.
Islam adalah agama
rahmatan lil’alamin, yang mengajarkan kepada kita nilai-nilai yang luhur, agar
terciptanya kehidupan yang harmonis yang penuh dengan kasih sayang.
2.
Pilar-pilar kehidupan yang
harmonis dan penuh kasih sayang adalah terciptanya individu-individu yang
memiliki kebeningan dan kebersihan hati, yang selalu menghiasi dirinya dengan
segala kebaikan dan menjauhkan dirinya dari segala keburukan serta menghiasi
pergaulannya dengan akhlaq yang mulia.
3.
Islam adalah agama yang
mengajarkan kepada kita untuk selalu menjaga tali persaudaraan, bersatu padu
dan hidup teratur, mencintai kebaikan dan berlomba-lomba untuk mendapatkan
kebaikan, menghormati hak-hak orang lain
dan menciptakan masyarakat yang bersih dan berwibawa.
4.
Sebaik-baik pendidikan
adalah pendidikan Islam yang bersumber dari cahaya Alloh SWT, yang tertuang di
dalam Al Qur’an dan Sunnah-sunnah Nabinya yang mulia Muhammad SAW.
20
DAFTAR PUSTAKA
▪ Imam Az-Zabidi, Ringkasan hadits shohih Bukhori, Pustaka Amani.
▪ DR. Musthofa Dieb Al-Bugha Muhyidin Mistu, Al-Wafi,
Al-I’tisom.
▪ Hasan Albanna, Majmu’atrur Rosail,
Al-Itisom.
▪ Anis Mata, membentuk karakter Muslim,
Shout Al-Haq Press.
▪ Prof. DR. H. Abuddin Nata, M.A. Sejarah
Pendidikan Islam, Kencana Pernada Media Group.
▪ Rahmat Syafei, Alhadits (aqidah, akhlaq,
sosial dan hukum), Pustaka Setia Jakarta.
▪ Kahar Mansyur, Bulughul Maram, Rineka
Cipta Jakarta.
[1] Rachmat Syafe'I, Al-Hadits
(Aqidah, Akhlaq, Sosial dan Hukum), Jakarta: PT. Pustaka Setia, 2003, h.217
Tidak ada komentar:
Posting Komentar