Pendahuluan
Sejak zaman penjajahan, bangsa Indonesia
telah memiliki kepedulian terhadap pendidikan. Namun pelaksanaannya
masih diwarnai oleh kepentingan politik kaum penjajah, sehingga tujuan
pendidikan yang hendak dicapaipun disesuaikan dengan kepentingan mereka.
Setelah bangsa Indonesia memproklamirkan
kemerdekaannya, bangsa Indonesiapun menunjukan kepeduliannya terhadap
pendidikan. Hal itu terbukti dengan menempatkan usaha untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa sebagai tujuan nasional bangsa Indonesia. Sebagaimana
tertulis dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi :
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban duniayang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu susunan negara republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada : Ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (BP 7 Pusat, 1990:1).
Dengan demikian maka tujuan pendidikan
yang hendak dicapaipun disesuaikan dengan kepentingan bangsa Indonesia,
yang sekarang ini tujuan pendidikan tersebut dirumuskan dalam
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(UU sisdiknas) BAB II pasal 3 yang berbunyi sebagai berikut :
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Agar tujuan tersebut dapat tercapai
sesuai dengan yang diharapkan maka diperlukan suatu alat untuk
mencapainya, yaitu “segala sesuatu yang secara langsung membantu
terlaksananya tujuan pendidikan” (Barnadib, 1987:96).
Sehubungan dengan alat pendidikan ini, Ahmad Supardi (1989:9), membagi alat pendidikan ke dalam dua bagian, yaitu :
- Alat pisik, berupa segala perlengkapan pendidikan yang berupa sarana dan fasilitas dalam bentuk konkrit, seperti bangunan, alat tulis dan baca dan lain sebagainya.
- Alat non pisik, berupa kurikulum, pendekatan, metode dan tindakan berupa hadiah dan hukuman serta uswatun hasanah atau contoh teladan yang baik dari pendidik.
Berdasarkan pembagian alat pendidikan
yang dikemukakan Ahmad Supardi di atas, jelaslah bahwa salah satu dari
alat pendidikan diantaranya adalah kurikulum.
Sebagai alat untuk mencapai tujuan
pendidikan, kurikulum harus mencerminkan kepada falsafah sebagai
pandangan hidup suatu bangsa, karena ke arah mana dan bagaimana bentuk
kehidupan bangsa itu kelak, banyak ditentukan dan tergambarkan dalam
kurikulum pendidikan bangsa tersebut.
Sering terjadi jika suatu negara
mengalami perubahan pemerintahan, politik pemerintahan itu mempengaruhi
pula bidang pendidikan yang sering mengakibatkan terjadinya perubahan
kurikulum tang berlaku. Sebagai contoh sebelum Indonesia merdeka
setidaknya telah terjadi dua kali perubahan kurikulum, yang pertama
ketika di jajah belanda kurikulum disesuaikan dengan kepentingan
politiknya. Kedua ketika dijajah Jepang kurikulum disesuaikan dengan
kepentingan politiknya yang bersemangatkan kemiliteran dan kebangunan
Asia Timur Raya. Kemudia setelah Indonesia merdeka pra orde baru terjadi
pula dua kali perubahan kurikulum, yang pertama dilakukan dengan
dikeluarkannya retjcana pelajaran tahun 1947 yang menggantikan
seluruh sistem pendidikan kolonial, kemudian pada tahun 1952 kurikulum
ini mengalami penyempurnaan dan dan diberinana rentjana Pelajaran terurai 1952.Perubahan kedua terjadi dengan dikeluarkannya rentjana pendidikan tahun 1964,
perubahan tersebut terjadi karena merasa perlunya peningkatan dan
pengejaran segala ketertinggalan dalam ilmu pengetahuan khususnya
ilmu-ilmu alam dan matematika.
Saat orde baru terlahirpun kurikulum
mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan pertama terjadi dengan
dikeluarkannya kurikulum 1968 yang didasari oleh adanya tuntutan untuk
mengadakan perubahan secara radikal pemerintahan orde lama dalam segala
aspek kehidupan termasuk pendidikan. Perubahan kedua terjadi dengan
diterbitkannya kurikulum tahun 1975 (disempurnakan dengan kurikulum 1976
dan 1977). Perubahan ketiga terjadi dengan diberlakuannya kurikulum
tahun 1984. Dan Perubahan keempat terjadi Ketika di negara kita
diberlakukan Undang-undang Sistem pendidikan Nasional (UUSPN) pada tahun
1989 beserta seperangkat peraturan pemerintah yang mengatur lebih
lanjut pelaksanaan UUSPN tersebut, menyebabkan perlunya pembuatan atau
penyusunan kurikulum yang sesuai dengan rumusan pasal-pasal yang
tercantum dalam UUSPN dan peraturan pemerintahnya. Maka pada Tahun 1994
di negara kita diberlakukan kurikulum baru sesuai dengan keputusan
menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 060/U/1993 tanggal 25 Februari
1993.
Perubahan dan perbaikan kurikulum itu
wajar terjadi dan memang harus terjadi, karena kurikulum yang disajikan
harus senantiasa sesuai dengan segala perubahan dan perkembangan yang
terjadi. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Subandijah (1993:3), bahwa
:
Apabila kurikulum itu dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka kurikulum dalam kedudukannya harus memiliki sipat anticipatori, bukan hanya sebagai reportorial. Hal ini berarti bahwa kurikulum harus dapat meramalkan kejadian di masa yang akan datang, tidak hanya melaporkan keberhasilan peserta didik.
Sifat kurikulum yang harus senantiasa adaptif dan antisipatif ini sesuai dengan Sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi :
علموا اولادكم فانهم مخلقون غير زمنكم
Artinya : “Didiklah anak-ankmu itu, karena sesungguhnya mereka diciptakan untuk mengisi masa yang bukan masamu”
Seiring dengan terjadinya perubahan
politik dan bergantinya rezim orde baru dan terjadinya amandemen
terhadap Undang-Undang Dasar 1945 menyebabkan eksistensi Undang-Undang
Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) dirasakan
tidak lagi memadai dan tidak lagi sesuai dengan amanat perubahan
Undang-Undang Dasar 1945 tersebut dipandang perlu menyempurnakan UUSPN
tersebut, dan pada tahun 2003 dengan persetujuan bersama Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia
menetapkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang kemudian lebih dikenal dengan UU SISDIKNAS.
Sesuai dengan tuntututan UU SISDIKNAS
pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan yang menyebabkan kurikulum yang berlaku di
sekolah adalah kurikulum yang sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Agar kurikulum yang digunakan di sekolah
sesuai dengan standar nasional pendidikan maka Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia mengeluarkan peraturan menteri pendidikan
nasional nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi yang di dalamnya memuat
tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kalender
pendidikan, standar kompetensi dan kompetensi dasar. Untuk
sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Departemen Agama tidak
ketinggalan Menteri Agamapun mengeluarkan Peraturan Menteri Agama No. 2
Tahun 2008 tentang standar kompetensi lulusan dan standar isi Pendidikan
Agama Islam dan Bhasa Arab di Madrasah.
Arah Baru Kurikulum Pendidikan Nasional
Lahirnya UU Sisdiknas No 20 tahun 2003
boleh dikatakan sebagai awal lahirnya arah baru pendidikan Indonesia
dimana kurikulum yang dibuat mengarah kepada pencapaian kompetensi siswa
baik kompetensi Kognitif, Afektif, maupun Psikomotor. Berikut ini
pasal-pasal yang terdapat dalam UU SISDIKNAS yang terkait secara
langsung dengan kurikulum. Dalam UU SISDIKNAS terdapat 4 pasal dan 10
ayat yang berbicara tentang kurikulum, yaitu :
Pasal 1 ayat 19
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, da bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraankegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Pasal 36 ayat 1, 2 dan 3
(1) Pengembangan kurikulum
dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Kurikulum pada semua jenjang
dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsipdiversifikasi sesuai
dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
(3) Kurikulum disusun sesuai
dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan memperhatikan:
- Peningkatan Iman Dan Takwa;
- Peningkatan Akhlak Mulia;
- Peningkatan Potensi, Kecerdasan, Dan Minat Peserta Didik;
- Keragaman Potensi Daerah Dan Lingkungan;
- Tuntutan Pembangunan Daerah Dan Nasional;
- Tuntutan Dunia Kerja;
- Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Dan Seni;
- Agama;
- Dinamika Perkembangan Global; Dan
- Persatuan Nasional Dan Nilai-Nilai Kebangsaan.
Pasal 37 ayat 1 dan 2
(1) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
- Pendidikan Agama;
- Pendidikan Kewarganegaraan;
- Bahasa;
- Matematika;
- Ilmu Pengetahuan Alam;
- Ilmu Pengetahuan Sosial;
- Seni Dan Budaya;
- Pendidikan Jasmani Dan Olahraga;
- Keterampilan/Kejuruan; Dan
- Muatan Lokal.
(2) Kurikulum Pendidikan Tinggi Wajib Memuat:
- pendidikan agama;
- pendidikan kewarganegaraan; dan
- bahasa.
Pasal 38 ayat 1, 2, 3, dan 4
(1) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Kurikulum pendidikan dasar dan
menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok
atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi
dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama
kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan
menengah.
(3) Kurikulum pendidikan tinggi
dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.
(4) Kerangka dasar dan struktur
kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang
bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk
setiap program studi.
Kurikulum Berbasis Kompetensi
Usaha pemerintah maupun pihak swasta
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan terutama meningkatkan hasil
belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus menerus dilakukan,
seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses
pembelajaran.
Kurikulum Berbasis Kompetensi
merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil
belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar,
dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum
sekolah. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil dan
dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui
serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang
dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Depdiknas, Tahun
2004).
Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam
setiap tingkatan kelas dan sekolah dan sekaligus menggambarkan kemajuan
siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi
kompeten.
Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu:
(1) pemilihan kompetensi yang sesuai;
(2) spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi;
(3) pengembangan sistem pembelajaran.
Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
- Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
- Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
- Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
- Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.(Depdiknas, Tahun 2004).
Setidaknya ada dua versi Kurikulum
Berbasis Kompetensi yang pernah ada di Indonesia setelah lahirnya UU
SISDIKNAS no 20 tahun 2003, yaitu KBK tahun 2004 yang tidak pernah
disyahkan menteri pendidikan Nasional walaupun telah menelan biaya
milyaran rupiah dan KBK tahun 2006 yang selanjutnya lebih dikenal dengan
KTSP.
Nanang Rijono, dalam situs pribadinya
menatakan bahwa banyak kalangan, termasuk aparat Depdiknas dan Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota membuat statement bahwa Kurikulum
2004 (atau KBK) tidak terlalu jauh berbeda dengan Kurikulum 2006 yang
disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan baru
ditetapkan pemberlakuannya oleh Mendiknas melalui Peraturan Mendiknas
No. 24 Tahun 2006 tanggal 2 Juni 2006. Saya tidak tahu, apakah penyataan
mereka itu dimaksudkan untuk “menghibur guru” agar tidak resah
menghadapi perubahan kurikulum ini. Mengingat Kurikulum 2004 ini masih
dalam taraf ujicoba yang lebih luas sejak tahun pembelajaran 2004/2005
dan belum semua sekolah sudah menerapkan secara utuh Kurikulum 2004.
Namun apa daya, kini sudah dimunculkan kurikulum baru, Kurikulum 2006.
Sehingga muncullah statement yang “menghibur” tersebut.
Hal ini adalah ironis, karena menunjukkan
pemahaman yang sangat dangkal mereka terhadap Kurikulum 2006 tersebut.
Saya menduga mereka hanya “mengulang-ulang” pernyataan dari BSNP, aparat
Pusat Kurikulum, Pejabat Depdiknas yang bermaksud meredam agar
Kurikulum 2006 tidak mendapat tentangan dari ujung tombak pendidikan :
guru dan sekolah, atau gejolak yang meresahkan masyarakat dan dunia
pendidikan. Jika saja mereka sudah melakukan pembandingan secara
mendalam kedua kurikulum tersebut, niscaya mereka akan mengatakan bahwa
Kurikulum 2004 dengan Kurikulum 2006 berbeda secara nyata, secara
signifikan. Memang harus diakui dalam beberapa hal ada kesamaan atau
kemiripan antara keduanya.
Berikut ini kami sajikan perbedaan dan persamaan antara Kurikulum 2004 dan Kurikulum 2006 (perhatikal tebel) :
Perbandingan KBK 2004 dan 2006
ASPEK | KURIKULUM 2004 | KURIKULUM 2006 |
1. Landasan Hukum |
|
|
2. Implementasi /
Pelaksanaan Kurikulum |
|
|
3. Ideologi Pendidik- an yang Dianut |
|
|
4. Sifat (1) |
|
|
5. Sifat (2) |
|
|
6. Pendekatan |
|
|
7. Struktur |
|
|
8. Beban Belajar |
|
|
9. Pengembangan
Kurikulum lebih lanjut |
|
|
10. Prinsip
Pengembangan Kurikulum |
|
|
11. Prinsip
Pelaksanaan Kurikulum |
Tidak terdapat prinsip pelaksanaan kurikulum |
|
12. Pedoman
Pelaksanaan Kurikulum |
|
Tidak terdapat pedoman pelaksanaan kurikulum seperti pada Kurikulum 2004. |
Kurikulum Pendidikan Agama Islam Dalam KBK
Ketika kita berbicara Kurikulum berbasis
Kompetensi maka pembahasan utama yang harus kita lakukan adalah tentang
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus ditempuh oleh seorang
peserta didik.
Dalam KBK tahun 2004 untuk mata pelajaran
PAI (kita ambil contoh di jenjang SMP), Standar Kompetensi yang
disajikan sangat sederhana tapi cukup mendalam dan mencerminkan standar
kompetensi pendidikan Islam yang menyeluruh, untuk lebih jelasnya
perhatikan tabel berikut :
No
|
Standar Kompetensi
|
1
|
Mengamalkan ajaran AL Qur’an /Hadits dalam kehidupan sehari-hari |
2
|
Menerapkan aqidah Islam dalam kehidupan sehari-hari |
3
|
Menerapkan akhlakul karimah (akhlaq mulia) dan menghindari akhlaq tercela dalam kehidupan sehari |
4
|
Menerapkan syariah (hukum Islam) dalam kehidupan sehari-hari) |
5
|
Mengambil Manfaat dari Sejarah Perkembangan (peradaban) Islam dalam kehidupan sehari-hari. |
Kelima Standar Kompetensi di atas berlaku
untuk semua tingkat dari kelas VII s.d Kelas IX dan masing-masing dari
kelima standar kompetensi tersebut diuraikan lagi menjadi beberapa
kompetensi dasar yang memiliki cakupan materi yang cukup dalam dan
luas. Sebagai contoh untuk standar kompetensi dasar yang pertama di
kelas VII diurai ke dalam lima kompetensi Dasar yaitu :
1.1. Siswa mampu membaca, mengartikan dan menyalin surat adduha
1.2. Siswa mampu membaca, mengartikan dan menyalin surat Al Adiyat
1.3. Siswa mampu menerapkan hukum bacaan Alif lam syamsiyah dan Alif lam qamariyah
1.4. Siswa mampu mempraktikan hukum bacaan Nun mati dan Tanwin dan mim mati
1.5. Siswa mampu membaca, mengartikan, dan menyalin hadits tentang Rukun Islam.
Sementar dalam KBK tahun 2006 (KTSP),
setandar kompetensi yang disajikan untuk mata pelajaran pendidikan Agama
Islam sangat banyak tapi bobotnya amat dangkal, untuk kelas VII
terdapat 14 SK, untuk kelas VIII terdapat 15 SK, dan untuk kelas IX
terdapat 13 SK.
Ada satu pertanyaan yang mungkin
mengganjal di hati kita mengapa Standar Kompetensi dalam KBK 2006 ini
dangkal, jawabannya adalah karena Standar Kompetensi yang disajikan
dalam KBK 2006 adalah Kompetensi dasar dalam KBK 2004. Sebagai Contoh
Perhatikan Tabel berikut ini :
Kelas VII, Semester I
Standar Kompetensi | Kompetensi Dasar |
Al-Qur’an
|
1.1 Menjelaskan hukum bacaan bacaan ”Al” Syamsiyah dan ”Al”Qomariyah
1.2 Membedakan hukum bacaan bacaan ”Al” Syamsiyah dan ”Al”Qomariyah 1.3 Menerapkan bacaan bacaan ”Al” Syamsiyah dan ”Al”Qomariyah dalam bacaan surat-surat Al-Qur’an dengan benar |
Aqidah
|
2.1 Membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah
2.2 Menyebutkan arti ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah SWT 2.3 Menunjukkan tanda-tanda adanya Allah SWT 2.4 Menampilkan perilaku sebagai cermin keyakinan akan sifat-sifat Allah SWT |
|
3.1 Menyebutkan arti ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan 10 Asmaul Husna 3.2 Mengamalkan isi kandungan 10 Asmaul Husna |
Akhlak
|
4.1 Menjelaskan pengertian tawadhu, ta’at, qana’ah dan sabar
4.2 Menampilkan contoh-contoh perilaku tawadhu, ta’at, qana’ah dan sabar 4.3 Membiasakan perilaku tawadhu, ta’at, qana’ah dan sabar |
Fiqih
|
5.1 Menjelaskan ketentuan –ketentuan mandi wajib 5.2 Menjelaskan perbedaan hadas dan najis |
|
6.1 Menjelaskan ketentuan –ketentuan shalat wajib 6.2 Memperaktikkan shalat wajib |
|
7.1 Menjelaskan pengertian shalat jama’ah dan munfarid 7.2 Memperaktikkan shalat jama’ah dan shalat munfarid |
Tarikh dan kebudayaan Islam
|
8.1 Menjelaskan sejarah Nabi Muhammad SAW 8.2 Menjelaskan misi nabi Muhammad untuk semua manusia dan bangsa |
Dari kedua contoh perbandingan
kurikulum di atas jelaslah bahwa ternyata ke dalaman standar kompetensi
dan kompetensi dasar yang hendak dicapai oleh KBK 2004 jauh lebih
menyeluruh dibanding dengan KBK 2006, belum lagi kesulitan yang akan
dirasakan guru saat menyusun RPP dimana ketentuan pembuatan RPP adalah
satu KD satu RPP. Coba perhatikan SK yang pertama terdapt tiga KD,
berarti dari ketiga KD itu harus dibuat satu RPP dan satu RPP disajikan
dalam satu kali pertemuan atau lebih. Padahal ketiga KD di atas dapat
disajikan satu kali pertemuan (2 jam pelajaran).
Penutup
Demikianlah pembahasan tentang Analisis
Kebijakan Pendidikan Islam bidang kurikulum yang sangat sederhana dan
jauh dari kesempurnaan ini. Untuk menyempurnakan makalah ini kami
berharap kritik dan saran yang membangun dari semua peserta diskusi sore
hari ini.
Wallahu ‘alam
Daftar Bacaan
- Drs. H. Abdurrahman Shaleh, Penyelenggaraan Madrasah, Darma Bakti, Jakarta 1984.
- Ahmad Sadali dkk, Islam untuk disiplin Ilmu Pendidikan, CV Kuningan Mas, Jakarta, 1989
- Ahmad Supardi, Ilmu Pendidikan Islam, IAIN Sunan Gunung Djati, Bandung 1988
- BP7 Pusat, Undang-Undang Dasar, P4, GBHN, Jakarta, 1990
- Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Raja Gravindo Persada, Jakarta 1993
- Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, FIP IKIP, Yogyakarta, 1987
- Depdiknas, Kurikulum 2004 SMP Mata Pelajaran PAI, Jakarta, 2004
- Depdiknas, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, Jakarta, 2003
- Depdiknas, Peraturan Pemerintah no 19 Tahun 2005, Jakarta, Depdiknas, 2005
10. Depag, Peraturan Menteri Agama No. 2 Tahun 2008, Jakarta, Depag, 2008
11. Dr. Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Kencana, Jakarta, 2009
12. Prof. DR. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Isl;am , Kalam Mulia, Jakarta, 2008
Catatan :
Makalah diatas telah disajikan dalam
diskusi kelas Mata Kuliah Analisis Kebijakan Pendidikan Islam dengan
Dosen Pengampu Prof.Dr. Abudin Nata pada tanggal 13 Januari 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar