Sebuah
visi adalah pernyataan yang secara relatif mendeskripsikan aspirasi
atau arahan untuk masa depan organisasi. Dengan kata lain sebuah
pernyataan visi harus dapat menarik perhatian tetapi tidak menimbulkan
salah pemikiran.
Agar
visi sesuai dengan tujuan organisasi di masa mendatang, para pemimpin
harus menyusun dan manafsirkan tujuan-tujuan bagi individu dan unit-unit
kerja.
Peran Pemimpin dalam Pengendalian dan Hubungan Organisasional
Tindakan
manajemen para pemimpin organisasi dalam mengendalikan organisasi
meliputi: (a) mengelola harta milik atau aset organisasi; (b)
mengendalikan kualitas kepemimpinan dan kinerja organisasi; (c)
menumbuhkembangkan serta mengendalikan situasi maupun kondisi kondusif
yang berkenaan dengan keberadaan hubungan dalam organisasi. Dan peran
pengendalian serta pemelihara / pengendali hubungan dalam organisasi
merupakan pekerjaan kepemimpinan yang berat bagi pemimpin. Oleh sebab
itu diperlukan pengetahuan, seni dan keahlian untuk melaksanakan
kepemimpinan yang efektif.
Ruang
lingkup peran pengendali organiasasi yang melekat pada pemimpin
meliputi pengendalian pada perumusan pendefinisian masalah dan
pemecahannya, pengendalian pendelegasian wewenang, pengendalian uraian
kerja dan manajemen konflik.
Ruang
lingkup peran hubungan yang melekat pada pemimpin meliputi peran
pemimpin dalam pembentukan dan pembinaan tim-tim kerja; pengelolaan tata
kepegawaian yang berguna untuk pencapaian tujuan organisasi; pembukaan,
pembinaan dan pengendalian hubungan eksternal dan internal organisasi
serta perwakilan bagi organisasinya.
Salah
satu peran kepemimpinan yang harus dijalankan oleh seorang pemimpin
adalah peran membangkitkan semangat kerja. Peran ini dapat dijalankan
dengan cara memberikan pujian dan dukungan. Pujian dapat diberikan dalam
bentuk penghargaan dan insentif. Penghargaan adalah bentuk pujian yang
tidak berbentuk uang, sementara insentif adalah pujian yang berbentuk
uang atau benda yang dapat kuantifikasi. Pemberian insentif hendaknya
didasarkan pada aturan yang sudah disepakati bersama dan transparan.
Insentif akan efektif dalam peningkatan semangat kerja jika diberikan
secara tepat, artinya sesuai dengan tingkat kebutuhan karyawan yang
diberi insentif, dan disampaikan oleh pimpinan tertinggi dalam
organisasi , serta diberikan dalam suatu ‘event’ khusus.
Peran
membangkitkan semangat kerja dalam bentuk memberikan dukungan, bisa
dilakukan melalui kata-kata , baik langsung maupun tidak langsung, dalam
kalimat-kalimat yang sugestif. Dukungan juga dapat diberikan dalam
bentuk peningkatan atau penambahan sarana kerja, penambahan staf yag
berkualitas, perbaikan lingkungan kerja, dan semacamnya.
Informasi
merupakan jantung kualitas perusahaan atau organisasi; artinya walaupun
produk dan layanan purna jual perusahaan tersebut bagus, tetapi jika
komunikasi internal dan eksternalnya tidak bagus, maka perusahaan itu
tidak akan bertahan lama karena tidak akan dikenal masyarakat dan
koordinasi kerja di dalamnya jelek. Penyampaian atau penyebaran
informasi harus dirancang sedemikian rupa sehingga informasi benar-benar
sampai kepada komunikan yang dituju dan memberikan manfaat yang
diharapkan. Informasi yang disebarkan harus secara terus-menerus
dimonitor agar diketahui dampak internal maupun eksternalnya. Monitoring
tidak dapat dilakukan asal-asalan saja, tetapi harus betul-betul
dirancang secara efektif dan sistemik. Selain itu, seorang pemimpin juga
harus menjalankan peran consulting baik ke ligkungan internal
organisasi maupun ke luar organisasi secara baik, sehingga tercipta
budaya organisasi yang baik pula. Sebagai orang yang berada di puncak
dan dipandang memiliki pengetahuan yang lebih baik dibanding yang
dipimpin, seorang pemimpin juga harus mampu memberikan bimbingan yang
tepat dan simpatik kepada bawahannya yang mengalami masalah dalam
melaksanakan pekerjaannya.
Kepemimpinan
demokratis menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting
dalam setiap kelompok/organisasi. Gaya kepemimpinan demokratis
diwujudkan dengan dominasi perilaku sebagai pelindung dan penyelamat dan
perilaku yang cenderung memajukan dan mengembangkan
organisasi/kelompok. Di samping itu diwujudkan juga melalui perilaku
kepemimpinan sebagai pelaksana (eksekutif).
Dengan
didominasi oleh ketiga perilaku kepemimpinan tersebut, berarti gaya ini
diwarnai dengan usaha mewujudkan dan mengembangkan hubungan manusiawi
(human relationship) yang efektif, berdasarkan prinsip saling
menghormati dan menghargai antara yang satu dengan yang lain. Pemimpin
memandang dan menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjek,
yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti dirinya
juga. Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat,
minat/perhatian, kreativitas, inisiatif, dan lain-lain yang berbeda-beda
antara yang satu dengan yang lain selalu dihargai dan disalurkan secara
wajar.
Berdasarkan
prinsip tersebut di atas, dalam gaya kepemimpinan ini selalu terlihat
usaha untuk memanfaatkan setiap orang yang dipimpin. Proses kepemimpinan
diwujudkan dengan cara memberikan kesempatan yang luas bagi anggota
kelompok/organisasi untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan.
Partisipasi itu disesuaikan dengan posisi/jabatan masing-masing, di
samping memperhatikan pula tingkat dan jenis kemampuan setiap anggota
kelompok/organisasi. Para pemimpin pelaksana sebagai pembantu pucuk
pimpinan, memperoleh pelimpahan wewenang dan tanggung jawab, yang sama
atau seimbang pentingnya bagi pencapaian tujuan bersama. Sedang bagi
para anggota kesempatan berpartisipasi dilaksanakan dan dikembangkan
dalam berbagai kegiatan di lingkungan unit masing-masing, dengan
mendorong terwujudnya kerja sama, baik antara anggota dalam satu maupun
unit yang berbeda. Dengan demikian berarti setiap anggota tidak saja
diberi kesempatan untuk aktif, tetapi juga dibantu dalam mengembangkan
sikap dan kemampuannya memimpin. Kondisi itu memungkinkan setiap orang
siap untuk dipromosikan menduduki posisi/jabatan pemimpin secara
berjenjang, bilamana terjadi kekosongan karena pensiun, pindah,
meninggal dunia, atau sebab-sebab lain.
Kepemimpinan
dengan gaya demokratis dalam mengambil keputusan sangat mementingkan
musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di dalam unit
masing-masing. Dengan demikian dalam pelaksanaan setiap keputusan tidak
dirasakan sebagai kegiatan yang dipaksakan, justru sebaliknya semua
merasa terdorong mensukseskannya sebagai tanggung jawab bersama. Setiap
anggota kelompok/organisasi merasa perlu aktif bukan untuk kepentingan
sendiri atau beberapa orang tertentu, tetapi untuk kepentingan bersama.
Aktivitas
dirasakan sebagai kebutuhan dalam mewujudkan partisipasi, yang
berdampak pada perkembangan dan kemajuan kelompok/organisasi secara
keseluruhan. Tidak ada perasaan tertekan dan takut, namun pemimpin
selalu dihormati dan disegani secara wajar
Kepemimpinan
otoriter merupakan gaya kepemimpinan yang paling tua dikenal manusia.
Oleh karena itu gaya kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan
satu orang atau sekelompok kecil orang yang di antara mereka tetap ada
seorang yang paling berkuasa. Pemimpin bertindak sebagai penguasa
tunggal. Orang-orang yang dipimpin yang jumlahnya lebih banyak,
merupakan pihak yang dikuasai, yang disebut bawahan atau anak buah.
Kedudukan bawahan semata-mata sebagai pelaksana keputusan, perintah, dan
bahkan kehendak pimpinan. Pemimpin memandang dirinya lebih, dalam
segala hal dibandingkan dengan bawahannya. Kemampuan bawahan selalu
dipandang rendah, sehingga dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa
perintah. Perintah pemimpin sebagai atasan tidak boleh dibantah, karena
dipandang sebagai satu-satunya yang paling benar. Pemimpin sebagai
penguasa merupakan penentu nasib bawahannya. Oleh karena itu tidak ada
pilihan lain, selain harus tunduk dan patuh di bawah kekuasaan sang
pemimpin. Kekuasaan pimpinan digunakan untuk menekan bawahan, dengan
mempergunakan sanksi atau hukuman sebagai alat utama. Pemimpin menilai
kesuksesannya dari segi timbulnya rasa takut dan kepatuhan yang bersifat
kaku.
Kepemimpinan
dengan gaya otoriter banyak ditemui dalam pemerintahan Kerajaan
Absolut, sehingga ucapan raja berlaku sebagai undang-undang atau
ketentuan hukum yang mengikat. Di samping itu sering pula terlihat gaya
dalam kepemimpinan pemerintahan diktator sebagaimana terjadi di masa
Nazi Jerman dengan Hitler sebagai pemimpin yang otoriter.
Gaya Kepemimpinan Bebas dan Gaya Kepemimpinan Pelengkap
Gaya Kepemimpinan Bebas dan Gaya Kepemimpinan Pelengkap
Kepemimpinan
Bebas merupakan kebalikan dari tipe atau gaya kepemimpinan otoriter.
Dilihat dari segi perilaku ternyata gaya kepemimpinan ini cenderung
didominasi oleh perilaku kepemimpinan kompromi (compromiser) dan
perilaku kepemimpinan pembelot (deserter). Dalam prosesnya ternyata
sebenarnya tidak dilaksanakan kepemimpinan dalam arti sebagai rangkaian
kegiatan menggerakkan dan memotivasi anggota kelompok/organisasinya
dengan cara apa pun juga. Pemimpin berkedudukan sebagai simbol.
Kepemimpinannya dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang
yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan (berbuat)
menurut kehendak dan kepentingan masing-masing, baik secara
perseorangan maupun berupa kelompok-kelompok kecil.
Pemimpin
hanya memfungsikan dirinya sebagai penasihat, yang dilakukan dengan
memberi kesempatan untuk berkompromi atau bertanya bagi anggota kelompok
yang memerlukannya. Kesempatan itu diberikan baik sebelum maupun
sesudah anggota yang bersangkutan menetapkan keputusan atau melaksanakan
suatu kegiatan.
Kepemimpinan
dijalankan tanpa berbuat sesuatu, karena untuk bertanya atau tidak
(kompromi) tentang sesuatu rencana keputusan atau kegiatan, tergantung
sepenuhnya pada orang-orang yang dipimpin. Dalam keadaan seperti itu
setiap terjadi kekeliruan atau kesalahan, maka pemimpin selalu berlepas
tangan karena merasa tidak ikut serta menetapkannya menjadi keputusan
atau kegiatan yang dilaksanakan kelompok/organisasinya. Pemimpin
melepaskan diri dari tanggung jawab (deserter), dengan menuding bahwa
yang salah adalah anggota kelompok/organisasinya yang menetapkan atau
melaksanakan keputusan dan kegiatan tersebut. Oleh karena itu bukan
dirinya yang harus dan perlu diminta pertanggungjawaban telah berbuat
kekeliruan atau kesalahan.
Sehubungan
dengan itu apabila tidak seorang pun orang-orang yang dipimpin atau
bawahan yang mengambil inisiatif untuk menetapkan suatu keputusan dan
tidak pula melakukan sesuatu kegiatan, maka kepemimpinan dan keseluruhan
kelompok/organisasi menjadi tidak berfungsi. Kebebasan dalam menetapkan
suatu keputusan atau melakukan suatu kegiatan dalam tipe kepemimpinan
ini diserahkan sepenuhnya pada orang-orang yang dipimpin.
Oleh
karena setiap manusia mempunyai kemauan dan kehendak sendiri, maka akan
berakibat suasana kebersamaan tidak tercipta, kegiatan menjadi tidak
terarah dan simpang siur. Wewenang tidak jelas dan tanggung jawab
menjadi kacau, setiap anggota saling menunggu dan bahkan saling salah
menyalahkan apabila diminta pertanggungjawaban.
- Kepemimpinan Agitator
Tipe kepemimpinan ini diwarnai dengan kegiatan pemimpin dalam bentuk tekanan, adu domba, memperuncing perselisihan, menimbulkan dan memperbesar perpecahan/pertentangan dan lain-lain dengan maksud untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri. Agitasi yang dilakukan terhadap orang luar atau organisasi lain, adalah untuk mendapatkan keuntungan bagi organisasinya dan bahkan untuk kepentingan pemimpin sendiri
Di
samping gaya kepemimpinan demokratis, otokrasi maupun bebas maka pada
kenyataannya sulit untuk dibantah bila dikatakan terdapat beberapa gaya
atau perilaku kepemimpinan yang tidak dapat dikategorikan ke dalam salah
satu tipe kepemimpinan tersebut. Sehubungan dengan itu sekurang
kurangnya terdapat lima gaya atau perilaku kepemimpinan seperti itu.
Kelima gaya atau perilaku kepemimpinan itu adalah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar