STIT AT-TAQWA CIPARAY BANDUNG

Jumat, 08 Juli 2011

Antara Kepala Sekolah Dan Guru

Munculannya lembaga-lembaga pendidikan Islam akhir-akhir ini merupakan sebuah fenomena yang cukup menggembirakan, ini adalah salah satu bukti respon positif masyarakat terhadap kesempurnaan ajaran Islam yang mencakup segala aspek kehidupan manusia. Salah satu bukti kesempurnaan ajarannya adalah perhatian Islam yang tinggi pada masalah pendidikan, “…Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat…”. Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini, ayy lâ ta’taqidû annahû idzâ fasaha ahadun minkum li akhîhi anna dzâlika yakûnu naqshon fî haqqihi, bal huwa raf’atun wa ratbatun ‘inda Allâhi, wa Allâhu ta’âlâ lâ yudhî’u dzâlika lahu, bal yujzîhi bihâ fi al-dunyâ wa al-âkhirah. Jadi menurut Ibnu Katsir, Allah mengangkat beberapa derajat itu maksudnya adalah Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu bukan hanya disisi manusia, tapi juga yang lebih penting diangkat derajatnya disisi Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Sedangkan ‘Abdu al-Rahmân bin Nâshir al-Sa’di menafsirkan ayat ini sebagai berikut: “wa Allâhu ta’âla yarfa’u ahla al-ilmi wa al-îmâni darajâtin bihasbi mâ khossohum bihi min al-‘ilmi wa al-îmâni” . Jadi menurut ‘Abdu al-Rahmân bin Nâshir al-Sa’di, tafsir dari ayat ini adalah Allah SWT akan mengangkat derajat orang ahli ilmu (yang memiliki ilmu) dan orang ahli iman beberapa derajat berdasarkan dengan kekhususan ilmu dan iman mereka.

Salah satu tempat dalam proses pendidikan adalah sekolah. Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat kompleks karena sekolah sebagai organisasi yang di dalamnya terdapat keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Sedangka sifat unik menunjukkan bahwa sekolah sebagai organisasi memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi lain. Oleh karena sifatnya yang komlpeks dan unik tersebut, sekolah sebagai sebuah organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi antara pimpinan (kepala sekolah) dan bawahan (guru). Wahyo Sumidjo mengatakan bahwa ada dua hal yang perlu diperhatikan oleh kepala sekolah dalam menentukan keberhasilan di sekolah antara lain, pertama kepala sekolah berperan sebagai kekuatan sentral yang menjadi kekuatan penggerak sekolah, kedua kepala sekolah harus memahami tugas dan fungsi mereka demi keberhasilan sekolah, serta memiliki kepedulian terhadap staf (termasuk guru) dan siswa.

Maka, lembaga-lembaga pendidikan Islam harus selalu menjaga kualitas kinerjanya agar tidak kalah dan tenggelam dalam persaingan dengan lembaga-lembaga yang lain. Salah satu faktor penyebab maju mundurnya lembaga adalah kualitas sumber daya manusia (SDM) lembaga terutama guru sebagai ujung tombak pendidikan. Untuk itulah urusan sumber daya manusia sudah seharusnya mendapat perhatian yang serius dari kepala lembaga atau organisasi. Kalau dalam lembaga pendidikan, kepala lembaganya adalah kepala sekolah.

Oleh karena itu, keberhasilan sekolah menurut Mulyasa dapat dilihat dari out put sekolah, sementara kualitas out put tergantung dari SDM (guru) yang berkualitas. Dari teori di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kepala sekolah harus memiliki kepedulian (pay attention) yang sesuai (appropriate) dan perhatian khusus (special attention) terhadap tenaga pendidik (guru). Karena bagaimanapun guru adalah salah satu dari bagian yang penting dalam sebuah lembaga pendidikan. Sehingga dapat berjalan selaras (harmonious) dan seirama (in rhytm).

Oleh karena itu, kompetensi kepala sekolah tidak hanya dituntut memiliki kemampuan konseptual (conceptual skill), keterampilan kemanusiaan (human skill), keterampilan administrasi (administrative skill) dan keterampilan teknik (technical skill). Tapi ada hal penting yang mutlak harus dimiliki oleh kepala sekolah, yaitu kepala sekolah harus mampu mengkoordinasikan dan mempersatukan usaha seluruh sumber daya manusia ke arah pencapaian tujuan.

Sumber daya yang dimaksud di atas adalah guru. Karena guru adalah sekelompok sumber daya manusia yang ditugasi untuk membimbing dan melatih para peserta didik. Ia adalah al-Syaikh, al-Qiyadah, al-Ustadz, atau pribadi yang unggul yang memiliki karakter. Paling kokoh prinsipnya (asbatuhum mauqifan), paling lapang dadanya (arhabuhum shadran), paling dalam pemikirannya (a’maquhum fikran), paling luas wawasan dan pandangannya (ausa’uhum nadhran), paling rajin dalam amal-amalnya (ansyathuhum a’malan), paling akurat dan paling rapih dalam penataan organisasinya (aslabuhum tandhiman), dan puncaknya adalah yang paling banyak manfaatnya (aktsaruhum naf’an). guru adalah sekelompok sumber daya manusia yang ditugasi untuk membimbing, mengajar dan atau melatih para peserta didik, mereka adalah tenaga pengajar, tenaga pendidik yang secara khusus diangkat dengan tugas utama mengajar pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Semua itu adalah perangkat ideal yang mutlak dimiliki oleh seorang guru. Betapa luar biasanya potensi seorang guru dan betapa besar pengaruhnya terhadap kualitas peserta didik. Oleh karena itu, potensi yang besar dan kuat harus diimbangi dengan kualitas kemampuan kepala sekolah yang cerdas dalam rasionalitas dan intelektualitas (IQ) juga memiliki kekuatan sepiritual dan emosional (ESQ).

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mengharuskan orang untuk belajar terus. Lebih-lebih guru, yang mempunyai tugas mendidik dan mengajar. Sedikit saja lengah dalam belajar akan ketinggalan dengan perkembangan, termasuk siswa yang diajar. Oleh karena itu, kemampuan mengajar guru harus senantiasa ditingkatkan, antara lain melalui pembinaan guru.

Dominannya perhatian pemerintah, dalam hal ini adalah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, terhadap guru sebenarnya didasarkan atas suatu anggapan, bahwa di tangan gurulah mutu pendidikan kita banyak bergantung. Hal ini dapat dipahami dari kenyataan, tidak berdayanya sekolah-sekolah kita bila tidak ada gurunya. Guru dipandang sebagai faktor kunci, karena dia yang berinteraksi secara langsung dengan muridnya dalam proses belajar mengajar di sekolah.

Kadar kualitas guru ternyata dipandang sebagai penyebab kadar kualitas out put sekolah. Rendah dan merosotnya mutu pendidikan sebagaimana yang sering disinyalir oleh banyak media masa, hampir selalu disertai dengan menuding gurunya. Strategisnya peranan guru dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan dapat dipahami dari hakikat guru yang selama ini dijadikan asumsi pragmatik pendidikan guru. Asumsi-asumsi tersebut adalah, bahwa guru adalah: agen pembaharuan; berperan sebagai fasilitator yang memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi subyek didik untuk belajar; bertanggung jawab atas terciptanya hal belajar subjek didik; dituntut menjadi subjek didik; bertanggung jawab secara profesional meningkatkan kemampuannya; dan menjunjung tinggi kode etik profesionalnya.

Sungguhpun untuk mempersiapkan guru telah diupayakan sedemikian rupa, kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua guru di sekolah-sekolah kita betul-betul profesional dalam melaksanakan tugasnya. Hal demikian dapat dibuktikan dengan kenyataan-kenyatan: seringnya guru mengeluh kurikulum yang sering berubah, seringnya guru mengeluhkan kurikulum yang sarat dengan beban, seringnya siswa mengeluhkan cara mengajar guru yang tidak menarik, dan masih belum dijaminnya mutu pendidikan sebagaimana yang dikehendaki. Berkaitan dengan inilah, maka jauh sebelumnya Jacobson (1954) pernah menyatakan, bahwa tidak semua guru berada dalam keadaan well trained dan well qualifed.

Apa yang dikemukakan oleh Jacobson sebenarnya pernah dikemukakan oleh pakar pendidikan seperti Elsbree Mc Nally. Kenyataannya, menunjukkan bahwa perkembangan sains dan teknologi yang demikian cepat, akan menjadikan penyebab senantiasa dimutakhirkannya kemampuan guru. Jika guru lengah sedikit saja dalam memutakhirkan kemampuan, maka yang bersangkutan akan ketinggalan dengan perkembangannya.

Berdasarkan kenyataan itulah, maka guru-guru perlu dibina terus kemampuan profesionalnya. Sebab dengan pembinaan terus menerus, mereka akan memutakhirkan kemampuan profesionalnya. Perlunya pembinaan yang terus menerus ini, tidak saja secara konseptual dibenarkan, tetapi secara empirik telah banyak dibuktikan. Oleh karena itu, pemerintah melalui Depdikbud, membuat Pedoman Pembinaan Guru, sebagai salah satu perangkat dalam pedoman pelaksanaan kurikulum.

Dalam melaksanakan pembinaan guru, perhatian yang dominan haruslah tertuju pada aspek-aspek profesional, dengan mereduksikan aspek-aspek yang bersifat administratif. Bahkan di luar dunia pendidikan, kegiatan serupa dengan nama staff development, career development, staff improvement dan yang serupa juga banyak tertuju pada aspek-aspek profesional dibandingkan dengan aspek administratif.

Penelitian mengenai sikap guru terhadap usaha pembinaan dan peningkatan kemampuan guru telah banyak dilakukan. Blumberg (1974) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa guru-guru lebih bersikap positif jika pimpinannya menerapkan pendekatan kolaboratif dan non direktif. Maka, dalam pembinaan terhadap guru, kepala sekolah harus memiliki beberapa pola yang cukup efektif dan efisien dalam pembinaan tersebut.

Jadi, titik tekan dalam pembinaan kepala sekolah terhadap guru adalah pada aspek kompetensi profesianoalnya. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar