Ada tiga fungsi atau peranan Al-Quran yang sangat
penting untuk dipahami seorang Muslim, yaitu sebagai mukjizat, sebagai
pedoman hidup, dan sebagai korektor.
Al-Quran adalah wahyu dari Allah (QS 7:2) yang berfungsi sebagai
mukjizat bagi Rasulullah Muhammad saw. (QS 17:88; QS 10:38) sebagai
pedoman hidup bagi setiap Muslim (QS 4:105; QS 5:49-50; QS 45:20) dan
sebagai korekter atau penyempurna terhadap kitab-kitab yang pernah Allah
Swt. turunkan sebelumnya (QS 5:48,15; QS 16:64), dan bernilai abadi
atau berlaku sepanjang zaman. (i)
Berdasarkan definisi atau pengertian tersebut, setidaknya ada tiga
fungsi atau peranan Al-Quran yang sangat penting untuk dipahami seorang
Muslim, yaitu (1) sebagai mukjizat; (2) sebagai pedoman hidup; (3)
sebagai korektor.
Al-Quran sebagai Mukjizat
Dalam bahasa Arab, mukjizat berasal dari kata ‘ajz yang berarti lemah, kebalikan dari qudrah (kuasa). Sedangkan i’jaz berarti membuktikan kelemahan. Mu’jiz
adalah sesuatu yang melemahkan atau membuat yang lain menjadi lemah,
tidak berdaya. Setiap mukzijat biasanya turun untuk memberikan tantangan
bagi situasi zaman itu. Ketika pada zaman Nabi Musa para tukang sihir
sangat berkuasa dan mereka mencapai puncak kemampuannya dalam ilmu
sihir, Nabi Musa datang dengan membawa mukjizat yang mampu melumpuhkan
tipu daya para tukang sihir tersebut. Bukankah mukjizat berarti yang
melumpuhkan atau yang membuat lemah? Rasulullah saw. pun hadir pada
suatu zaman ketika sastra Arab mencapai puncak ketinggiannya. Beliau
datang dengan Al-Quran yang memiliki gaya bahasa tingkat tinggi yang
mampu melumpuhkan seluruh penyair yang ada pada zaman itu. (ii)
Syaikh Muhammad Abduh dalam kitabnya Risâlah at-Tauhîd
mengungkapkan bagaimana ketinggian dan kemajuan bahasa dan sastra Arab
ketika Al-Quran turun dan bagaimana Al-Quran mengalahkan semua
keunggulan tersebut, ”Al-Quran diturunkan pada suatu masa di mana para
ahli riwayat telah sepakat bahwa masa itu adalah masa yang sangat
gemilang ditinjau dari segi bahasa. Pada masa itu ada banyak sekali ahli
sastra dan ahli retorika (pidato).” Kemudian ia menuliskan tentang
tantangan Al-Quran terhadap para ahli pidato tersebut, ”Benarlah bahwa
Al-Quran itu suatu mukjizat. Telah berlalu masa yang panjang, generasi
datang silih berganti, dan tantangan Al-Quran tetap berlaku, akan tetapi
tidak seorang pun yang dapat menjawab tantangan tersebut. Semua kembali
dengan tangan hampa karena lemah dan tiada berdaya.” (iii)
Keindahan gaya bahasa Al-Quran dan kerapihan susunan katanya tidak
dapat ditemukan pada buku-buku bahasa Arab apa pun pada masa itu dan
masa sesudahnya. Itulah mengapa, Al-Quran menjadi salah satu sebab
terpenting bagi masuknya orang-orang pada masa Rasulullah saw. dan
setelahnya ke dalam Islam, serta menjadi sumber hidayah bagi orang-orang
pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Umar bin Khathab masuk
Islam setelah mendengar Al-Quran awal surat Thâhâ yang dibaca oleh
adiknya Fathimah. Abul Walid, diplomat Quraisy waktu itu, terpaksa
cepat-cepat pulang begitu mendengar beberapa ayat dari surat Fushshilat
yang dikemukakan Rasulullah saw. sebagai jawaban atas usaha-usaha
bujukan dan diplomasinya. Bahkan, seorang Abu Jahal pun, orang yang
paling memusuhi Rasulullah saw., sampai tidak jadi membunuh Nabi karena
mendengar surat Adh-Dhuha yang dibacakan oleh beliau.(iv)
Selain keindahan gaya bahasanya, ada petunjuk-petujuk sangat jelas
lainnya yang memperlihatkan bahwa Al-Quran datang dari Allah Swt. dengan
segala kemukjizatannya. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu
pengetahuan misalnya, dapat meyakinkan setiap orang yang mau berpikir
bahwa Al-Quran adalah firman-firman Allah Swt., tidak mungkin ciptaan
manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad saw. yang ummi (QS 7:158)
yang hidup pada awal abad keenam Masehi (571-632 M). Di antara
ayat-ayat tersebut umpamanya: QS 39:6; QS 6:125; QS 23:12,13,14; QS
51:49; QS 41:11-41; QS 21:30-33; QS 51:7,49, dan lain-lain. (v)
Ada pula ayat-ayat yang berhubungan dengan sejarah seperti tentang
kekuasaan di Mesir, Negeri Saba’. Tsamud, ’Aad, Nabi Adam, Nabi Yusuf,
Nabi Dawud, Nabi Sulaiman, Nabi Musa, dan sebagainya. Ayat-ayat ini
dapat memberikan keyakinan kepada kita bahwa Al-Quran adalah wahyu Allah
bukan ciptaan manusia. Ayat-ayat yang berhubungan dengan
ramalan-ramalan khusus yang kemudian dibuktikan oleh sejarah seperti
tentang bangsa Romawi, berpecah-belahnya Kristen, dan lain-lain juga
menjadi bukti lagi kepada kita bahwa Al-Quran adalah wahyu dari Allah
Swt. yang disampaikan melalui lisan utusan-Nya. (QS 30:2,3,4; QS 5:14). (vi)
Al-Quran sebagai Pedoman Hidup
Sebagai pedoman hidup, Al-Qur’an banyak mengemukakan pokok-pokok
serta prinsip-prinsip umum pengaturan hidup dalam hubungan antara
manusia dengan Allah dan mahluk lainnya. Di dalamnya terdapat
peraturan-peraturan seperti: beribadah langsung kepada Allah Swt. (QS 2:43,183,184,196,197; QS 11:114), berkeluarga (QS 4:3, 4,15,19,20,25; QS 2:221; QS 24:32; QS 60:10,11), bermasyarakat (QS 4:58; QS 49:10,13; QS 23:52; QS 8:46; QS 2:143), berdagang (QS 2:275,276,280; QS 4:29), utang-piutang (QS 2:282), kewarisan (QS 2:180; QS 4:7-12,176; QS 5:106), pendidikan dan pengajaran (QS 3:159; QS 4:9,63; QS 31:13-19; QS 26:39,40), pidana
(QS 2:178; QS 4:92,93; QS 5:38; QS 10:27; QS 17:33; QS 26:40), dan
aspek-aspek kehidupan lainnya yang oleh Allah Swt. dijamin dapat berlaku
dan dapat sesuai pada setiap tempat dan setiap waktu (QS 7:158; QS
34:28; QS 21:107). (vii)
Setiap Muslim diperintahkan untuk melakukan seluruh tata nilai
tersebut dalam kehidupannya (QS 2:208; QS 6:153; QS 9:51). Sikap memilih
sebagian dan menolak sebagian tata nilai itu dipandang Al-Quran sebagai
bentuk pelanggaran dan dosa (QS 33:36). Melaksanakannya dinilai ibadah
(QS 4:69; QS 24:52; QS 33:71), memperjuangkannya dinilai sebagai
perjuangan suci (QS 61:10-13; 9:41), mati karenanya dinilai sebagai mati
syahid (QS 3:157,169), hijrah karena memperjuangkannya dinilai sebagai
pengabdian yang tinggi (QS 4:100, QS 3:195), dan tidak mau
melaksanakannya dinilai sebagai zalim, fasiq, dan kafir (QS 5:44,45,47).
(viii)
Al-Quran sebagai Korektor
Sebagai korektor, Al-Quran banyak mengungkapkan persoalan-persoalan
yang dibahas oleh kitab-kitab suci sebelumnya, semacam Taurat dan Injil
yang dinilai tidak lagi sesuai dengan ajaran yang telah diturunkan oleh
Allah Swt. Ketidaksesuaian tersebut menyangkut sejarah orang-orang
tertentu, hukum-hukum, prinsip-prinsip ketuhanan, dan sebagainya. (ix)
Ada beberapa contoh koreksian yang diungkapkan oleh Al-Quran terhadap kitab-kitab terdahulu tersebut, antara lain:
- Tentang ajaran Trinitas (QS 5:73)
- Tentang Nabi Isa (QS 3:49,59; QS 5:72,76)
- Tentang peristiwa penyaliban Nabi Isa (4:157-158)
- Tentang Nabi Luth (QS 29:28-30; QS 7:80-84) perhatikan (Genesis, 19:33-36)
- Tentang Nabi Harun (QS 20:90-94) perhatikan (Keluaran, 37:2-4)
- Tentang Nabi Sulaiman (QS 2:102; QS 27:15-44) perhatikan (Raja-Raja, 21:4-5) dan sebagainya. (x)
Catatan Kaki:
(i) Miftah Faridl, Pokok-Pokok Ajaran Islam (Bandung: Pustaka Salman, 1982), hlm.8
(ii) Jalaluddin Rakhmat, “Mukjizat Al-Quran” dalam At-Tanwir, No. 289, Edisi Oktober 2007 (Bandung: Yayasan Muthahhari), hlm.5.
(iii) Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya (Bandung: Gema Risalah Press, 1992), hlm.107-108.
(iv) Miftah Faridl, op.cit., hlm.9
(v) Miftah Faridl, op.cit., hlm.9
(vi) Miftah Faridl, op.cit., hlm.9
(vii) Miftah Faridl, op.cit., hlm.10
(viii) Miftah Faridl, op.cit., hlm.10
(ix) Miftah Faridl, op.cit., hlm.11
(x) Miftah Faridl, op.cit., hlm.11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar