BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dimuka telah diuraikan bahwa nilai-nilai yang hendak dibentuk atau diwujudkan dalam nilai pribadi anak didik sehingga fungsional dan aktual dalam prilaku muslim, adalah nilai islami yang melandasi moralitas (akhlak).
Sistem nilai dan moral adalah suatu keseluruhan tatanan yang terdiri dari dua atau lebih dari komponen yang satu sama lain saling mempengaruhi atau bekerja dalam satu kesatuan atau keterpaduan yang bulat yang berorientasi kepada nilai dan moralitas islami. Jadi di sini tekanannya pada action system.
System nilai atau system moral yang dijadikan kerangka acuan yang menjadi rujukan cara berprilaku lahiriah dan rohaniah manusia musliam adalah nilai dan moralitas yang diajarkan oleh agama islam sebagai wahyu Allah, yang diturunkan kepada utusanNya Muhammad saw.
1.2. Rumusan Masalah
1. Seperti Apa Sistem, Nilai Dan Moral Yang Islami?
1.3. Batasan Pembahasan
1. Menjelaskan Sistem, Nilai Dan Moral Yang Islami
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dimuka telah diuraikan bahwa nilai-nilai yang hendak dibentuk atau diwujudkan dalam nilai pribadi anak didik sehingga fungsional dan aktual dalam prilaku muslim, adalah nilai islami yang melandasi moralitas (akhlak).
Sistem nilai dan moral adalah suatu keseluruhan tatanan yang terdiri dari dua atau lebih dari komponen yang satu sama lain saling mempengaruhi atau bekerja dalam satu kesatuan atau keterpaduan yang bulat yang berorientasi kepada nilai dan moralitas islami. Jadi di sini tekanannya pada action system.
System nilai atau system moral yang dijadikan kerangka acuan yang menjadi rujukan cara berprilaku lahiriah dan rohaniah manusia musliam adalah nilai dan moralitas yang diajarkan oleh agama islam sebagai wahyu Allah, yang diturunkan kepada utusanNya Muhammad saw.
1.2. Rumusan Masalah
1. Seperti Apa Sistem, Nilai Dan Moral Yang Islami?
1.3. Batasan Pembahasan
1. Menjelaskan Sistem, Nilai Dan Moral Yang Islami
BAB II
PEMBAHASAN
SISTEM NILAI DAN MORAL ISLAM
Nilai moral adalah suatu keseluruhan tatanan yang terdiri dari dua atau lebih dari komponen yang satu sama lain saling mempengaruhi atau bekerja dalam satu kesatuan atau keterpaduan yang bulat yang berorientasi kepada nilai dan moralitas islami. Jadi di sini tekanannya pada action system.
System nilai atau system moral yang dijadikan kerangka acuan yang menjadi rujukan cara berprilaku lahiriah dan rohaniah manusia musliam adalah nilai dan moralitas yang diajarkan oleh agama islam sebagai wahyu Allah, yang diturunkan kepada utusanNya Muhammad saw.
Nilai- nilai dalam islam mengandung 2 katagori arti dilihat dari segi normative yaitu pertimbangan tentang baik dan buruk, benar, salah, haq, batal, diridhoi dan dikutuk oleh Allah SWT. Sedang bila diliahat dari segi operatif nilai tersebut mengandung 5 pengertian katagorial yang menjadi perinsip standarisasi prilaku manusia:
1. wajib dan fardhu : yaitu bila dikerjakan orang akan mendapat pahala; dan bila ditinggalkan orang akan mendapat siksa Allah
2. sunnah dan mustahab : yaitu bila dikerjakan orang akan mendapat pahala; dan bila ditinggalkan orang tidak akan mendapat siksa.
3. mubah atau jaiz : yaitu bila dikerjakan, orang tidak akan mendapat siksa. Demikian pula sebaliknya, tidak pula disiksa oleh Allah
4. makruh : yaitu bila dikerjakan bila dikerjakan tiadak disiksa, hanya tidak disukai Allah, dan apabila ditinggalkan orang akan mendapatkan pahala.
5. Haram :Yaitu apalia ditinggalkan orang mendapatkan siksa dan bila ditinggalkan orang akan mendapatkan pahala.
Nila-nilai yang tercakup dalam nilai islami yang merupakan komponen atau sub-sistem adalah:
a. Sistem nilai kultur yang senada dan senafas dengan islam.
b. Sistem nilai social yang memiliki mekanisme gerak yang berorientasi kepada kehidupan sejahtera di dunia dan akhirat.
c. Sistem nilai yang bersifat psikologis dari masing-masing individu yang didorong oleh fungsi-fungsi psikologisnya untuk berprilaku secara terkontrol oleh nilai yang menjadi sumber rujuksnnya, yaitu islam.
d. Sistem nilai dari tingkah laku dari makhluk (manusia) yang mengandung interrelasi atau interkomunikasi dengan yang lainnya. Tingkah laku ini timbul karena adanya tuntutan dari kebutuhan mempertahankan hidup yang banyak diwarnai oleh nilai-nilai motivatif dalam pribadinya.
Perlu dijelaskan bahwa apa yang disebut “nilai” adalah suatu pola normative, yang menentukan tingkah laku yang diinginkan dari suatu system yang ada kaitannya dengan lingkungan sekitar tanpa membedakan fungsi-fungsi bagia-bagiannya. Nialai lebih mengutamakan berfungsinya pemeliharaan pola dari sisttem social.
Sedangkan pengertian “norma” disini adalah suatu pola yang menentukan tingkah laku yang diinginkan bagi suatu bagian (unit), yang beraspek khusus dan yang membedakan dari tugas-tugas kelompok lainnya. Norma integrative, ia mengatur berbagai macam proses yang membantu mengimplimentasikan komitmen terhadap nilai yang terpolakan.
Dengan demikian system nilai islami yang hendak dibentuk dalam pribadi anak didik dalam wujud keseluruhannya dapat diklasifikasikan ke dalam norma-norma. Misalnya norma hokum (syari’ah) islam, norma akhlak dan sebagainya. Norma tersebut diperlukan untuk memperjelas pedoman operatif dalam proses kependidikan.
sistem moral islami itu menurut sayyid abul A’la Al-Maududi adalah memiliki cirri-ciri yang sempurna, berbeda dengan sistem moral non islam. Cirri-ciri tersebut terletak pada tiga hal yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. keridhoaan Allah merupakan tujuan hidup muslim
2. semua lingkup kehidupan manusia senantiasa ditegakkan di atas moral Islami sehingga moralitas islami berkuasa penuh atas semua urusan kehidupan manusia.
3. Islam menurut manusia agar melaksanakan sistem kehidupan yang didasarkan atas norma-norma kebajikan dan jauh dari kejahatan. Pendapat tersebut berdasarkan pada firman Allah:
•• •
Artinya : (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.
• ••
Artinya : Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Ali Imran: 110)
Sistem moral islam dengan demikian, berpusat pada sikap mencari ridha Allah, pengendalian nafsu negative dan kemampuan berbuat kebajikan serta menjauhi perbuatan jahat, Fungsi nilai yang absolute adalah menuntut dan mengarahkan nilai-nilai cultural yang kualitasnya bersifat relativistis, yaitu nilai yang bergantung pada situasi dan kondisi perkembangan kebudayaan manusia.
1) Nilai-Nilai Yang Berkualitas Relativistis
Relativistis nilai-nilai manusia adalah bersifat cultural-sosiologis, yang terbentuk oleh kebudayan masyarakat dari mana pola etika manusia dilahirkan atau dilembagakan.
2) Paham Naturalisme, Pragmatisme dan Idealisme.
Naturalisme berorientasi kepada naturo-centris (berpusat pada alam), kepada tubuh jasmaniah, kepada panca indera, kepada hal-hal yang bersifat actual, kepada kekuatan dan sebagainya.
Pragmatisme lebih mementingkan orientasinya kepada pandangan antroposentris (berpusat kepada manusia), kepada batin manusia, kepada hal- hal yang bersifat praktis; kemampuan kecerdasan; perbuatan dalam masyarakat, dan kepada diri manusia (individualitas).
Idealisme berorientasi kepada ide- ide yang theosentris (berpusat kepada Tuhan), kepada jiwa (soul), kepada spiritualitas, kepada hal- hal yang ideal (serba cerita), kepada norma- norma yang mengandung kebenaran mutlak dan kesediaan berkorban serta kepada personalitas (kepribadian) manusia. Oleh karena itu filsafat pendidikan islam termasuk kedalam paham idealisme yang spiritualistis serta yang moralitas. Pendidikan moral dalam islam menjadi sangat penting dalam rangka membina manusia yang berakhlak mulia.
Sedangkan menurut islam, sanksi-sanksi moral terhadap perbuatan yang amoral adalah terletak pada siksa dari tuhan. Sedangkan sanksi terhadap perbuatan bermoral adalah pahala dari tuhan.
Perbedaan penerapan sanksi tersebut dinyatakan oleh allah sebagai berikut:
....
Artinya : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.
3) paham Idelisme Islam Tentang System Nilai Dan Moralitas
Daya pancar dari system nilai yang menerangi normalitas umat manusia menurut pandangan islam adalah bersumber dari cahaya Allah yang di gambarkan dalam surat Al-maidah, 15 sebagai berikut:
Artinya: ……..Sesungguhnya Telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan
Atas firman Allah diatas DR. Muhammad fadhil al- Djamily, ahli pendidikan Tunisia, berkesimpulan bahwa dalam proses kependidikan islam, pembentukan kepribadian anak didik harus diarahkan pada sasaran:
a. Pengembangan iman sehingga benar- benar berfungsi sebagai kekuatan pendorong kearah kebahagiaan hidup yang dihayati sebagai suatu nikmat Allah.
b. Pengembangan kemampuan mempergunakan akal kecerdasan untuk menganalisa hal- hal yang berbeda di balik kenyataan alam yang nampak. Seperti firman allah :
•
Artinya : Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan, (QS. Al-Balad :10)
c. Pengembangan potensi berakhlak mulia dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain, baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan.
Dalam hal ini allah memberi gambaran sebagai berikut:
Artinya : Dan mereka diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang baik dan ditunjuki (pula) kepada jalan (Allah) yang Terpuji. (QS Al-Hajj : 24)
d. Mengembangkan sikap beramal shaleh dalam setiap kepribadian muslim.
Dari uraian diatas kita dapat sedikit mengambil kesimpulan bahwa nilai dan moralitas islam timbul atau tumbuh dari sumber cita ketuhanan yang memancar dari hidayah Allah SWT sendiri, bukan dari getaran hati nurani manusia.
Paham idealisme islam demikian memiliki corak dan jiwa serba cita yang trasendental di mana tuhan dijadikan sumber nilai dan moralitas manusia.
Idealisme yang religius inilah yang dijadikan pedoman dalam proses kependidikan islam, sedang nilai dan moralitas yang religius dalam proses kependidikan islam menjadi landasan operasionalnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, maka dapat di simpulkan bahwa :
1. Nilai moral adalah suatu keseluruhan tatanan yang terdiri dari dua atau lebih dari komponen yang satu sama lain saling mempengaruhi atau bekerja dalam satu kesatuan atau keterpaduan yang bulat yang berorientasi kepada nilai dan moralitas islami.
2. Sistem nilai dan moral yang islami adalah sebagai berikut.
a. Pengembangan iman sehingga benar- benar berfungsi sebagai kekuatan pendorong kearah kebahagiaan hidup yang dihayati sebagai suatu nikmat Allah.
b. Pengembangan kemampuan mempergunakan akal kecerdasan untuk menganalisa hal- hal yang berbeda di balik kenyataan alam yang nampak.
c. Pengembangan potensi berakhlak mulia dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain, baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan.
d. Mengembangkan sikap beramal shaleh dalam setiap kepribadian muslim.
DAFTAR PUSTAKA
Indar, Djumbransyah. Filsafat Pendidikan Islam. Surabaya: Usaha Nasional, 1992.
Al Rasyidin dan Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis Dan Praktis, cet. Ke-2. Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005.
Ihsan, Hamdani dan Ihsan, Fuad. Filsafat Pendidikan Islam, cetakan III. Bandung: CV.Pustaka Setia, 2007.
PEMBAHASAN
SISTEM NILAI DAN MORAL ISLAM
Nilai moral adalah suatu keseluruhan tatanan yang terdiri dari dua atau lebih dari komponen yang satu sama lain saling mempengaruhi atau bekerja dalam satu kesatuan atau keterpaduan yang bulat yang berorientasi kepada nilai dan moralitas islami. Jadi di sini tekanannya pada action system.
System nilai atau system moral yang dijadikan kerangka acuan yang menjadi rujukan cara berprilaku lahiriah dan rohaniah manusia musliam adalah nilai dan moralitas yang diajarkan oleh agama islam sebagai wahyu Allah, yang diturunkan kepada utusanNya Muhammad saw.
Nilai- nilai dalam islam mengandung 2 katagori arti dilihat dari segi normative yaitu pertimbangan tentang baik dan buruk, benar, salah, haq, batal, diridhoi dan dikutuk oleh Allah SWT. Sedang bila diliahat dari segi operatif nilai tersebut mengandung 5 pengertian katagorial yang menjadi perinsip standarisasi prilaku manusia:
1. wajib dan fardhu : yaitu bila dikerjakan orang akan mendapat pahala; dan bila ditinggalkan orang akan mendapat siksa Allah
2. sunnah dan mustahab : yaitu bila dikerjakan orang akan mendapat pahala; dan bila ditinggalkan orang tidak akan mendapat siksa.
3. mubah atau jaiz : yaitu bila dikerjakan, orang tidak akan mendapat siksa. Demikian pula sebaliknya, tidak pula disiksa oleh Allah
4. makruh : yaitu bila dikerjakan bila dikerjakan tiadak disiksa, hanya tidak disukai Allah, dan apabila ditinggalkan orang akan mendapatkan pahala.
5. Haram :Yaitu apalia ditinggalkan orang mendapatkan siksa dan bila ditinggalkan orang akan mendapatkan pahala.
Nila-nilai yang tercakup dalam nilai islami yang merupakan komponen atau sub-sistem adalah:
a. Sistem nilai kultur yang senada dan senafas dengan islam.
b. Sistem nilai social yang memiliki mekanisme gerak yang berorientasi kepada kehidupan sejahtera di dunia dan akhirat.
c. Sistem nilai yang bersifat psikologis dari masing-masing individu yang didorong oleh fungsi-fungsi psikologisnya untuk berprilaku secara terkontrol oleh nilai yang menjadi sumber rujuksnnya, yaitu islam.
d. Sistem nilai dari tingkah laku dari makhluk (manusia) yang mengandung interrelasi atau interkomunikasi dengan yang lainnya. Tingkah laku ini timbul karena adanya tuntutan dari kebutuhan mempertahankan hidup yang banyak diwarnai oleh nilai-nilai motivatif dalam pribadinya.
Perlu dijelaskan bahwa apa yang disebut “nilai” adalah suatu pola normative, yang menentukan tingkah laku yang diinginkan dari suatu system yang ada kaitannya dengan lingkungan sekitar tanpa membedakan fungsi-fungsi bagia-bagiannya. Nialai lebih mengutamakan berfungsinya pemeliharaan pola dari sisttem social.
Sedangkan pengertian “norma” disini adalah suatu pola yang menentukan tingkah laku yang diinginkan bagi suatu bagian (unit), yang beraspek khusus dan yang membedakan dari tugas-tugas kelompok lainnya. Norma integrative, ia mengatur berbagai macam proses yang membantu mengimplimentasikan komitmen terhadap nilai yang terpolakan.
Dengan demikian system nilai islami yang hendak dibentuk dalam pribadi anak didik dalam wujud keseluruhannya dapat diklasifikasikan ke dalam norma-norma. Misalnya norma hokum (syari’ah) islam, norma akhlak dan sebagainya. Norma tersebut diperlukan untuk memperjelas pedoman operatif dalam proses kependidikan.
sistem moral islami itu menurut sayyid abul A’la Al-Maududi adalah memiliki cirri-ciri yang sempurna, berbeda dengan sistem moral non islam. Cirri-ciri tersebut terletak pada tiga hal yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. keridhoaan Allah merupakan tujuan hidup muslim
2. semua lingkup kehidupan manusia senantiasa ditegakkan di atas moral Islami sehingga moralitas islami berkuasa penuh atas semua urusan kehidupan manusia.
3. Islam menurut manusia agar melaksanakan sistem kehidupan yang didasarkan atas norma-norma kebajikan dan jauh dari kejahatan. Pendapat tersebut berdasarkan pada firman Allah:
•• •
Artinya : (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.
• ••
Artinya : Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Ali Imran: 110)
Sistem moral islam dengan demikian, berpusat pada sikap mencari ridha Allah, pengendalian nafsu negative dan kemampuan berbuat kebajikan serta menjauhi perbuatan jahat, Fungsi nilai yang absolute adalah menuntut dan mengarahkan nilai-nilai cultural yang kualitasnya bersifat relativistis, yaitu nilai yang bergantung pada situasi dan kondisi perkembangan kebudayaan manusia.
1) Nilai-Nilai Yang Berkualitas Relativistis
Relativistis nilai-nilai manusia adalah bersifat cultural-sosiologis, yang terbentuk oleh kebudayan masyarakat dari mana pola etika manusia dilahirkan atau dilembagakan.
2) Paham Naturalisme, Pragmatisme dan Idealisme.
Naturalisme berorientasi kepada naturo-centris (berpusat pada alam), kepada tubuh jasmaniah, kepada panca indera, kepada hal-hal yang bersifat actual, kepada kekuatan dan sebagainya.
Pragmatisme lebih mementingkan orientasinya kepada pandangan antroposentris (berpusat kepada manusia), kepada batin manusia, kepada hal- hal yang bersifat praktis; kemampuan kecerdasan; perbuatan dalam masyarakat, dan kepada diri manusia (individualitas).
Idealisme berorientasi kepada ide- ide yang theosentris (berpusat kepada Tuhan), kepada jiwa (soul), kepada spiritualitas, kepada hal- hal yang ideal (serba cerita), kepada norma- norma yang mengandung kebenaran mutlak dan kesediaan berkorban serta kepada personalitas (kepribadian) manusia. Oleh karena itu filsafat pendidikan islam termasuk kedalam paham idealisme yang spiritualistis serta yang moralitas. Pendidikan moral dalam islam menjadi sangat penting dalam rangka membina manusia yang berakhlak mulia.
Sedangkan menurut islam, sanksi-sanksi moral terhadap perbuatan yang amoral adalah terletak pada siksa dari tuhan. Sedangkan sanksi terhadap perbuatan bermoral adalah pahala dari tuhan.
Perbedaan penerapan sanksi tersebut dinyatakan oleh allah sebagai berikut:
....
Artinya : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.
3) paham Idelisme Islam Tentang System Nilai Dan Moralitas
Daya pancar dari system nilai yang menerangi normalitas umat manusia menurut pandangan islam adalah bersumber dari cahaya Allah yang di gambarkan dalam surat Al-maidah, 15 sebagai berikut:
Artinya: ……..Sesungguhnya Telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan
Atas firman Allah diatas DR. Muhammad fadhil al- Djamily, ahli pendidikan Tunisia, berkesimpulan bahwa dalam proses kependidikan islam, pembentukan kepribadian anak didik harus diarahkan pada sasaran:
a. Pengembangan iman sehingga benar- benar berfungsi sebagai kekuatan pendorong kearah kebahagiaan hidup yang dihayati sebagai suatu nikmat Allah.
b. Pengembangan kemampuan mempergunakan akal kecerdasan untuk menganalisa hal- hal yang berbeda di balik kenyataan alam yang nampak. Seperti firman allah :
•
Artinya : Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan, (QS. Al-Balad :10)
c. Pengembangan potensi berakhlak mulia dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain, baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan.
Dalam hal ini allah memberi gambaran sebagai berikut:
Artinya : Dan mereka diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang baik dan ditunjuki (pula) kepada jalan (Allah) yang Terpuji. (QS Al-Hajj : 24)
d. Mengembangkan sikap beramal shaleh dalam setiap kepribadian muslim.
Dari uraian diatas kita dapat sedikit mengambil kesimpulan bahwa nilai dan moralitas islam timbul atau tumbuh dari sumber cita ketuhanan yang memancar dari hidayah Allah SWT sendiri, bukan dari getaran hati nurani manusia.
Paham idealisme islam demikian memiliki corak dan jiwa serba cita yang trasendental di mana tuhan dijadikan sumber nilai dan moralitas manusia.
Idealisme yang religius inilah yang dijadikan pedoman dalam proses kependidikan islam, sedang nilai dan moralitas yang religius dalam proses kependidikan islam menjadi landasan operasionalnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, maka dapat di simpulkan bahwa :
1. Nilai moral adalah suatu keseluruhan tatanan yang terdiri dari dua atau lebih dari komponen yang satu sama lain saling mempengaruhi atau bekerja dalam satu kesatuan atau keterpaduan yang bulat yang berorientasi kepada nilai dan moralitas islami.
2. Sistem nilai dan moral yang islami adalah sebagai berikut.
a. Pengembangan iman sehingga benar- benar berfungsi sebagai kekuatan pendorong kearah kebahagiaan hidup yang dihayati sebagai suatu nikmat Allah.
b. Pengembangan kemampuan mempergunakan akal kecerdasan untuk menganalisa hal- hal yang berbeda di balik kenyataan alam yang nampak.
c. Pengembangan potensi berakhlak mulia dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain, baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan.
d. Mengembangkan sikap beramal shaleh dalam setiap kepribadian muslim.
DAFTAR PUSTAKA
Indar, Djumbransyah. Filsafat Pendidikan Islam. Surabaya: Usaha Nasional, 1992.
Al Rasyidin dan Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis Dan Praktis, cet. Ke-2. Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005.
Ihsan, Hamdani dan Ihsan, Fuad. Filsafat Pendidikan Islam, cetakan III. Bandung: CV.Pustaka Setia, 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar