PENDAHULUAN
Naluri
manusia untuk selalu hidup dan berhubungan dengan orang lain disebut
“gregariousness” dan oleh karena itu manusia disebut mahluk sosial.
kebudayaan yaitu sistem terintegrasi dari perilaku manusia dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. manusia dikenal sebagai mahluk yang
berbudaya karena berfungsi sebagai pembentuk kebudayaan, sekaligus apat
berperan karena didorong oleh hasrat atau keinginan yang ada dalam diri
manusia yaitu :
1. Menyatu dengan manusia lain yang berbeda disekelilingnya
2. Menyatu dengan suasana dalam sekelilingnya
MANUSIA SEBAGAI MAHLUK INDIVIDU
Individu
berasal dari kata latin “individuum” artinya yang tidak terbagi, maka
kata individu merupakan sebutan yang dapat digunakan untuk menyatakan
suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Kata individu bukan
berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi,
melainkan sebagai kesatuan yang terbatas yaitu sebagai manusia
perseorangan.
Pertumbuhan Individu
Menurut
para ahli yang menganut aliran asosiasi berpendapat, bahwa pertumbuhan
pada dasarnya adalah proses asosiasi. Pada proses asosiasi yang primer
adalah bagian-bagian. Bagian-bagian yang ada lebih dahulu, sedangkan
keseluruhan ada pada kemudian. Bagian-bagian ini terikat satu sama lain
menjadi keseluruhan asosiasi.Proses asosiasi yaitu terjadinya perubahan
pada seseorang secara tahap demi tahap karena pengaruh timbal balik dari
pengalaman atau empiri luar melalui pancaindera yang menimbulkan
sensations maupun pengalaman dalam mengenal keadaan batin sendiri yang
menimbulkan sensation. Menurut aliran psikologi gestalt pertumbuhan
adalah proses diferensiasi. Dalam proses diferensiasi yang pokok adalah
keseluruhan sedang bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian
dari keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang
lain. Jadi menurut proses ini keseluruhan yang lebih dahulu ada, baru
kemudian menyusul bagian-bagiannya. Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan
ini adalah proses perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam
mengenal suatu yang semula mengenal sesuatu secara keseluruhan baru
kemudian mengenal bagian-bagian dari lingkungan yang ada.
Konsep
aliran sosiologi tentang pertumbuhan menganggap pertumbuhan itu adalah
proses sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat mula-mula yang
asosial atau juga sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan:
- Pendirian Nativistik. Menurut para ahli dari golongan ini berpendapat bahwa pertumbuhan itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir
- Pendirian Empiristik dan environmentalistik. Pendirian ini berlawanan dengan pendapat nativistik, mereka menganggap bahwa pertumbuhan individu semata-nmata tergantung pada lingkungan sedang dasar tidak berperan sama sekali.
- Pendirian konvergensi dan interaksionisme. Aliran ini berpendapat bahwa interaksi antara dasar dan lingkungan dapat menentukan pertumbuhan individu.
Tahap pertumbuhan individu berdasarkan psikologi
- Masa vital yaitu dari usia 0.0 sampai kira-kira 2 tahun.
Pada masa vital ini individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan
berbagai hal dalam dunianya. meurut Frued tahun pertama dalam kehidupan
individu itu sebagai masa oral, karena mulut dipandang sebagai sumber
kenikmatan dan ketidak nikmatan.
- Masa estetik dari umur kira-kira 2 tahun sampai kira-kira 7 tahun
Masa
estetik ini dianggap sebagai masa pertumbuhan arasa keindahan.
sebenarnya kata estetik diartikan bahwa pada masa ini pertumbuhan anak
yang terutama adalah fungsi pancaindera. Dalam masa ini pula tampak
muncuk gejala kenakalan yang umumnya terjadi antara 3 tahun sampai umur 5
tahun.Adapun alasan anak berbuat kenakalan dalam usia tersebut adalah :
berkat
pertumbuhan bahasanya yang merupakan modal utama bagi anak dalam
menghadapi dunianya maka samapi-lah anak pada penyadaran ”aku”nya atau
tahap menemukan ”akunya yaitu suatu tahap ketika anak menemukan dirinya
sebagai subyek.
- Masa intelektual dari kira-kria 7 tahun sampai kira-kira 13 tahun atau 14 tahun
Ada beberapa sifat khas pada anak-anak masa ini antara lain :
a. Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi sekolah
b. Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan, permainan yang tradisional
c. Adanya kecenderungan memuji diri sendiri
d. Kalau tidak dapat menyelesaikan ssesuatu soal maka soal itu dianggap tidak penting
e. Senang membandingkan dirinya dengan anak lain
f. Adanya minat kepada kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit
g. Amat realistik ingin tahu, ingin belajar
h. Gemar membentuk kelompok sebaya
- Masa sosial, kira-kira umur 13 atau 14 tahun sampai kira-kira 20 – 21 tahun.
KELUARGA DAN FUNGSINYA DIDALAM KEHIDUPAN MANUSIA
Keluarga
adalah unit/satuan masyarakat terkecil yang sekaligus merupakan suatu
kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini dalam hubungannya dengan
perkembangan individu sering dikenal dengan sebutan primary group.
Sebagai gejala yang universal, keluarga mempunyai 4 karakteristik yang memberi kejelasan tentang konsep keluarga .
1. Keluarga
terdiri dari orang-orang yang bersatu karena ikatan perkawinan, darah
atau adopsi. Yang mengiakat suami dan istri adalah perkawinan, yang
mempersatukan orang tua dan anak-anak adalah hubungan darah (umumnya)
dan kadang-karang adopsi.
2. para
anggota suatu keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah dan
mereka membentuk suatu rumah tangga (household), kadang-kadang satu
rumah tangga itu hanya terdiri dari suami istri tanpa anak-anak, atau
dengan satu atau dua anak saja
3. Keluarga itu merupakan satu kesatuan orang-orang yang
berinteraksi dan saling berkomunikasi, yang memainkan peran suami dan
istri, bapak dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan
4. Keluarga itu mempertahankan suatu kebudayaan bersama yang sebagian besar berasal dari kebudayaan umum yang lebih luas.
Emile Durkheim mengemukakan
tentang sosiologi keluarga dalam karyanya : Introduction a la sosiologi
de la famile (mayor Polak, 1979: 331). Bersumber dari karya ini muncul
istilah : keluarga conjugal : yaitu keluarga dalam perkawinan monogamy,
terdiri dari ayah, ibi, dan anak-anaknya. Keluarga
conjugal sering juga disebut keluarga batih atau keluarga inti.
Koentjaraningrat membedakan 3 macam keluarga luas berdasarkan bentuknya :
- keluarga luas utrolokal, berdasarkan adapt utrolokal, terdiri dari keluarga inti senior dengan keluarga-keluarga batih/inti anak laki-laki maupun anak perempuan
- keluarga luas viriolokal, berdasakan adapt viriolokal, terdiri dari satu keluarga inti senior dengan keluarga-keluarga inti dari anak-anak lelaki
- Keluarga luas uxorilokal, berdasarkan adapt uxorilokal, terdiri dari satu keluarga inti senior dengan keluarga-keuarga batih/inti anak-anak perempuan
Fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakn didalam atau oleh keluarga itu. Macam-macam fungsi keluarga adalah
- Fungsi biologis
- Fungsi Pemeliharaan
- Fungsi Ekonomi
- Fungsi Keagamaan
- Fungsi Sosial
MASYARAKAT SUATU UNSUR DARI KEHIDUPAN MANUSIA
Dalam
bahas Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata latin
socius, yang berarti “kawan” istilah masyarakat itu sendiri berasal dari
akar kata Arab yaitu Syaraka yang berarti “ ikut serta,
berpartisipasi”.
Peter
L Berger, seorang ahlisosiologi memberikan definisi masyarakat sebagai
beriktu : “ masyarakat merupakan suatu keseluruhan komplkes hubungan
manusia yang luas sifatnya.”. Koentjaraningrat dalam tulisannya
menyatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia atau kesatuan
hidup manusiayang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat
tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa
identitas bersama.
Dalam
psikologi sosial masyarakat dinyatakan sebagai sekelompok manusia dalam
suatu kebersamaan hidup dan dengan wawasan hidup yang bersifat
kolektif, yang menunjukkan keteraturan tingkah laku warganya guna
memenuhi kebutuhan dan kepentingan masing-masing.Menilikkenyataan
dilapangan, suatu masyarakat bisaberupa suatu suku bangsa, bisa juga
berlatar belakang dari berbagai suku.
Dalam perkembangan dan pertumbuhannya masyarakat dapat digolongkan menjadi :
Masyarakat sederhana. Dalam perkembangan dan pertumbuhannya masyarakat dapat digolongkan menjadi :
Masyarakat
sederhana. Dalam lingkungan masyarakat sederhana (primitive) pola
pembagian kerja cenderung dibedakan menurut jenis kelamin.Dalam
lingkungan masyarakat sederhana (primitive) pola pembagian kerja
cenderung dibedakan menurut jenis kelamin.
Dalam perkembangan dan pertumbuhannya masyarakat dapat digolongkan menjadi :
1.Masyarakat sederhana.
Dalam lingkungan masyarakat sederhana (primitive) pola pembagian kerja cenderung dibedakan menurut jenis kelamin.
2.Masyarakat maju
Dalam lingkungan masyarakat maju, dapat dibedakan menjadi:
a. Masyarakat
non industri. Secara garis besar, kelompok ini dapat digolongkan
menjadi gua golongan yaitu kelompok primer dan kelompok sekunder. Dalam
kelompok primer, interaksi antar anggotanya terjdi lebih intensif,
lebih erat, lebi akrab. Kelompok ini disebut juga kelompok face to face
group.Sifag interaksi bercirak kekeluargaan dan lebih berdasarkan
simpati. Pembagian kerja atau pembagian tugas pada kelompok ini dititik
berakan pada kesadaran, tanggungjawab para anggotadan berlangsung atas
dasar rasa simpati dan secara sukarela. Dalam kelompok sekunder terpaut
saling hubungan tidak langsung, formal, juga kurang bersifat
kekeluargaan. Oleh krn itu sifat interaksi, pembagian kerja, diatur
atas dasar pertimbangan-pertimbagnan rasional obyektif. Para anggota
menerima pembagian kerja atas dasar kemampuan / keahlian tertentu,
disamping dituntut target dan tujuan tertentu yang telah ditentukan.
b. Masyarakat Industri. Contoh tukang roti, tukang sepatu, tukang bubut, tukang las.
D.Pemuda dan Sosialisasi
PENDAHULUAN
Pemuda
adalah golongan manusia manusia muda yang masih memerlukan pembinaan
dan pengembangan kearah yang lebih baik, agar dapat melanjutkan dan
mengisi pembangunan yang kini telah berlangsung, pemuda di Indonesia
dewasa ini sangat beraneka ragam, terutama bila dikaitkan dengan
kesempatan pendidikan.
Pemuda Indonesia
Ditinjau dari kelompok umur, maka pemuda Indonesia adalah sebagai berikut :
Masa bayi : 0 – 1 tahun
Masa anak : 1 – 12 tahun
Masa Puber : 12 – 15 tahun
Masa Pemuda : 15 – 21 tahun
Masa dewasa : 21 tahun keatas
Dilihat dari segi budaya atau fungsionalya maka dikenal istilah anak, remaja dan dewasa, dengan perincian sebagia berikut :
Golongan anak : 0 – 12 tahun
Golongan remaja : 13 – 18 tahun
Golongan dewasa : 18 (21) tahun keatas
Usia
0-18 tahun adalah merupakan sumber daya manusia muda, 16 – 21 tahun
keatas dipandang telah memiliki kematangan pribadi dan 18(21) tahun
adalah usia yang telah diperbolehkan untuk menjadi pegawai baik
pemerintah maupun swasta
Dilihat
dari segi ideologis politis, generasi muda adalah mereka yang berusia
18 – 30 – 40 tahun, karena merupakan calon pengganti generasi terdahulu.
Pengertian pemuda berdasarkan umur dan lembaga serta ruang lingkup
tempat pemuda berada terdiri atas 3 katagori yaitu :
1. Siswa, usia antara 6 – 18 tahun, masih duduk di bangku sekolah
2. Mahasiswa usia antara 18 – 25 tahun beradi di perguruan tinggi dan akademi
3. Pemuda di luar lingkungan sekolah maupun perguruan tinggi yaitu mereka yang berusia 15 – 30 tahun keatas.
Akan tetapi, apabila melihat peran pemuda sehubungan dengan pembangunan, peran itu dibedakan menjadi dua yaitu
1. Didasarkan
atas usaha pemuda untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan
lingkungan. Pemuda dalam hal ini dapat berperan sebagai penerus tradisi
dengan jalan menaati tradisi yang berlaku
2. Didasarkan atas usaha menolak menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Peran pemuda jenis ini dapat dirinci dalam tiga sikap, yaitu : pertama
jenis pemuda “pembangkit” mereka adalah pengurai atu
pembuka kejelasan dari suatu masalah sosial. Mereka secara tidak
langsung ktu mengubah masyarakat dan kebudayaan. Kedua pemuda pdelinkeun
atau pemuda nakal. Mereka tidak berniat mengadakan perubahan, baik
budaya maupun pada masyarakat, tetapi hanya berusaha memperoleh manfaat
dari masyarakat dengan melakukan tidnakan menguntungkan bagi dirinya,
sekalipun dalam kenyataannya merugikan. Ketiga, pemuda radikal. Mereka
berkeinginan besar untuk mengubah masyarakat dan kebudayaan lewat
cara-cara radikal, revolusioner.
Kedudukan
pemuda dalam masyarakat adalah sebagai mahluk moral, mahluk sosial.
Artinya beretika, bersusila, dijadikan sebagai barometer moral kehidupan
bangsa dan pengoreksi. Sebagai mahluk sosial artinya pemuda tidak dapat
berdiri sendiri, hidup bersama-sama, dapat menyesuaikan diri dengan
norma-norma, kepribadian, dan pandangan hidup yagn dianut masyarakat.
Sebagai mahluk individual artinya tidak melakukan kebebasan
sebebas-bebasnya, tetapi disertai ras tanggung jawab terhadap diri
sendiri, terhadap masyarakat, dan terhadap Tuhan Yang maha Esa.
Sosialisasi Pemuda
Proses
sosialisasi banyak ditentukan oleh susunan kebudayaan dan lingkungan
sosial yang bersangkutan. Berbeda dengan inkulturasi yang mementingkan
nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan dalam jiwa individu, sosialisasi
dititik beratkan pada soal individu dalam kelompok melalui pendidikan
dan perkembangannya. Oleh karena itu proses sosialisasi melahirkan
kedirian dan kepribadian seseorang.
Asal mula timbulnya kedirian :
1. Dalam proses sosialisasi mendapat bayangan dirinya, yaitu setelah memperhatikan cara orang lain memandang dan memperlakukan dirinya. Misalnya ia tidak disukai, tidak dihargai, tidak dipercaya; atau sebaliknya, ida disayangi, baik budi dandapt dipercaya
2. Dalam
proses sosialisasi juga membentuk kedirian yang ideal. Orang
bersangkutan mengetahui dengan pasti apa-apa yang harus ia lakukan agar
memperoleh penghargaan dari orang lain. Bentuk-bentuk kedirian ini berguna dalam meningkatkan ketaatan anak terhadap norma-norma sosial.
Thomas
Ford Hoult, menyebutkan bahwa proses sosialisasi adalah proses belajar
individu untuk bertingkah laku sesuai dengan standar yang terdapat dalam
kebudayaan masyarakatnya. Menurut R.S. Lazarus, proses sosialisasi
adalah proses akomodasi, dengan mana individu menghambat atau mengubah
impuls-impuls sesuai dengan tekanan lingkungan, dan mengembangkan
pola-pola nilai dan tingkah laku-tingkah laku yang baru yang sesuai
dengan kebudayaan masyarakat.
INTERNALISASI, BELAJAR DAN SPESIALISASI
Ketiga
kata atau istilah tersebut pada dasarnya memiliki pengertian yang
hampir sama. Proses berlangsungnya sama yaitu melalui interaksi sosial.
istilah internasilasasi lebih ditekankan pada norma-nroma individu yang
menginternasilasikan norma-norma tersebut. Istilah belajar ditekankan
pada perubahan tingkah laku, yang semula tidak dimiliki sekarang telah
dimiliki oleh seorang individu. istilah spesialisasi ditekankan pada
kekhususan yagn telah dimiliki oleh seorang individu, kekhususan timbul
melalui proses yang agak panjang dan lama.
Contoh studi kasus:
Yang Muda Mengubah Dunia
TIDAK
mudah menjadi agen perubahan sosial. Apalagi di zaman modern sekarang
ini ketika pengaruh globalisasi telah mengubah pola pandang masyarakat.
Budaya hedonis tak pelak telah merasuk dan menggerogoti gaya
hidup masyarakat. Meski demikian, tidak sedikit pula yang menyadari
bahwa idealisme untuk mendorong perubahan pola pikir masyarakat agar
menjadi lebih baik mutlak diperlukan. Paradigma inilah yang digunakan
para remaja yang berhasil meraih penghargaan Ashoka Young Changemaker
(YCm).
Mereka melakukan perubahan di masyarakat dengan gaya dan cara sendiri. Mereka sadar, tidak mudah mengukur secara kuantitatif dan kualitatif seberapa besar peran seseorang dalam memengaruhi lingkungannya menjadi lebih baik. Namun, segala risiko mereka lakukan untuk satu kata tadi, “perubahan”. Menurut Direktur Ashoka Indonesia Mira Kusumarini, ada konsep sederhana untuk mengukur dampak signifikan dari peranan anak muda. Jika sedikitnya ada 1 persen dari total populasi anak muda di Indonesia yang punya gagasan perubahan, harapan itu optimistis bisa terwujud. Namun, yang menjadi persoalan, untuk mencari angka 1 persen ini bukan perkara mudah.
“Saat ini baru ada 75 remaja dan anak muda yang terpilih menjadi fellow Ashoka YCm. Angka itu masih jauh dari angka target ideal yang kita harapkan apabila kita ingin melakukan perubahan sosial,” ujar Mira. Sekadar untuk diketahui, Ashoka Indonesia merupakan bagian dari Ashoka global yang merupakan asosiasi global wirausahawan sosial, yaitu individu yang memiliki visi, kreativitas, dan kegigihan luar biasa dalam kewirausahaan yang mendedikasikannya bagi pemecahan masalah sosial.
Sejak didirikan 26 tahun lalu, Ashoka menyediakan dukungan finansial, memberikan layanan profesional, dan jejaring global lebih dari 1.900 wirausahawan sosial. Sebanyak 140 di antaranya di Indonesia terpilih sebagai Ashoka Fellow di lebih dari 60 negara. Selain memberikan penghargaan kepada wirausahawan sosial, Ashoka Indonesia juga memberikan penghargaan kepada remaja dan anak muda yang berusia 10–25 tahun dalam program YCm. Harapannya, menurut Mira, dengan memberikan apresiasi dan dukungan kepada remaja yang memiliki idealisme ini, akan semakin banyak anak muda yang tergerak menjadi agen perubahan sosial.
Sebab nantinya merekalah yang akan menjadi calon-calon pemimpin di negeri ini. Sebagai pembawa perubahan di tengah masyarakat, kaum muda yang terpilih difasilitasi untuk berkumpul, berbagi inspirasi dan belajar bersama, serta membangun komunitas untuk mendukung tumbuhnya para pembaharu muda. Para kaum muda yang terpilih tersebut juga diberi kesempatan untuk belajar mewujudkan gagasan inovatif mereka sekaligus menempa karakter dan keterampilan sebagai pembaharu muda.
Program yang diinisiasi Ashoka Indonesia tiap tahunnya ini memilih sekira 10–20 anak muda dari penjuru Indonesia dengan pendanaan dari beberapa lembaga seperti Indonesia Business Link, Ford Foundation, dan Hivos. Anak-anak muda inilah yang didorong untuk berkontribusi dalam proses perubahan sosial.
Beragam inisiatif yang digagas anak muda tersebut antara lain pelatihan penanggulangan bencana untuk masyarakat sekitar Gunung Merapi, kampanye mengenai bahaya narkoba melalui media teater boneka, kampanye safe sexuntuk kalangan transeksual, kampanye antiperdagangan manusia (trafficking) anak melalui media teater, membangun kelompok dukungan untuk pecandu perempuan di rumah tahanan, kegiatan pendidikan untuk anak-anak yang memiliki akses yang minim terhadap pendidikan, dan sebagainya.
Jauh dari Ideal
Dengan estimasi jumlah remaja sekira 10 persen dari total populasi 230 juta jiwa penduduk Indonesia, jumlah populasi remaja Indonesia sekitar 23 juta jiwa. Artinya angka ideal jumlah agen perubahan sosial untuk bisa memberikan dampak signifikan bagi masyarakat Indonesia saat ini seharusnya sebanyak 2.300.000 remaja. Dengan demikian 75 remaja yang terpilih sebagai Ashoka YCm masih jauh dari angka ideal.
“Untuk itu memerlukan peran dari semua pihak, termasuk lingkungan keluarga, masyarakat sekitar, sekolah hingga Departemen Pendidikan Nasional sebagai regulator untuk mendorong anak-anak muda menjadi lebih kreatif,” paparnya. Dilihat dari sisi persebarannya, puluhan anak muda terpilih tersebut kebanyakan masih berasal dari Pulau Jawa. Meski demikian tidak sedikit yang berasal dari Sumatera, Bali, Sulawesi, dan lainnya. Sementara untuk Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Kalimantan, dan Papua belum ada remaja yang terpilih sebagai YCm.
Ini bukan berarti remaja NTT, NTB, Kalimantan, dan Papua kalah kreatif dengan remaja dari Jawa dan Sumatera. Namun, hal itu lebih disebabkan akses informasi dari program ini belum menyebar ke seluruh penjuru Indonesia hingga ke pelosok-pelosok. Selain itu, minimnya pemerataan infrastruktur dan penerapan sistem pendidikan bisa jadi sangat berperan. Sudah jamak diketahui, sarana pendidikan di Jakarta misalnya dengan di Papua mungkin ibarat bumi dan langit. Ini masih ditambah tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan belum merata bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Di daerah pelosok dan terpencil, bisa jadi pendidikan masih dianggap belum penting. Ironisnya lagi, meskipun di Jawa sarana pendidikan bisa dianggap memadai, menurut Mira, sistem yang ada justru tidak memberikan ruang bagi anak untuk lebih bebas berekspresi. Sistem pendidikan yang ada saat ini justru mengekang anak didik untuk berkreasi sesuai dengan keinginan dan bakatnya. Mereka hanya diajari materi pelajaran tertentu dan tidak pernah diajari apa manfaat pelajaran tersebut bagi kehidupan mereka dan masyarakat lingkungan sekitar.
“Sistem pendidikan formal kita hanya mengajari anak-anak didik di sisi knowledge, tetapi belum sampai ke attitude dan behaviour,” ujarnya. Attitude dan behaviour adalah tujuan pendidikan yang berorientasi pada perubahan sikap dan perilaku. Sistem pendidikan formal kurang mengakomodasi dua sisi penting dari pendidikan anak ini. Cara paling efektif untuk mencapai target sikap dan perilaku adalah melalui metode keteladanan. Sayang metode ini jarang diterapkan di sekolah-sekolah formal. Apalagi sampai mendorong anak didik untuk menjadi agen perubahan sosial bagi lingkungan keluarganya atau masyarakat sekitar.
Parahnya lagi jika ada anak yang cerdas dan memiliki ide brilian bagi lingkungannya justru dianggap sebagai anak yang berbeda dan ide tersebut justru dimatikan. “Ini sering terjadi. Tidak sedikit anak-anak yang memiliki ide untuk membantu lingkungan sekitarnya, tetapi tidak mendapat dukungan. Bahkan dicemooh sebagai sesuatu yang aneh sehingga yang menghambat justru kita orang dewasa ini,” ungkapnya.
Peran Lembaga Pendidikan
Kini Ashoka Indonesia mulai merintis kerja sama dengan beberapa lembaga pendidikan formal di Jakarta, Surabaya, dan Bandung untuk mencoba memasukkan materi remaja sebagai agen perubahan sosial dalam kurikulum pendidikan. Namun, ini masih dalam skala percontohan. Lebih efisien lagi apabila Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sebagai regulator di bidang pendidikan yang mengambil peran dan inisiatif.
“Sebab sedini mungkin mereka terekspos, lebih cepat anak-anak kita sadar tentang peran mereka bagi lingkungannya. Ketika mereka sudah memiliki ide untuk lingkungan kita, semua harus mendukungnya,” paparnya. Anak-anak dan remaja yang terpilih sebagai YCm memang sangat kreatif dengan beragam ide. Meskipun usia belia, kedewasaan pola pikir mereka tidak kalah dengan orang dewasa. Untuk tahun 2010, saat ini sedang dibuka penghargaan bagi YCm untuk bidang hak asasi manusia.
Sementara untuk tahun 2009, sebanyak 20 remaja terpilih sebagai YCm untuk bidang air bersih dan sanitasi. “Sejak awal tahun 2009 kami telah memproses lebih dari 100 anak muda dari Jawa, Sumatera, dan Bali yang memiliki inisiatif sosial untuk membuat perubahan di masyarakat,” kata Koordinator Program Ashoka YCm AgniYoga Airlangga. Remaja yang terpilih tersebut dinilai berdasarkan beberapa kategori.
Di antaranya, anak muda yang dianggap memenuhi kriteria kreatif, memiliki empati sosial, kepemimpinan dan kemampuan bekerja sama yang tinggi, menggagas kegiatan sosial yang mampu memberi dampak bagi masyarakat. Pada 18 Januari 2010 dewan juri yang terdiri atas para wirausahawan sosial Ashoka, pelaku bisnis dan pengajar bisnis serta manajemen berhasil menyeleksi 20 Pembaharu Muda dari 25 finalis.
“Para Pembaharu Muda terpilih ini akan bergabung dengan komunitas Pembaharu Muda Global dan akan menerima dukungan dana investasi pengembangan kegiatan senilai Rp2.500.000, dukungan pengembangan kapasitas melalui pelatihan dan mentoring, berjejaring dengan pembaharu sebaya tingkat nasional dan global,” ujarnya.(Koran SI/Koran SI/mbs).
Mereka melakukan perubahan di masyarakat dengan gaya dan cara sendiri. Mereka sadar, tidak mudah mengukur secara kuantitatif dan kualitatif seberapa besar peran seseorang dalam memengaruhi lingkungannya menjadi lebih baik. Namun, segala risiko mereka lakukan untuk satu kata tadi, “perubahan”. Menurut Direktur Ashoka Indonesia Mira Kusumarini, ada konsep sederhana untuk mengukur dampak signifikan dari peranan anak muda. Jika sedikitnya ada 1 persen dari total populasi anak muda di Indonesia yang punya gagasan perubahan, harapan itu optimistis bisa terwujud. Namun, yang menjadi persoalan, untuk mencari angka 1 persen ini bukan perkara mudah.
“Saat ini baru ada 75 remaja dan anak muda yang terpilih menjadi fellow Ashoka YCm. Angka itu masih jauh dari angka target ideal yang kita harapkan apabila kita ingin melakukan perubahan sosial,” ujar Mira. Sekadar untuk diketahui, Ashoka Indonesia merupakan bagian dari Ashoka global yang merupakan asosiasi global wirausahawan sosial, yaitu individu yang memiliki visi, kreativitas, dan kegigihan luar biasa dalam kewirausahaan yang mendedikasikannya bagi pemecahan masalah sosial.
Sejak didirikan 26 tahun lalu, Ashoka menyediakan dukungan finansial, memberikan layanan profesional, dan jejaring global lebih dari 1.900 wirausahawan sosial. Sebanyak 140 di antaranya di Indonesia terpilih sebagai Ashoka Fellow di lebih dari 60 negara. Selain memberikan penghargaan kepada wirausahawan sosial, Ashoka Indonesia juga memberikan penghargaan kepada remaja dan anak muda yang berusia 10–25 tahun dalam program YCm. Harapannya, menurut Mira, dengan memberikan apresiasi dan dukungan kepada remaja yang memiliki idealisme ini, akan semakin banyak anak muda yang tergerak menjadi agen perubahan sosial.
Sebab nantinya merekalah yang akan menjadi calon-calon pemimpin di negeri ini. Sebagai pembawa perubahan di tengah masyarakat, kaum muda yang terpilih difasilitasi untuk berkumpul, berbagi inspirasi dan belajar bersama, serta membangun komunitas untuk mendukung tumbuhnya para pembaharu muda. Para kaum muda yang terpilih tersebut juga diberi kesempatan untuk belajar mewujudkan gagasan inovatif mereka sekaligus menempa karakter dan keterampilan sebagai pembaharu muda.
Program yang diinisiasi Ashoka Indonesia tiap tahunnya ini memilih sekira 10–20 anak muda dari penjuru Indonesia dengan pendanaan dari beberapa lembaga seperti Indonesia Business Link, Ford Foundation, dan Hivos. Anak-anak muda inilah yang didorong untuk berkontribusi dalam proses perubahan sosial.
Beragam inisiatif yang digagas anak muda tersebut antara lain pelatihan penanggulangan bencana untuk masyarakat sekitar Gunung Merapi, kampanye mengenai bahaya narkoba melalui media teater boneka, kampanye safe sexuntuk kalangan transeksual, kampanye antiperdagangan manusia (trafficking) anak melalui media teater, membangun kelompok dukungan untuk pecandu perempuan di rumah tahanan, kegiatan pendidikan untuk anak-anak yang memiliki akses yang minim terhadap pendidikan, dan sebagainya.
Jauh dari Ideal
Dengan estimasi jumlah remaja sekira 10 persen dari total populasi 230 juta jiwa penduduk Indonesia, jumlah populasi remaja Indonesia sekitar 23 juta jiwa. Artinya angka ideal jumlah agen perubahan sosial untuk bisa memberikan dampak signifikan bagi masyarakat Indonesia saat ini seharusnya sebanyak 2.300.000 remaja. Dengan demikian 75 remaja yang terpilih sebagai Ashoka YCm masih jauh dari angka ideal.
“Untuk itu memerlukan peran dari semua pihak, termasuk lingkungan keluarga, masyarakat sekitar, sekolah hingga Departemen Pendidikan Nasional sebagai regulator untuk mendorong anak-anak muda menjadi lebih kreatif,” paparnya. Dilihat dari sisi persebarannya, puluhan anak muda terpilih tersebut kebanyakan masih berasal dari Pulau Jawa. Meski demikian tidak sedikit yang berasal dari Sumatera, Bali, Sulawesi, dan lainnya. Sementara untuk Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Kalimantan, dan Papua belum ada remaja yang terpilih sebagai YCm.
Ini bukan berarti remaja NTT, NTB, Kalimantan, dan Papua kalah kreatif dengan remaja dari Jawa dan Sumatera. Namun, hal itu lebih disebabkan akses informasi dari program ini belum menyebar ke seluruh penjuru Indonesia hingga ke pelosok-pelosok. Selain itu, minimnya pemerataan infrastruktur dan penerapan sistem pendidikan bisa jadi sangat berperan. Sudah jamak diketahui, sarana pendidikan di Jakarta misalnya dengan di Papua mungkin ibarat bumi dan langit. Ini masih ditambah tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan belum merata bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Di daerah pelosok dan terpencil, bisa jadi pendidikan masih dianggap belum penting. Ironisnya lagi, meskipun di Jawa sarana pendidikan bisa dianggap memadai, menurut Mira, sistem yang ada justru tidak memberikan ruang bagi anak untuk lebih bebas berekspresi. Sistem pendidikan yang ada saat ini justru mengekang anak didik untuk berkreasi sesuai dengan keinginan dan bakatnya. Mereka hanya diajari materi pelajaran tertentu dan tidak pernah diajari apa manfaat pelajaran tersebut bagi kehidupan mereka dan masyarakat lingkungan sekitar.
“Sistem pendidikan formal kita hanya mengajari anak-anak didik di sisi knowledge, tetapi belum sampai ke attitude dan behaviour,” ujarnya. Attitude dan behaviour adalah tujuan pendidikan yang berorientasi pada perubahan sikap dan perilaku. Sistem pendidikan formal kurang mengakomodasi dua sisi penting dari pendidikan anak ini. Cara paling efektif untuk mencapai target sikap dan perilaku adalah melalui metode keteladanan. Sayang metode ini jarang diterapkan di sekolah-sekolah formal. Apalagi sampai mendorong anak didik untuk menjadi agen perubahan sosial bagi lingkungan keluarganya atau masyarakat sekitar.
Parahnya lagi jika ada anak yang cerdas dan memiliki ide brilian bagi lingkungannya justru dianggap sebagai anak yang berbeda dan ide tersebut justru dimatikan. “Ini sering terjadi. Tidak sedikit anak-anak yang memiliki ide untuk membantu lingkungan sekitarnya, tetapi tidak mendapat dukungan. Bahkan dicemooh sebagai sesuatu yang aneh sehingga yang menghambat justru kita orang dewasa ini,” ungkapnya.
Peran Lembaga Pendidikan
Kini Ashoka Indonesia mulai merintis kerja sama dengan beberapa lembaga pendidikan formal di Jakarta, Surabaya, dan Bandung untuk mencoba memasukkan materi remaja sebagai agen perubahan sosial dalam kurikulum pendidikan. Namun, ini masih dalam skala percontohan. Lebih efisien lagi apabila Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sebagai regulator di bidang pendidikan yang mengambil peran dan inisiatif.
“Sebab sedini mungkin mereka terekspos, lebih cepat anak-anak kita sadar tentang peran mereka bagi lingkungannya. Ketika mereka sudah memiliki ide untuk lingkungan kita, semua harus mendukungnya,” paparnya. Anak-anak dan remaja yang terpilih sebagai YCm memang sangat kreatif dengan beragam ide. Meskipun usia belia, kedewasaan pola pikir mereka tidak kalah dengan orang dewasa. Untuk tahun 2010, saat ini sedang dibuka penghargaan bagi YCm untuk bidang hak asasi manusia.
Sementara untuk tahun 2009, sebanyak 20 remaja terpilih sebagai YCm untuk bidang air bersih dan sanitasi. “Sejak awal tahun 2009 kami telah memproses lebih dari 100 anak muda dari Jawa, Sumatera, dan Bali yang memiliki inisiatif sosial untuk membuat perubahan di masyarakat,” kata Koordinator Program Ashoka YCm AgniYoga Airlangga. Remaja yang terpilih tersebut dinilai berdasarkan beberapa kategori.
Di antaranya, anak muda yang dianggap memenuhi kriteria kreatif, memiliki empati sosial, kepemimpinan dan kemampuan bekerja sama yang tinggi, menggagas kegiatan sosial yang mampu memberi dampak bagi masyarakat. Pada 18 Januari 2010 dewan juri yang terdiri atas para wirausahawan sosial Ashoka, pelaku bisnis dan pengajar bisnis serta manajemen berhasil menyeleksi 20 Pembaharu Muda dari 25 finalis.
“Para Pembaharu Muda terpilih ini akan bergabung dengan komunitas Pembaharu Muda Global dan akan menerima dukungan dana investasi pengembangan kegiatan senilai Rp2.500.000, dukungan pengembangan kapasitas melalui pelatihan dan mentoring, berjejaring dengan pembaharu sebaya tingkat nasional dan global,” ujarnya.(Koran SI/Koran SI/mbs).
http://news.okezone.com/read/2010/01/24/283/297094/283/yang-muda-mengubah-dunia
"Blog ini bermanfaat sekali, terutama tentang PAI, tulisan dan karyanya semoga bertambah terus, karena saya sedang belajar Agama."
BalasHapus:))