Dewasa ini, banyak kita temui orang
yang menjadi guru seperti pilihan profesi terakhir. Dengan kata lain,
kalau sudah mendesak tidak ada pekerjaan lain atau sebuah status sosial
yang lekat dengan kemarginalan, gaji kecil, tidak sejahtera malah di
bawah garis kemiskinan. Bahkan ada guru yang dipilih asal pilih yang
penting ada yang mengajar. Sehingga sebagian besar peserta didik di
negeri ini tidak mempunyai minat yang tinggi dalam belajar. Sekolah
hanya sekedar waktu kosong atau ikut-ikutan, setelah itu pulang. Apalagi
harus mendengarkan materi pelajaran yang monoton. Sangat disyukuri
bila guru tidak masuk. anak-anak bersorai gembira karena tidak terbebani
hari itu. Sehingga yang menyebabkan semua ini terjadi adalah hilangnya
kreatifitas guru untuk menciptakan proses belajar mengajar yang sempurna
sehingga mempengaruhi atas peningkatan mutu kualitas belajar mengajar
itu sendiri.
Dalam manajemen
sumber daya manusia, menjadi profesional adalah tuntutan jabatan,
pekerjaan ataupun profesi. Dalam hal ini, termasuk guru saat ini harus
profesional. Sebab guru adalah pihak ujung tombak dalam proses belajar
mengajar. Untuk menghasilkan peserta didik yang berprestasi, tentu
berawal dari seorang guru yang memberikan ilmu kepada mereka. Guru saat
ini masih sangat sedikit yang antusias untuk menambah ilmunya sendiri.
Juga masih rendah minat guru untuk membaca dan membeli buku. Padahal
semua itu adalah sumber pengetahuan yang bisa mereka aplikasikan untuk
mereka para peserta didik di dalam proses belajar mengajar. Selain itu,
kualifikasi dan latar belakang pendidikan guru tidak sesuai dengan
bidang tugas. Di lapangan banyak di antara guru yang mengajarkan mata
pelajaran yang tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan latar
belakang pendidikan yang dimilikinya. Sehingga semua itu jelas nantinya
akan berdampak buruk pada kualitas (mutu) belajar mengajar di kelas,
bahkan berdampak buruk pada potensi dan masa depan siswa.
Parkey
(1998: 3) mengemukakan bahwa guru tidak hanya sekedar sebagai guru di
depan kelas, akan tetapi juga sebagai bagian dari organisasi yang turut
serta menentukan kemajuan sekolah bahkan di masyarakat. Sehingga bila
disimpulkan dari pendapat tadi, maka kita dapat menemukan beberapa
faktor yang menyebabkan semakin tingginya tuntutan terhadap
keprofesionalan yang harus dimiliki oleh guru. Faktor pertama adalah
karena cepatnya perkembangan dan perubahan yang terjadi saat ini
terutama perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi. Implikasi bagi
guru adalah dimana guru harus memiliki keterampilan-keterampilan yang
cukup untuk mampu memilih topik, aktivitas, dan cara kerja dari berbagai
kemungkinan yang ada.
Faktor
kedua adalah terjadinya perubahan pandangan dalam masyarakat yang
memiliki implikasi pada upaya-upaya pengembangan terhadap siswa. Sebagai
contoh, banyak guru yang memberikan motivasi seperti mendorong
anak-anak bekerja keras di sekolah agar nanti mereka memperoleh suatu
pekerjaan yang baik, tidak lagi menarik bagi mereka. Faktor ketiga
adalah perkembangan teknologi baru yang mampu menyajikan berbagai
informasi yang lebih cepat dan menarik. Perkembangan-perkembangan ini
menguji fleksibilitas dan adaptabilitas guru untuk memodifikasi gaya
mengajar mereka dalam mengakomodasi sekurang-sekurangnya sebagian dari
perkembangan baru tersebut yang memiliki suatu potensi untuk
meningkatkan proses pembelajaran.
Berdasarkan
hal di atas, maka pentingnya keprofesionalan guru ini sangat
berpengaruh terhadap meningkatnya (mutu) kualitas belajar mengajar.
Seorang guru harus mengetahui apa yang dilakukannya di dalam proses itu
dan menciptakan berbagai pengajaran-pengajaran yang memungkinkan
membangkitkan minat siswa untuk belajar. Oleh karena itu, dalam artikel
ini penulis akan membahas secara umum tentang kompetensi guru yang
profesional dalam proses belajar mengajar.
Guru Profesional
Kata profesional berasal dari bahasa Inggris yang berarti ahli, pakar, mampu dalam bidang yang digeluti. Menjadi profesional berarti menjadi ahli dalam bidangnya. Dan seorang ahli tentunya berkualitas dalam melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi, tidak semua ahli dapat menjadi berkualitas karena menjadi berkualitas bukan hanya menjadi persoalan ahli. Tetapi juga menyangkut persoalan integritas dan personaliti. Dalam perspektif pengembangan sumber daya manusia, mejadi profesional adalah satu kesatuan antara konsep personaliti dan integritas yang yang dipadupadankan dengan skil atau keahliannya. Menjadi profesional adalah tuntutan setiap profesi yang telah familiar di tengah masyarakat.
Kata profesional berasal dari bahasa Inggris yang berarti ahli, pakar, mampu dalam bidang yang digeluti. Menjadi profesional berarti menjadi ahli dalam bidangnya. Dan seorang ahli tentunya berkualitas dalam melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi, tidak semua ahli dapat menjadi berkualitas karena menjadi berkualitas bukan hanya menjadi persoalan ahli. Tetapi juga menyangkut persoalan integritas dan personaliti. Dalam perspektif pengembangan sumber daya manusia, mejadi profesional adalah satu kesatuan antara konsep personaliti dan integritas yang yang dipadupadankan dengan skil atau keahliannya. Menjadi profesional adalah tuntutan setiap profesi yang telah familiar di tengah masyarakat.
Dalam
kaitannya dengan guru, maka guru juga jelas sebuah profesi yang idealis
dan membutuhkan keprofesionalannya dalam menjalani profesi tersebut.
Kalau mengacu pada konsep di atas, menjadi profesional adalah meramu
kualitas dengan integritas menjadi guru profesional adalah keniscayaan.
Namun demikian, profesi guru juga sangat lekat dengan peran psikologis,
humanis, bahkan identik dengan citra kemanusiaan. Ibarat sebuah
laboratorium, seorang guru seperti ilmuwan yang sedang bereksperimen
terhadap nasib anak manusia dan juga suatu bangsa. Guru merupakan tokoh
sentral dalam dunia pendidikan yang sangat menentukan ke arah mana
sebuah bangsa menuju tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu, menjadi
guru yang memiliki keahlian dalam mendidik atau mengajar perlu
pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang memadai. Sementara itu,
menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan
dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran. Oleh
karena itu, guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi
yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran.
Dalam
kaitannya dengan proses belajar mengajar, guru profesional harus
menjadikan siswanya sebagai fokus utama dalam proses tersebut terkait
dengan materi yang diajarkan, disamping guru juga harus menguasai materi
yang diajarkannya. Hal ini berkaitan dengan kompetensi profesional yang
harus dimiliki guru dalam PP RI No. 19/2005 yang merupakan kemampuan
yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara
luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi
kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi
materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai
guru. Pengajar harus lebih memperhatikan minat, bakat, dan kebutuhan
pelajar ketimbang dengan target-target untuk menyelesaikan kurikulum
yang sebagian mungkin tidak relevan dengan minat, bakat, dan kebutuhan
pelajar setempat. Guru profesional juga harus memperhatikan dan
memfasilitasi proses-proses aktualisasi potensi, bakat, dan talenta
murid-muridnya. Di samping itu masih banyak beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh guru yang profesional dalam meningkatkan mutu
(kualitas) belajar mengajar yang berikut ini akan dibahas satu persatu
mengenai hal tersebut.
Personaliti Guru
Peran guru sangat identik dengan peran mendidik seperti membimbing, membina, mengasuh ataupun mengajar. Reece dan Walker (1997:92) mempertegas pernyataannya bahwa afektif adalah daerah yang paling sulit dan relatif kurang literatur menyangkut sikap. Sikap dapat diajarkan melalui pemberian contoh, misalnya bilamana guru sering terlambat, maka siswa pun akan berbuat sama. Dalam hal ini, siswa menjadikan guru sebagai “lukisan” yang akan ditiru oleh anak didiknya. Baik buruk hasil lukisan tersebut tergantung contohnya. Guru (digugu dan ditiru) otomatis menjadi teladan. Melihat peran tersebut, sudah menjadi kemutlakkan bahwa guru harus memiliki integritas dan personaliti yang baik dan benar. Hal sangat mendasar, karena tugas guru bukan hanya mengajar (transfer knowledge) tetapi juga menanamkan nilai-nilai dasar dari bangun karakter atau akhlak anak. Pembelajaran yang baik tidak dapat dipahami terutama hanya dari sebuah pengetahuan dan keterampilan-keterampilan, sebab sentral dari pembelajaran tersebut mencakup tindakan-tindakan moral dalam konteks yang bersifat khusus. Oleh sebab itu menurut Shulman dan Socket, guru yang baik harus menggunakan penilaian terhadap tindakan situasi kelas secara khusus. Penilaian dan tindakan-tindakan guru terhadap situasi haris mencakup tindakan-tindakan siswa sebagai sumber-sumber (agen) moral.
Peran guru sangat identik dengan peran mendidik seperti membimbing, membina, mengasuh ataupun mengajar. Reece dan Walker (1997:92) mempertegas pernyataannya bahwa afektif adalah daerah yang paling sulit dan relatif kurang literatur menyangkut sikap. Sikap dapat diajarkan melalui pemberian contoh, misalnya bilamana guru sering terlambat, maka siswa pun akan berbuat sama. Dalam hal ini, siswa menjadikan guru sebagai “lukisan” yang akan ditiru oleh anak didiknya. Baik buruk hasil lukisan tersebut tergantung contohnya. Guru (digugu dan ditiru) otomatis menjadi teladan. Melihat peran tersebut, sudah menjadi kemutlakkan bahwa guru harus memiliki integritas dan personaliti yang baik dan benar. Hal sangat mendasar, karena tugas guru bukan hanya mengajar (transfer knowledge) tetapi juga menanamkan nilai-nilai dasar dari bangun karakter atau akhlak anak. Pembelajaran yang baik tidak dapat dipahami terutama hanya dari sebuah pengetahuan dan keterampilan-keterampilan, sebab sentral dari pembelajaran tersebut mencakup tindakan-tindakan moral dalam konteks yang bersifat khusus. Oleh sebab itu menurut Shulman dan Socket, guru yang baik harus menggunakan penilaian terhadap tindakan situasi kelas secara khusus. Penilaian dan tindakan-tindakan guru terhadap situasi haris mencakup tindakan-tindakan siswa sebagai sumber-sumber (agen) moral.
Di
samping itu, personaliti guru ini juga menyangkut kepribadian seorang
guru sebagaimana dalam PP RI No. 19/2005 menetapkan 4 kompetensi yang
harus dimiliki guru, salah satunya yaitu kompetensi kepribadian.
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi
teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Memiliki kepribadian
yang stabil dan mantap dimaksudkan guru harus bangga sebagai pendidik
dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma. Memiliki
kepribadian yang dewasa dimaksudkan agar guru menampilkan kemandirian
dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai
pendidik. Memiliki kepribadian yang arif dimakduskan agar guru
menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik,
sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan
bertindak. Memiliki kepribadian yang berwibawa agar guru memiliki
perilaku yang berpengaruh yang positif terhadap peserta didik dan
memiliki perilaku yang disegani. Memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi
teladan, guru bertindak sesuai dengan norma (imtaq, jujur, ikhlas, suka
menolong) dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik. Oleh
karena itu, jika personaliti guru ini tidak mencerminkan sesuatu yang
baik maka akan berpengaruh kepada proses belajar mengajar.
Profesional, Manusiawi, dan Kemasyarakatan
Daoed Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (sivic mission). Tugas-tugas profesional yaitu meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan niai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak. Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu anak-anak didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utama manusia kelak dengan sebaik-sebaiknya. Tugas-tugas manusiawi itu transformasi diri, identifikasi diri sendiri, dan pengertian tentang diri sendiri. Usaha membantu ke arah ini seharusnya diberikan dalam rangka pengertian bahwa manusia hidup dalam satu unit organik dalam keseluruhan integralitasnya seperti yang telah digambarkan di atas. Hal ini berarti bahwa tugas pertama dan kedua harus dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Guru seharusnya dengan melalui pendidikan mampu membantu anak didik utnuk mengembangkan daya berpikir atau penalaran sedemikian rupa sehingga mampu untuk turut serta secata kreatif dalam proses transformasi kebudayaan ke arah keadaban demi perbaikan hidupnya sendiri dan kehidupan seluruh masyarakat dimana ia hidup. Tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik. Turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa dan negara melalui Undang-Undang dan GBHN. Guru harus turut serta menyukseskan semua program pemerintah dengan jalan turut serta melakukan kegiatan-kegiatan yang sejalan dengan program itu. Sebagai anggota masyarakat, maka dia harus menjadi contoh yang baik bagi masyarakat sekitarnya. Selain itu juga, tugas kemasyarakatan ini berkaitan dengan kompetensi sosial yang harus dimiliki guru dalam PP RI No. 19/2005 yang merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Daoed Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (sivic mission). Tugas-tugas profesional yaitu meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan niai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak. Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu anak-anak didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utama manusia kelak dengan sebaik-sebaiknya. Tugas-tugas manusiawi itu transformasi diri, identifikasi diri sendiri, dan pengertian tentang diri sendiri. Usaha membantu ke arah ini seharusnya diberikan dalam rangka pengertian bahwa manusia hidup dalam satu unit organik dalam keseluruhan integralitasnya seperti yang telah digambarkan di atas. Hal ini berarti bahwa tugas pertama dan kedua harus dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Guru seharusnya dengan melalui pendidikan mampu membantu anak didik utnuk mengembangkan daya berpikir atau penalaran sedemikian rupa sehingga mampu untuk turut serta secata kreatif dalam proses transformasi kebudayaan ke arah keadaban demi perbaikan hidupnya sendiri dan kehidupan seluruh masyarakat dimana ia hidup. Tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik. Turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa dan negara melalui Undang-Undang dan GBHN. Guru harus turut serta menyukseskan semua program pemerintah dengan jalan turut serta melakukan kegiatan-kegiatan yang sejalan dengan program itu. Sebagai anggota masyarakat, maka dia harus menjadi contoh yang baik bagi masyarakat sekitarnya. Selain itu juga, tugas kemasyarakatan ini berkaitan dengan kompetensi sosial yang harus dimiliki guru dalam PP RI No. 19/2005 yang merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Ketiga
tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan
organis, harmonis, dan dinamis. Seorang guru tidak hanya mengajar di
dalam kelas saja, tetapi seorang guru harus mampu menjadi katalisator,
motivator, dan dinamisator pembangunan tempat dimana ia bertempat
tinggal. Ketiga tugas guru ini, jika dipandang dari segi anak didik maka
guru harus memberikan nilai-nilai yang berisi pengetahuan masa yang
akan datang, pilihan nilai hidup dan praktik-praktik komunikasi.
Pengetahuan yang kita berikan kepada anak didik harus mampu membuat anak
didik itu pada akhirnya mampu memilih nila-nilai hidup yang semakin
kompleks dan harus mampu membuat anak didik berkomunikasi dengan
sesamanya di dalam masyarakat, oleh karena anak didikini tidak akan
hidup mengasingkan diri. Kita mengetahui cara manusia berkomunikasi
dengan orang lain tidak hanya melalui bahasa tetapi dapat juga melalui
gerak, tari-tarian, suara (lagu, nyanyian), dapat melalui warna dan
garis-garis (lukisan-lukisan), melalui bentuk berupa ukuran, atau
melalui simbol-simbol.
Memahami Karakter Siswa
Sebelum guru menentukan strategi pembelajaran, metode, dan teknik-teknik evaluasi yang akan dipergunakan dalam belajar mengajar, maka guru terlebih dahulu dituntut keprofesionalannya untuk memahami karakter siswa dengan baik. Hal ini dikarenakan dari hasil sejumlah riset menunjukkan bahwa keberagaman faktor, seperti sikap siswa, kemampuan, dan gaya belajar, pengetahuan serta kemampuannya dan konteks pembelajaran merupakan komponen yang memberikan dampak sangat penting terhadap apa yang sesungguhnya harus siswa-siswa pelajari (Killen, 1998: 5). Pengenalan terhadap siswa dalam interaksi belajar mengajar merupakan faktor yang sangat mendasar dan penting untuk dilakukan oleh setiap guru agar proses pembelajaran yang dilakukan dapat menyentuh kepentingan siswa, minat-minat mereka, kemampuan serta berbagai karakteristik lain yang terdapat pada siswa, dan pada akhirnya dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Pengenalan terhadap siswa mengandung arti bahwa guru harus dapat memahami dan menghargai keunikan cara belajar siswa dan kebutuhan-kebutuhan perkembangan mereka.
Sebelum guru menentukan strategi pembelajaran, metode, dan teknik-teknik evaluasi yang akan dipergunakan dalam belajar mengajar, maka guru terlebih dahulu dituntut keprofesionalannya untuk memahami karakter siswa dengan baik. Hal ini dikarenakan dari hasil sejumlah riset menunjukkan bahwa keberagaman faktor, seperti sikap siswa, kemampuan, dan gaya belajar, pengetahuan serta kemampuannya dan konteks pembelajaran merupakan komponen yang memberikan dampak sangat penting terhadap apa yang sesungguhnya harus siswa-siswa pelajari (Killen, 1998: 5). Pengenalan terhadap siswa dalam interaksi belajar mengajar merupakan faktor yang sangat mendasar dan penting untuk dilakukan oleh setiap guru agar proses pembelajaran yang dilakukan dapat menyentuh kepentingan siswa, minat-minat mereka, kemampuan serta berbagai karakteristik lain yang terdapat pada siswa, dan pada akhirnya dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Pengenalan terhadap siswa mengandung arti bahwa guru harus dapat memahami dan menghargai keunikan cara belajar siswa dan kebutuhan-kebutuhan perkembangan mereka.
Dalam
meningkatkan mutu kualitas belajar mengajar, maka upaya-upaya guru
dalam mengenal dan memahami siswa merupakan kegiatan yang berlangsung
secara terus-menerus, karena kebutuhan siswa tidak bersifat menetap,
akan mengalami perubahan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya.
Bahkan seringkali perubahan-perubahan yang terjadi pada siswa
berlangsung dengan cepat sehingga guru tidak jarang mengalami kesulitan
untuk mengenal dan memahaminya secara cermat. Di samping itu pula,
kebutuhan-kebutuhan merka menggambarkan kebutuhan intelegensial,
kemampuan maupun ketidakmampuannya (Parkey, 1998: 276). Bagi anak-anak
yang memiliki kualitas intelegensi yang baik dan berada dalam tahap atau
masa perkembangan tertentu memiliki sejumlah kebutuhan yang berbeda
dengan anak-anak yang tergolong memiliki intelegensi yang rendah
walaupun sama-sama berada pada tahap perkembangan tertentu. Dalam
pandangan DePorter & Hernacki (2001: 117) terdapat tiga
karakteristik atau modalitas belajar siswa yang perlu diketahui oleh
setiap pendidik dalam proses pembelajaran, yaitu; (1) orang-orang yang
visual, yang sering ditandai suka mencoret-coret ketika berbicara di
telepon, berbicara dengan tepat, lebih suka melihat peta daripada
mendengar penjelasan, (2) orang-orang yang auditorial, yang sering
ditandai suka berbicara sendiri, lebih suka mendengar ceramah atau
seminar daripada membaca buku, lebih suka berbicara daripada menulis,
(3) orang-orang kinestetik, yang sering ditandai berpikir lebih baik
ketika bergerak atau berjalan, banyak menggerakkan anggota tubuh ketika
berbicara, sulit untuk duduk diam.
Selain
itu, Dalam pelaksanaan tugas pembelajaran dan sebagai pembimbing
belajar siswa, guru harus mengadakan pendekatan bukan saja melalui
pendekatan intruksional, akan tetapi dibarengi dengan pendekatan yang
bersifat pribadi (personal approach) dalan setiap proses belajar
mengajar berlangsung. Melalui pendekatan pribadi, guru akan secara
langsung mengenal dan memahami siswa secara lebih mendalam sehingga
dapat memperoleh hasil belajar yang optimal. Abdillah (2008)
mengemukakan bahwa sebagai pembimbing dalam proses belajar mengajar,
seorang guru diharapkan mampu;
1. Memberikan informasi yang diperlukan dalam proses belajar.
2. Membantu setiap siswa dalam mengatasi setiap masalah probadi yang dihadapinya.
3. Mengevaluasi hasil setiap langkah kegiatan yang telah dilakukannya.
4. Memberikan setiap kesempatan yang memadai agar setiap murid dapat belajar sesuai dengan karakteristik pribadinya.
5. Mengenal dan memahami setiap siswa, baik secara individual maupun secara kelompok.
1. Memberikan informasi yang diperlukan dalam proses belajar.
2. Membantu setiap siswa dalam mengatasi setiap masalah probadi yang dihadapinya.
3. Mengevaluasi hasil setiap langkah kegiatan yang telah dilakukannya.
4. Memberikan setiap kesempatan yang memadai agar setiap murid dapat belajar sesuai dengan karakteristik pribadinya.
5. Mengenal dan memahami setiap siswa, baik secara individual maupun secara kelompok.
Menumbuhkan Motivasi Belajar
Salah satu faktor yang menentukan berhasil tidaknya siswa dalam proses belajar yang sekaligus mempengaruhi proses belajar mengajar adalah motivasi belajar. Dalam kegiatan belajar, motivasi merupakan keseluruhan penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar (Sardiman, 2006: 75). Motivasi belajar merupakan faktor yang bersifat non intelektual. Seorang siswa yang mempunyai intelegensi yang cukup yang tinggi, bisa gagal karena kurang adanya motivasi dalam belajarnya. Pada beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, penurunan motivasi yang terjadi pada diri siswa bisa terjadi karena beberapa hal, yaitu bisa dikarenakan adanya faktor luar dari sekolah yang mengakibatkan kelelahan secara fisik kepada siswanya atau faktor yang dari dalam sekolahan itu sendiri. Bisa dikatakan dari luar sekolah kita juga perlu memperhatikan faktor yang sangat penting, dari dalam diri siswa itu sendiri.
Salah satu faktor yang menentukan berhasil tidaknya siswa dalam proses belajar yang sekaligus mempengaruhi proses belajar mengajar adalah motivasi belajar. Dalam kegiatan belajar, motivasi merupakan keseluruhan penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar (Sardiman, 2006: 75). Motivasi belajar merupakan faktor yang bersifat non intelektual. Seorang siswa yang mempunyai intelegensi yang cukup yang tinggi, bisa gagal karena kurang adanya motivasi dalam belajarnya. Pada beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, penurunan motivasi yang terjadi pada diri siswa bisa terjadi karena beberapa hal, yaitu bisa dikarenakan adanya faktor luar dari sekolah yang mengakibatkan kelelahan secara fisik kepada siswanya atau faktor yang dari dalam sekolahan itu sendiri. Bisa dikatakan dari luar sekolah kita juga perlu memperhatikan faktor yang sangat penting, dari dalam diri siswa itu sendiri.
Motivasi
mempunyai peranan penting dalam proses belajar mengajar, baik bagi guru
maupun siswa. Bagi guru mengetahui motivasi belajar dari siswa sangat
diperlukan guna memelihara dan meningkatkan semangat belajar siswa.
Sedangkan bagi siswa motivasi belajar dapat menumbuhkan semangat belajar
sehingga siswa terdorong untuk melakukan kegiatan belajar. Siswa
melakukan aktivitas belajar dengan senang hati karena didorong motivasi.
Dengan adanya motivasi yang tinggi yang ada dalam diri siswa, akan
menumbuhkan keikhlasan dalam belajar dan kesadaran bahwa belajar adalah
hal yang sangat penting bagi mereka dan untuk masa depan mereka sendiri
di hari kelak. Bahkan motivasi yang tinggi akan menjadikan mereka
mempunyai tekad yang kuat untuk belajar dan bersedia menghadapi segala
kesulitan-kesulitan yang datang dalam kegiatan belajar para siswa. Oleh
karena itu, motivasi siswa untuk belajar sangat penting dalam proses
pembelajaran.
Dalam proses
pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat
penting. Sehingga proses pembelajaran akan berhasil manakala siswa
mempunyai motivasi dalam belajar. Oleh karena itu dalam kegiatan
belajar, peran guru sangat penting di dalam menumbuhkan motivasi belajar
siswa. Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut
kreatif membangkitkan motivasi belajar siswa. Menyadari bahwa motivasi
terkait erat dengan kebutuhan, maka tugas guru adalah meyakinkan para
siswa agar tujuan belajar yang ingin diwujudkan menjadi kebutuhan bagi
setiap siswa. Dengan kata lain, memperjelas tujuan yang dapat membuat
siswa paham ke arah mana ia ingin dibawa. Guru hendaknya dapat
meyakinkan siswa bahwa hasil belajar yang baik adalah suatu kebutuhan
guna mencapat sukses yang dicita-citakan. Pemahaman siswa tentang tujuan
pembelajaran dapat menumbuhkan minat siswa untuk belajar yang pada
gilirannya dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Siswa akan
terdorong untuk belajar manakala mereka memiliki minat untuk belajar.
Sehingga, bilamana guru dapat merubah tujuan-tujuan belajar ini menjadi
kebutuhan, maka siswa akan lebih mudah untuk terdorong melakukan
aktivitas belajar.
Mengembangkan Model (Strategi) Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu tindakan dalam kelas atau dalam proses belajar mengajar. Guru profesional sebagai pengajar yang memberikan ilmu pengetahuan sekaligus pengajar yang mengajarkan nilai-nilai, akhlak moral maupun sosial dan untuk menjalankan peran tersebut seorang guru dituntut untuk memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas yang nantinya akan diajarkan kepada siswa. Seorang guru dalam menyampaikan materi perlu memilih metode mana yang sesuai dengan keadaan kelas atau siswa sehingga siswa merasa tertarik untuk mengikuti pelajaran yang diajarkan. Dengan variasi metode, dapat meningkatkan kegiatan belajar siswa (Slameto, 2003: 96).
Pembelajaran merupakan suatu tindakan dalam kelas atau dalam proses belajar mengajar. Guru profesional sebagai pengajar yang memberikan ilmu pengetahuan sekaligus pengajar yang mengajarkan nilai-nilai, akhlak moral maupun sosial dan untuk menjalankan peran tersebut seorang guru dituntut untuk memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas yang nantinya akan diajarkan kepada siswa. Seorang guru dalam menyampaikan materi perlu memilih metode mana yang sesuai dengan keadaan kelas atau siswa sehingga siswa merasa tertarik untuk mengikuti pelajaran yang diajarkan. Dengan variasi metode, dapat meningkatkan kegiatan belajar siswa (Slameto, 2003: 96).
Proses pembelajaran yang
berhasil guna memerlukan teknik, metode, dan pendekatan tertentu sesuai
dengan karakteristik tujuan, peserta didik, materi, sumber daya.
Sehingga diperlukan strategi yang tepat dan efektif. T. Raka Joni (1992)
mengatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu seni dan ilmu
untuk membawa pembelajaran sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah
ditetapkan dapat dicapai secara efisien dan efektif. Cara-cara yang
dipilih dalam menyusun strategi pembelajaran meliputi sifat, lingkup,
dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada
peserta didik (Gerlach and Ely). Strategi belajar mengajar tidak hanya
terbatas pada prosedur dan kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya
materi pengajaran atau paket pengajarannya (Dick and Carey).
Keberhasilan
proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru mengembangkan
model-model pembelajaran yang berorientasi pada intensitas keterlibatan
siswa secara efektif di dalam proses pembelajaran. Pengembangan model
pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan
kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar secara aktif
dan menyenangkan sehinga siswa dapat meraih hasil belajar dan prestasi
yang optimal. Untuk mengembangkan model pembelajaran yang efektif, maka
setiap guru harus memiliki pengetahuan yang memadai berkenaan dengan
konsep dan cara-cara pengimplementasian model-model tersebut dalam
proses pembelajaran. Model pembelajaran yang efektif memiliki
keterkaitan dengan tingkat pemahaman guru terhadap perkembangan dan
kondisi siswa-siswa di kelas. Demikian juga pentingnya pemahaman guru
terhadap sarana dan fasiltas sekolah yang tersedia, kondisi kelas, dan
beberapa faktor lain yang terkait dengan pembelajaran. Tanpa pemahaman
terhadap berbagai kondisi ini, model yang dikembangkan guru cenderung
tidak dapat meningkatkan peran serta siswa secara optimal dalam
pembelajaran. Dan pada akhirnya tidak dapat memberi sumbangan yang besar
terhadap pencapaian hasil belajar siswa.
Oleh
karena itu, Joyce & Weil (1992) berpendapat bahwa model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
mernbentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang
lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para
guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efesien untuk
mencapai tujuan pendidikan.
Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
• Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis.
• Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu. Misalnya model berfikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berfikir induktif.
• Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas. Misalnya model Synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang.
• Memiliki bagian-bagian model dalam pelaksanaan, yaitu: (1) urutan langkah-langkah pembelajaran(syntax), (2) adanya prinsip-prinsip reaksi, (3) sistem sosial, dan (4) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran.
• Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: (1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur dan (2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.
• Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedomaan model pembelajaran yang dipilihnya.
Di samping itu, hal ini berkaitan dengan kompetensi pedagogik yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam PP RI No. 19/2005 merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Dalam proses belajar mengajar, guru merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan untuk kepentingan pembelajaran. Tujuannya guru dapat menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih. Yang pada akhirnya guru harus merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran secara berkesinambungan dengan berbagai metode, menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level), dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum. Dengan demikian, profesionalisme seorang guru dapat meningkatkan mutu (kualitas) mengajar dan secara tidak langsung “menggiring” atau “membebaskan” potensi kemanusiaan yang ada dalam diri setiap individu (educare).
• Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis.
• Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu. Misalnya model berfikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berfikir induktif.
• Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas. Misalnya model Synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang.
• Memiliki bagian-bagian model dalam pelaksanaan, yaitu: (1) urutan langkah-langkah pembelajaran(syntax), (2) adanya prinsip-prinsip reaksi, (3) sistem sosial, dan (4) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran.
• Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: (1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur dan (2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.
• Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedomaan model pembelajaran yang dipilihnya.
Di samping itu, hal ini berkaitan dengan kompetensi pedagogik yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam PP RI No. 19/2005 merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Dalam proses belajar mengajar, guru merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan untuk kepentingan pembelajaran. Tujuannya guru dapat menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih. Yang pada akhirnya guru harus merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran secara berkesinambungan dengan berbagai metode, menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level), dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum. Dengan demikian, profesionalisme seorang guru dapat meningkatkan mutu (kualitas) mengajar dan secara tidak langsung “menggiring” atau “membebaskan” potensi kemanusiaan yang ada dalam diri setiap individu (educare).
Simpulan dan Saran
SimpulanBerdasarkan pembahasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa peningkatan mutu (kualitas) belajar mengajar dalam suatu kelas tergantung dari keprofesionalan guru dalam mengelola proses itu. Keprofesionalan guru itu dapat dilihat dari kemampuannya mengajar di atas rata-rata. Dengan kata lain, profesionalisme guru dapat dilihat dari profesinya yang bukan hanya sebagai pengajar juga sebagai motivator, fasilitator, mediator, dinamisator, dsb. Dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar, guru profesional harus menjadikan siswanya sebagai fokus utama dalam proses tersebut terkait dengan materi yang diajarkan, disamping guru juga harus menguasai materi yang diajarkannya. Disamping itu, diperlukan keahlian-keahlian lainnya. Guru harus memiliki kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia; meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan niai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak; kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar; memahami karakter siswa dengan baik; kreatif dalam membangkitkan motivasi belajar siswa yang merupakan salah satu faktor penentu berhasil tidaknya siswa dalam proses belajar mengajar; serta guru dapat memilih metode pembelajaran mana yang sesuai dengan keadaan kelas atau siswa sehingga siswa merasa tertarik untuk mengikuti pelajaran yang diajarkan dan merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran secara berkesinambungan dengan berbagai metode, menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level), dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
SimpulanBerdasarkan pembahasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa peningkatan mutu (kualitas) belajar mengajar dalam suatu kelas tergantung dari keprofesionalan guru dalam mengelola proses itu. Keprofesionalan guru itu dapat dilihat dari kemampuannya mengajar di atas rata-rata. Dengan kata lain, profesionalisme guru dapat dilihat dari profesinya yang bukan hanya sebagai pengajar juga sebagai motivator, fasilitator, mediator, dinamisator, dsb. Dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar, guru profesional harus menjadikan siswanya sebagai fokus utama dalam proses tersebut terkait dengan materi yang diajarkan, disamping guru juga harus menguasai materi yang diajarkannya. Disamping itu, diperlukan keahlian-keahlian lainnya. Guru harus memiliki kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia; meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan niai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak; kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar; memahami karakter siswa dengan baik; kreatif dalam membangkitkan motivasi belajar siswa yang merupakan salah satu faktor penentu berhasil tidaknya siswa dalam proses belajar mengajar; serta guru dapat memilih metode pembelajaran mana yang sesuai dengan keadaan kelas atau siswa sehingga siswa merasa tertarik untuk mengikuti pelajaran yang diajarkan dan merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran secara berkesinambungan dengan berbagai metode, menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level), dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
Saran
Berdasarkan konsep sebelumnya bahwa untuk meningkatkan mutu (kualitas) dalam proses belajar mengajar diperlukan guru yang profesional. Untuk mewujudkan itu semua, penulis ingin memberikan saran agar pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan mutu profesional guru. Disamping itu, Terri K. Fishbough yang merupakan seorang guru yang mendapat predikat sebagai guru teladan dari Tulare County, California mengatakan bahwa saya terus belajar. Bekerja hanya untuk mengumpulkan gaji adalah hal yang buruk. Oleh karena itu, saran penulis agar para guru tidak pernah berhenti untuk belajar.
Daftar Pustaka
Aprianto. (2009). Kompetensi yang Harus Dimiliki Oleh Guru. (Online), (http://apri76.wordpress.com /2009/02/22/kompetrensi-yang-harus-dimiliki-oleh-guru/, diakses 28 Maret 2010).
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Desi Reminsa. (2008). Menjadi Guru Pofesional. (Online), (http://desireminsa.multyply.com/journal/item/3, diakses 24 januari 2010).
Frank, Sennet. 2003. Guru Teladan Tahun Ini. Terjemahan oleh Vidi Athena Dewi. 2004. Jakarta: Erlangga.
Harefa, Andrias. 2001. Pembelajaran di Era Serba Otonomi. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Oemar, Hamalik. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Rohani, ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Berdasarkan konsep sebelumnya bahwa untuk meningkatkan mutu (kualitas) dalam proses belajar mengajar diperlukan guru yang profesional. Untuk mewujudkan itu semua, penulis ingin memberikan saran agar pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan mutu profesional guru. Disamping itu, Terri K. Fishbough yang merupakan seorang guru yang mendapat predikat sebagai guru teladan dari Tulare County, California mengatakan bahwa saya terus belajar. Bekerja hanya untuk mengumpulkan gaji adalah hal yang buruk. Oleh karena itu, saran penulis agar para guru tidak pernah berhenti untuk belajar.
Daftar Pustaka
Aprianto. (2009). Kompetensi yang Harus Dimiliki Oleh Guru. (Online), (http://apri76.wordpress.com /2009/02/22/kompetrensi-yang-harus-dimiliki-oleh-guru/, diakses 28 Maret 2010).
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Desi Reminsa. (2008). Menjadi Guru Pofesional. (Online), (http://desireminsa.multyply.com/journal/item/3, diakses 24 januari 2010).
Frank, Sennet. 2003. Guru Teladan Tahun Ini. Terjemahan oleh Vidi Athena Dewi. 2004. Jakarta: Erlangga.
Harefa, Andrias. 2001. Pembelajaran di Era Serba Otonomi. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Oemar, Hamalik. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Rohani, ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar