Jika kita perhatikan,
perkembangan pendidikan dan pengajaran yang akhir-akhir ini telah
digulirkan oleh pemerintah, baik yang berada dalam tanggung jawab
Departemen Agama (Depag) maupun Departemen Pendidikan dan Pengajaran
Nasional (Depdiknas), maka kedua lembaga tersebut berupaya memenuhi
kebutuhan riil di lapangan. Untuk itu, pemerintah yang diwakili oleh
Depag dan Depdiknas telah memprogramkan pembenahan sekaligus perubahan
kurikulum. Kurikulum merupakan salah satu komponen penting dari sistem
pendidikan dan pengajaran, sekaligus dijadikan acuan oleh pihak
pengelola ataupun penyelenggara (guru dan kepala sekolah). Oleh karena
itu, pemerintah pusat berupaya untuk membuat kurikulum secara
sentralistik, yang selanjutnya diberlakukan bagi seluruh anak bangsa
Indonesia, sesuai dengan juklak (petunjuk pelaksana) ataupun juknis
(petunjuk teknis) yang menyertai kurikulum.[1]
Salah satu tugas sekolah terkait dengan
kurikulum adalah menjabarkan substansi atau materi pelajaran yang
tercantum dalam satuan pelajaran, sesuai dengan mata pelajaran
masing-masing. Dengan demikian, para pengelola dan penyelenggara harus
mampu mengembangkan kreativitasnya untuk menjabarkan kurikulum dan
melaksanakannya dalam pembelajaran. Sebagai dampak negatif yang dapat
dirasakan oleh pengelola dan penyelenggara, khususnya kelompok guru bila
tidak atau kurang memahami kurikulum adalah: (1) dalam melaksanakan
pembelajaran berdasarkan urutan bab dalam buku teks, (2) menggunakan
buku teks sebagai satu-satunya acuan dalam mengajar, (3) sering
mengalami kekurangan waktu dalam mengajar, karena buku teks biasanya
dirancang tidak lebih dari terget minimal sebuah kurikulum, sehingga
guru dibutuhkan penyesuaian dalam pembelajaran antara materi yang harus
diajarkan secara keseluruhan dan materi yang harus dikurangi bahkan
diabaikan, (4) hasil belajar peserta didik mengalami kefatalan,
khususnya dalam menghadapi Ujian Nasional, (5) guru akan mengalami
ketakutan dan kelabakan, kalau-kalau peserta didiknya tidak bisa
mengerjakan soal dan tidak lulus.
Untuk itu, maka pemerintah menetapkan
standar kompetensi lulusan dan standar isi untuk dijadikan acuan dalam
pengembangan kurikulum, yang harus diaplikasikan dalam pembelajaran
setiap bidang studi, termasuk di dalamnya pembelajaran Al-Qur’an dan
Hadis di tingkat Madrasah Tsanawiyah, dan sejak tahun 2006 telah
diberlakukan kurikulum 2006 atau lebih populer dengan istilah KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).
Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam
makalah ini, penulis bermaksud melakukan kajian dengan menekankan pada
evaluasi materi pembelajaran Al-Qur’an dan Hadis kelas VII tingkat
Madrasah Tsanawiyah.
Pengertian Evaluasi Bahan Pengajaran/Materi Pembelajaran
Evaluasi dimaksudkan untuk memperoleh
informasi sebagai dasar pembuatan keputuasan. Bentuk keputusan tersebut
bisa berupa angka atau nilai setelah melalui pertimbangan tertentu. Oleh
karena itu, tingkat kebenaran dan keandalan suatu keputusan pada
dasarnya ditentukan oleh tingkat kebenaran dan keandalan informasi yang
diperoleh dengan menggunakan instrumen pengumpul data yang memiliki
tingkat keandalan yang memadai.[2]
Konsep ini berlaku juga dalam upaya
menilai bahan pengajaran/materi pembelajaran. Suatu bahan ajar yang
telah tersusun sesungguhnya masih merupakan bahan mentah, belum siap
digunakan, dan masih perlu dinilai kelebihan dan kekurangannya. Setelah
diadakan penilaian, maka kemudian perlu diadakan perbaikan dan
pengembangan sebagai bahan ajar untuk mata pelajaran tertentu serta bagi
siswa atau peserta tertentu. Ini berarti bahwa untuk memperoleh suatu
bahan ajar yang dinilai memadai, prosesenya cukup panjang.[3]
Dalam prosedur demikian, kegiatan
evaluasi menempati posisi yang cukup penting. Sebab, dengan informasi
yang diperoleh, kita dapat memperbaiki konsep buku sumber atau bahan
ajar dan selanjutnya menyempurnakannya sesuai dengan kebutuhan. Dengan
demikian, apakah keputusan mengenai suatu bahan ajar cukup berarti
kiranya bergantung pada informasi yang diperoleh melalui kegiatan
evaluasi yang menyeluruh, objektif, kooperatif, dan berkesinambungan.[4]
Fungsi Evaluasi Bahan Pengajaran
Evaluasi terhadap bahan pengajaran dalam garis besarnya berfungsi sebagai berikut.
1. Fungsi kurikuler: berdasarkan
evaluasi, kita dapat mengetahui kesesuaian isi atau materi dengan
tuntutan kurikulum. Keselarasan atau kesesuaian ini penting, karena
bahan pengajaran tersebut berperan sebagai media pengadaan informasi
bagi para peserta.
2. Fungsi instruksional: dengan
evaluasi bahan pengajaran ini, kita dapat mengetahui sejauh mana isi
atau bahan tersebut dapat memenuhi kebutuhan pengajaran, terutama dalam
rangka mencapai tujuan instruksional. Pada dasarnya, tercapai atau
tidaknya tujuan-tujuan instruksional ditentukan oleh tingkat
kelengkapan, kedalaman, dan keberurutan bahan-bahan yang tersedia dalam
buku sumber yang digunakan oleh peserta atau pengajar.
3. Fungsi diagnosis dan perbaikan:
hasil evaluasi bahan pengajaran ini akan memberikan gambaran yang
menyeluruh dan rinci tentang isi buku tersebut. Ini berarti bahwa kita
dapat melihat kelebihan dan kekurangannya, yang kemudian diadakan
perbaikan-perbaikan seperlunya sehingga diperoleh suatu sumber bahan
atau buku yang berdaya optimal, tepat guna, dan berhasil guna.
4. Fungsi administratif: evaluasi
terhadap bahan pengajaran terkait dengan kegiatan perencanaan (desain),
kepengawasan, supervisi, dan pemantauan terhadap bahan pengajaran.
Informasi yang diperoleh bermanfaat untuk mengembangkan desain buku,
mengawasi tingkat ketelitian dan kebenaran isi buku, membimbing penulis
demi penyempurnaan, dan memantau sampai di mana bahan pengajaran
tersebut mampu memberikan kontribusi terhadap proses belajar-mengajar.[5]
Tujuan Evaluasi Bahan Pengajaran
Adapun tujuan evaluasi bahan pengajaran atau buku sumber dapat dilihat dari berbagai segi secara fungsional, yakni:
1. Untuk memilih bahan pengajaran
mana yang sebaiknya digunakan sebagai sumber bahan belajar, baik dari
segi peserta maupun bagi pengajar. Pemilihan bahan ini perlu dilakukan,
terutama jika kita berhadapan dengan sejumlah sumber bahan dan bermaksud
memilih bahan yang paling relevan dengan kebutuhan kurikuler dan
instruksional.
2. Untuk mengamati apakah prosedur
penggunaan sumber bahan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
Penilaian semacam ini penting dilakukan, karena andaikata cara
penggunaannya keliru, besar kemungkinan bahan tersebut kurang atau tidak
berdaya guna dan berhasil guna dalam proses pembelajaran yang efektif.
3. Untuk memeriksa hingga mana
derajat ketercapaian tujuan penggunaan bahan pengajaran. Upaya
pemeriksaan ini penting dilakukan, terutama dalam kaitannya dengan
ketercapaian tujuan intruksional.
4. Untuk mengetahui tingkat kemampuan
pengajar dalam menggunakan bahan atau sumber tersebut. Penggunaan bahan
secara efektif oleh pengajar sesungguhnya dapat diamati pada waktu yang
bersangkutan sedang mengajar. Pengajar yang kurang mampu menggunakan
buku sumber dapat mengakibatkan hasil PBM-nya kurang baik.
5. Untuk memperoleh bahan informasi
bagi kepentingan administratif. Informasi tersebut penting, terutama
dalam kaitannya dengan upaya pengadaan, pemeliharaan, dan penyimpanan
buku sumber pada lembaga yang bersangkutan.
6. Untuk memperoleh informasi dalam
rangka memperbaiki bahan ajar itu sendiri, terutama dalam kaitannya
dengan persyaratan atau kriteria yang telah ditentukan bagi setiap buku
sumber yang “baik”.
Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut,
semakin jelaslah betapa pentingnya kegiatan evaluasi terhadap bahan
pengajaran. Dengan kata lain, tanpa penilaian barangkali sulit bagi kita
untuk memperoleh bahan pengajaran yang bermutu baik.[6]
Evaluasi Materi Pembelajaran Al-Qur’an Kelas VII Madrasah Tsanawiyah
Apabila mengacu pada alokasi waktu yang
harus disajikan dalam melaksanakan pembelajaran selama satu tahun, maka
pembelajaran dapat dilaksanakan pada dua semester atau sering
diistilahkan dengan semester I dan II. Begitu juga dengan pembagian
materi yang harus disajikannya, antara semester I dengan semester II ada
korelasinya, sehingga memudahkan bagi para peserta didik dalam menerima
ilmu juga para guru sebagai penyaji atau pembina bidang studi/mata
pelajaran yang harus diajarkannya.
Selanjutnya, dalam evaluasi materi
pembelajaran Al-Qur’an bagi kelas VII Madrasah Tsanawiyah ini, penulis
mencoba menganalisis bahan ajar Pemahaman Al-Qur’an dan Hadis untuk Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Jilid 1 karya T. Ibrahim dan H. Darsono yang diterbitkan oleh Penerbit Tiga Serangkai Solo.[7] Sesuai Peraturan Menteri Agama (Permenag) Tahun 2008, materi buku Pemahaman Al-Qur’an Hadis untuk Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Jilid 1 yang diterbitkan oleh Penerbit Tiga Serangkai ini pada semester I disajikan dalam bentuk:[8]
1. Al-Qur’an dan al-Hadis sebagai
pedoman hidup, yang meliputi: pengertian dan fungsi Al-Qur’an dan
al-Hadis, cara-cara memfungsikan Al-Qur’an dan al-Hadis dalam kehidupan,
menerapkan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat Islam, tadriib (latihan), dan portofolio.
2. Mencintai Al-Qur’an dan al-Hadis,
yang meliputi: cara mencintai Al-Qur’an dan al-Hadis, perilaku orang
yang mencintai Al-Qur’an dan al-Hadis, tadriib (latihan), dan portofolio.
3. Tauhiid Rubuubiyah dan Uluuhiyyah, yang meliputi: pengertian tauhiid Rubuubiyah dan Uluuhiyyah, Q.S. al-Faatihah, Q.S. an-Naas, Q.S. al-Falaq, dan Q.S. al-Ikhlaas tentang tauhiid Rubuubiyah dan Uluuhiyyah, tadriib (latihan), dan portofolio.
4. Latihan ulangan umum semsester I.
Kemudian, untuk materi semester II disajikan dalam bentuk:[9]
1. Hukum bacaan mim sukuun, yang meliputi: mim sukuun, menerapkan hukum bacaan mim sukuun dalam Q.S. al-Bayyinah dan Q.S. al-Kaafiruun, tadriib (latihan), dan portofolio.
2. Toleransi dalam kehidupan, yang meliputi: pengertian fanatik dan toleransi, Q.S. al-Kaafiruun dan Q.S. al-Bayyinah, keterkaitan isi kandungan Q.S. al-Kaafiruun dan Q.S. al-Bayyinah tentang membangun kehidupan umat beragama dalam fenomena kehidupan, menerapkan kandungan Q.S. al-Kaafiruun dan Q.S. al-Bayyinah tentang toleransi dalam kehidupan sehari-hari, hikmah fanatik dan toleransi dalam kehidupan sehari-hari, tadriib (latihan), dan portofolio.
3. Problematika dakwah, yang meliputi: dakwah dan problematikanya, Q.S. al-Lahab dan Q.S. an-Nashr, menerapkan kandungan Q.S. al-Lahab dan Q.S. an-Nashr dalam kehidupan sehari-hari, tadriib (latihan), dan portofolio.
4. Latihan ulangan umum semester II.
Hal yang menarik dari buku ajar mata
pelajaran Al-Qur’an Hadis terbitan Tiga Serangkai ini adalah penyajian
materi yang dilengkapi dengan beberapa suplemen, seperti mushthalah (kata istilah), muhimmah (tugas), ibrah, ikhtisar, mahfuuzhaat (kata mutiara), tadriib
(latihan), portofolio, dan latihan ulangan umum semester. Beberapa
suplemen ini dapat membantu guru dalam memperkaya pemahaman para siswa
terhadap tema yang disajikan.
Kemudian, dari materi yang terdapat dalam
buku ajar mata pelajaran Al-Qur’an Hadis terbitan Tiga Serangkai
tersebut, penulis melakukan evaluasi, di antaranya dengan memberikan check list
pada salah satu jawaban yang terdapat pada instrumen beserta alasan
terhadap jawaban yang diberikan, kemudian membuat rangkuman dan saran
perbaikan, dengan prosedur analisa data yang penulis lakukan dengan
teknik sebagai berikut. Pertama scoring data, artinya jawaban dalam bentuk check list diberi score, misalnya sangat baik (angka 4), baik (angka 3), cukup (angka 2), dan kurang (angka 1). Kedua kualifikasi total score, dalam hal ini total score yang diperoleh aspek materi diberikan kualifikasi sebagai berikut.
41 – 50 : Sangat Baik
31 – 40 : Baik
21 – 30 : Cukup
11 – 20 : Kurang.
Dengan demikian, jumlah total score tertinggi adalah 50.
Berikut ini penulis uraikan instrumen penilaian buku teks pelajaran Al-Qur’an Madrasah Tsanawiyah kelas VII.
Penutup
Dari hasil evaluasi terhadap materi buku Pemahaman Al-Qur’an dan Hadis untuk Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Jilid 1 karya T. Ibrahim dan H. Darsono yang diterbitkan oleh Penerbit Tiga Serangkai Solo ini, penulis menyimpulkan bahwa:
1. Dari segi kelayakan isi materi, meliputi:
a. Cakupan materi, yang memuat:
kelengkapan materi sudah sesuai dengan materi yang terkandung dalam
Standar Kompetensi (KD) dan Kompetensi Dasar (KD), dan untuk keluasan
serta kedalaman materi sudah baik. Ini menunjukkan isi materi yang ada
dalam buku tersebut sudah layak, namun masih perlu dikembangkan lagi.
b. Ketepatan materi, yang mencakup:
sumber materi; pokok bahasan dan sub-pokok bahasan; contoh dan kasus;
gambar, foto, dan ilustrasi; konsep dan definisi; transliterasi;
penulisan ayat Al-Qur’an; serta acuan pustaka, sudah sangat baik. Namun,
dalam penyajian contoh dan kasus tidak menutup kemungkinan untuk
dikembangkan lagi sesuai dengan isu-isu/fenomena terbaru dan kenyataan
hidup sehari-hari dengan konteks Indonesia. Kemudian, gambar, foto, dan
ilustrasi juga perlu disesuaikan lagi, misalnya dalam materi toleransi.
c. Pendukung materi, yang
mencakup: isu gender, isu kerukunan antar dan intern umat beragama, isu
HAM, serta isu nasionalisme, sudah sangat baik, tapi tidak menutup
kemungkinan untuk dikembangkan lagi.
2. Dari segi kelayakan penyajian, meliputi:
a. Kelengkapan penyajian, yang
memuat: bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir, sudah baik tapi bisa
dikembangkan lagi.
b. Penyajian pembelajaran, yang
mencakup: keruntutan, kekoherensian, kekonsistensian, keseimbangan,
berpusat pada peserta didik, mendorong kemandirian dalam belajar,
mendorong keingintahuan, dan memuat evaluasi kompetensi, sudah sangat
baik, di antaranya mendorong siswa untuk aktif secara mandiri. Namun,
dalam hal keruntutan materi masih perlu diperbarui lagi. Misalnya antara
materi toleransi dan materi problematika dakwah. Dari segi
kronologisnya, hal ini bisa lebih diruntutkan lagi. Sebagai misal,
materi problematika dakwah dibahas terlebih dahulu, baru kemudian materi
tentang toleransi.
3. Dari segi kelayakan bahasa, meliputi:
a. Kesesuaian dengan kaidah bahasa
Indonesia yang baku, yang mencakup: ketepatan tata bahasa, ketepatan
ejaan (sesuai EYD), serta penggunaan kalimat efektif dan efisien, sudah
baik.
b. Kesesuaian dengan perkembangan
peserta didik, yang mencakup: kesesuaian dengan perkembangan berpikir
peserta didik dan kesesuaian dengan perkembangan sosial-emosional
peserta didik, sudah baik, tapi bisa ditingkatkan lagi.
c. Keterbacaan, yang meliputi:
efisiensi jumlah kalimat dalam suatu paragraf, efesiensi jumlah kata dan
suku kata dalam suatu kalimat, serta paragraf-paragraf tidak terlalu
panjang, juga sudah sangat baik, tapi bisa ditingkatkan lagi. [ ]
Daftar Pustaka:
Hamalik, Oemar, Evaluasi Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1993.
Ibrahim, T. dan H. Darsono, Pemahaman Al-Qur’an dan Hadis untuk Kelas VII Madrasah Tsanawiyah, Jilid 1, Solo: Penerbit Tiga Serangkai, 2009.
Mulyasa, E., Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Suatu Panduan Praktis, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.
[1]E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Suatu Panduan Praktis (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 4.
[2]Oemar Hamalik, Evaluasi Kurikulum (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1993), hlm. 88.
[3]Ibid.
[4]Ibid.
[5]Ibid., hlm. 88-89.
[6]Ibid., hlm. 89-90.
[7]T. Ibrahim dan H. Darsono, Pemahaman Al-Qur’an dan Hadis untuk Kelas VII Madrasah Tsanawiyah, Jilid 1 (Solo: Penerbit Tiga Serangkai, 2009).
[8]Ibid.
[9]Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar